Perginya Sri Mulyani: Antara Lega dan Kehilangan | Pranusa.ID

Perginya Sri Mulyani: Antara Lega dan Kehilangan


FOTO: Sri Mulyani Indrawati.

Penulis adalah Thom Sembiring | Gerakan Digital Jangkar Nusantara

KOLOM– Senang mendengar berita pergantian Sri Mulyani dari Menteri Keuangan. Ini sudah selayaknya, melihat jejak rekam dirinya dan Prabowo Subianto sejak lama.

Senang, sosoknya bisa lepas dari bayang-bayang politik yang menjatuhkan citra profesionalnya sebagai seorang ekonom.

Senang, bahwa Sri Mulyani yang figurnya kuat dan tak lagi berada di kabinet akan membuat sepenuhnya kinerja keuangan menjadi tanggung jawab sebenarnya dari Presiden yang sedang berkuasa.

Ia sejenak bisa memberi ruang pada publik, untuk mengenali soal keuangan negara dan perbedaan kinerja tata kelolanya.

Sekarang publik akan menilai, apakah bila Sri tiada di sana, keuangan negara akan baik-baik saja, dan tata kelolanya bisa lebih profesional.

Meski demikian, secara pribadi, tentu sedih melihat bahwa mundurnya Sri Mulyani dari panggung, dipenuhi ketidakpahaman publik atas peranannya.

Sedih karena mundurnya disertai anjloknya IHSG, sinyal sikap investor atas masa depan pengawal stabilitas ekonomi.

Lebih menyedihkan, ia turun dengan tekanan besar dan ancaman yang luar biasa. Ancaman yang sebenarnya bukan pada Sri saja, tapi bisa jadi untuk kita semua.

Sri Mulyani dengan baik menggambarkannya lewat refleksi atas penjarahan rumahnya. Refleksi atas hilangnya lukisan yang ia kerjakan sendiri sebagai bagian dari refleksi kisah dan pergulatan hidupnya.

Lukisan dijarah yang ia jadikan sebagai simbol hilangnya rasa aman, keadaban, akal sehat, dan kepastian hukum di republik.

Sesuatu yang terasa bukan saja oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, tapi juga oleh menengah ke atas. Termasuk Sri Mulyani sendiri akhirnya langsung mengalami.

Anda bisa bayangkan, sekelas Sri Mulyani saja bisa mengalami kezaliman yang mungkin tak akan pernah terungkap pelakunya kelak. Apalagi hanya rakyat yang tak paham apa-apa. Ini sinyal serius yang mesti dipahami.

Tapi sekali lagi, Sri Mulyani hanyalah seorang profesional di antara politisi dengan kepentingan politik, ekonomi, hingga elektoral.

Ia bergerak atas visi politik Presiden dan kepentingan politik yang lahir dari Undang-Undang.

Ia tak bisa berbuat lebih, apalagi diminta memajaki elit, lebih dari pada masyarakat yang penuh sakit.

Tapi semua yang mengerti, akan paham bahwa di tengah keterbatasan perannya, Sri Mulyani memainkan peran profesional dan integritasnya dengan baik.

Termasuk pada era Covid-19 menghantam secara global. Ia berperan besar menjaga agar keuangan negara bisa menopang seluruh upaya terbatas di tengah pandemi.

Kondisi yang juga membuat masa hari ini tak mudah, karena masih banyak masalah yang datang dari dalam dan luar negeri.

Prestasinya selain tudingan-tudingannya, termasuk tudingan Prabowo padanya sebagai Menteri Pencetak Utang pada 2019, sangat banyak. Termasuk perannya membantu Indonesia melewati banyak ancaman krisis global sejak era SBY.

Catatannya berhadapan dengan politisi yang memakai kekuasaan politik untuk melawannya juga banyak, termasuk dari seorang menteri pimpinan partai kuning di era SBY, hingga pimpinan MPR RI yang juga pimpinan partai kuning di era Jokowi.

Semua itu karena sikap profesionalnya menjaga keuangan negara. Ini banyak yang mungkin lupa.

Bila saja Sri Mulyani tak memiliki sokongan moril dan politik dari seorang perempuan lain yang sama tangguhnya dengan dia, pemimpin partai merah, rasanya sulit seorang perempuan dan bukan orang partai bertahan di tengah tarik ulur politik yang didominasi para pria.

Beberapa kali, di hadapan perempuan ketua partai itu berkeluh dan ia diingatkan tentang bahayanya mundur dan posisinya diambil oleh kepentingan politik non profesional.

Kali ini pun, dia sepertinya angkat tangan, karena bagian privasi prioritasnya yang telah diserang, rumah dan keluarganya.

Keinginan mundur kesekian kali ini sebenarnya sudah menunjukkan nyalinya yang tinggi. Kita kelurangan perempuan cerdas dan bernyali seperti Sri Mulyani.

Sosok yang sekalipun keliru justru mudah dikritik dan masih bisa kita pertanyakan kebijakannya tanpa khawatir diserbu ribuan massa seperti dialaminya

Dengan segala kekurangan dan tudingan yang bisa diarahkan padanya, Sri Mulyani telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan meninggalkan banyak pelajaran kelak bagi yang berpikir.

Ia meninggalkan panggung untuk lebih mudah dinilai publik arahnya, dan ia kini bisa sejenak menata kembali hidup dan rumahnya dengan banyak berefleksi.

Termasuk belajar, untuk jangan pernah lagi mau bekerja pada sebuah pemerintahan yang tak berani menegakkan hukum dengan benar.

Belajar untuk berani menolak sikap politik yang menimbulkan tekanan ekonomi pada wong cilik. Sebab wong cilik itu tidak semua celik politik, dan dapat melahirkan sangkaan yang pelik.

Saya berharap, pergantian ini adalah pilihan sikap mundur Sri Mulyani. Bukan karena keputusan mengganti oleh Presiden. Berharap ini adalah buah keberanian melepas diri dari kelekatan yang membahayakan.

Saya ingat kembali bagian penting dari pernyataan Sri Mulyani yang mengutip pernyataan Romo Magnis dalam seminar nasional Jesuit beberapa waktu silam.

Tentang pentingnya etika dan menjaga negara dari tangan orang-orang jahat dan tak punya integritas.

Sebuah pesan penting yang tampaknya banyak dilupakan hari ini, dan cilakanya pula malah dilabelkan pada Sri. Label hasil framing media sosial yang direkayasa dengan jahat dan sistemik, serta ditelan mentah-mentah oleh publik yang tak paham dengan video hasil kecerdasan buatan.

Sekali lagi, terima kasih bu Sri. Telah melayani negeri ini dengan sebaik yang anda bisa. Anda adalah bagian dari lukisan besar sejarah bangsa, yang kelak akan dicerna dengan lebih jernih oleh generasi muda.

Selamat menepi dengan tenang di dalam hening dan semoga ada kesempatan bermenung. Sembari menguatkan diri untuk pengabdian lain di luar pemerintahan, seperti kembali mengajar di almamater misalnya. Kembali menghidupi nilai utama Veritas, Probitas, Iustitia!

Berita Terkait

Top