Gen Z: Generasi yang Kembali Membaca | Pranusa.ID

Gen Z: Generasi yang Kembali Membaca


Ilustrasi: Pinterest / Fera Ratna Yulia.

Penulis: Desti Ananda Putri, S.H.

PRANUSA.ID — Generasi Z (Gen Z), yang merupakan penyebutan untuk insan-insan yang lahir pada rentang tahun 1997-2012, mengembalikan tren membaca yang mula-mula terasa asing dalam dinamika kehidupan literasi di Indonesia. Hidup dalam gelimang semua digital dan serba ada, justru berkolerasi dalam menghidupkan minat jiwa membaca, terlebih pada penulis-penulis besar di Era 90-an dan sastra klasik. Tren membaca ini dinormalisasi di kalangan Gen Z dalam bentuk-bentuk yang beragam, seperti, membaca di transporasi umum, gerakan membaca dengan label #membacaadalahperlawanan, kegiatan membaca novel atau fiksi yang tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang tidak berilmu dan bernilai, membaca dalam lingkaran komunitas, dan sebagainya.

Membaca Itu Kebutuhan, Membaca Itu Hak Asasi Manusia

Generasi yang kembali membaca, merupakan penggambaran jarak yang dekat sekali antara literasi dengan Gen Z. Kesadaran akan pentingnya membaca lahir dan terjaring merata bersamaan dengan kesadaran bahwa kemajuan hanya akan terjadi dengan membaca. Sejumlah komunitas buku mempopulerkan kegiatan membaca dengan konsep yang beragam di berbagai tempat di Indonesia. Klub buku dengan konsep silent reading book, di mana siapa pun dapat hadir dan berkumpul untuk membaca bersama di suatu tempat tanpa berbicara dan mengobrol. Baca Baci di Purwokerto yang mengusung konsep membaca dengan berdiskusi yang mempersilakan publik untuk meminjam buku apa saja yang digelar di lapak, Saujana Bentala di Karawang yang mengusung konsep literasi yang digabungkan dengan sisir seni, Jakarta Book Party dengan konsep silent reading yang digabung dengan review buku setelahnya, komunitas yang membaca dengan suara lantang, komunitas yang menggabungkan membaca bersama dengan kegiatan sosial layaknya datang ke panti asuhan atau sekolah, dan sebagainya. Begitu beragamnya komunitas buku kecil hingga besar di berbagai daerah yang mendobrak stigma membaca hanya untuk kalangan pintar tertentu, berpelukan erat dengan fenomena konten-konten buku dengan berbagai istilahnya seperti bookstagram.

Generasi yang mulai terpapar dengan konteks keilmuan yang terdapat pada buku-buku yang dibaca, menyebarkan pemahaman bahwa membaca itu merupakan gerak peradaban. Membaca itu kebutuhan dan membaca merupakan hak asasi manusia. Penghakiman terhadap jenis bacaan mulai tertimbun pula dengan pemahaman bahwa kecerdasan bukan soal jenis bacaan, tetapi bagaimana cara mengolahnya, seperti pemaknaan terhadap situasi politik dalam manga One Piece yang menjadi penggerak simbol perlawanan pada aksi di DPR beberapa waktu lalu.

Akses ke Buku Sulit dan Mahal
Fenomena peningkatan budaya membaca menciptakan berbagai diskursus mengenai buku legal dan illegal di internet. Melihat kepada tidak meratanya kesempatan bagi pembaca di seluruh wilayah Indonesia tidak terlepas dari fakta bahwa akses ke buku masih sulit dan mahal untuk menunjang peningkatan minat baca Gen Z saat ini. Pasar buku-buku bekas atau pembelian buku digital melalui Shopee, Tokopedia, dan Tiktokshop tidak luput dari perdagangan buku-buku. Cafe buku pun saat ini mulai menjamur dan berlipat ganda. Namun hemat saya, banyaknya perdagangan buku yang linear dengan peningkatan minat baca tidak serta merta menjadi lepas tangan Pemerintah untuk mempermudah akses kepada masyarakat. Stigma pembatasan buku pada era Orde Baru harus diperbaiki dan diperluas pula oleh pemerintah dalam hal dukungan terhadap minat baca. Subsidi buku-buku baru pada perpustakaan daerah dengan berbagai jenis buku yang tidak terkurung tidak hanya pada buku fiksi dapat menjadi salah satu langkah. Pemberdayaan terhadap penghasilan penulis, editor, penerjemah, perusahaan penerbit perlu menjadi tujuan kacamata dukungan pemerintah. Negara harus hadir dan mendukung gerakan-gerakan masif yang mendorong kemajuan negara secara aktif dan penuh, agar Gen Z sebagai generasi yang membaca, menjadi tren yang bersahabat dan dilestarikan.

(*) Penulis merupakan Founder Komunitas Baca Baci.

Berita Terkait

Top