Kebijakan Tarif 15% Trump Guncang Jepang, Posisi PM Shigeru Ishiba Terancam | Pranusa.ID

Kebijakan Tarif 15% Trump Guncang Jepang, Posisi PM Shigeru Ishiba Terancam


FOTO: Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba

TOKYO, JEPANG – Kepemimpinan Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, berada di bawah tekanan hebat setelah pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump secara resmi memberlakukan tarif dagang sebesar 15% untuk sebagian besar produk impor dari Jepang.

Kebijakan proteksionis ini dinilai menjadi pukulan telak bagi perekonomian Jepang yang sangat bergantung pada ekspor, terutama di sektor otomotif. Kesepakatan dagang baru ini menempatkan posisi PM Ishiba dalam kondisi genting di tengah tantangan politik domestik yang sudah memanas.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, AS akan mengenakan tarif dasar 15% pada barang-barang impor Jepang. Sebagai imbalannya, Jepang berkomitmen untuk meningkatkan investasi di AS sebesar US$550 miliar dan memperbesar pembelian produk-produk Amerika, seperti hasil pertanian dan peralatan pertahanan.

Sektor otomotif Jepang, yang merupakan tulang punggung ekspor negara itu, diperkirakan menjadi korban terbesar. Perusahaan raksasa seperti Toyota diprediksi akan mengalami kerugian signifikan akibat pengenaan tarif ini, yang dapat mengganggu rantai pasok dan daya saing produk mereka di pasar AS.

Tekanan Politik Domestik Meningkat

Secara politik, kesepakatan ini datang pada saat yang sangat tidak menguntungkan bagi PM Ishiba. Posisinya sebagai pemimpin semakin lemah setelah partainya, LDP, mengalami kekalahan dalam pemilihan majelis tinggi baru-baru ini.

Kekalahan tersebut dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari ketidakpuasan publik terhadap kebijakan ekonomi hingga sejumlah skandal politik. Menurut laporan internal partai, tingkat ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan Ishiba terus meningkat.

Para analis politik memprediksi bahwa kegagalan dalam negosiasi dagang dengan AS ini dapat menjadi pemicu mosi tidak percaya atau tantangan kepemimpinan terhadap Ishiba. Tidak sedikit yang memperkirakan ia berpotensi besar untuk mengundurkan diri demi meredam gejolak politik dan ekonomi yang lebih luas.

Laporan: Hendri | Editor: Rivaldi

Berita Terkait

Top