Dinkes: Separuh Klinik di Kalbar Beroperasi Tanpa Akreditasi

PONTIANAK – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Dr. Erna Yulianti, menyoroti dua isu krusial dalam layanan kesehatan di daerah, yaitu rendahnya tingkat akreditasi klinik dan pengelolaan limbah medis yang belum optimal.
Ia menegaskan bahwa seluruh klinik, termasuk klinik kecantikan, wajib terakreditasi untuk menjamin mutu dan keamanan layanan.
Pernyataan ini disampaikannya dalam sebuah diskusi kelompok terarah (FGD) mengenai pengelolaan limbah medis di Pontianak.
Menurut data Dinas Kesehatan, dari total 103 klinik yang beroperasi di Kalimantan Barat, baru sekitar 50 persen yang telah mengantongi akreditasi.
“Semua klinik wajib akreditasi. Akreditasi ini penting untuk memastikan pelayanan medis maupun edukasi kepada masyarakat dilakukan oleh tenaga yang kompeten,” tegas Erna.
Ia menjelaskan, tanggung jawab untuk mendorong dan mengawasi proses akreditasi ini berada di tangan pemerintah kabupaten/kota, selaku pemberi izin operasional.
“Kabupaten/kota harus memberikan peringatan kepada klinik yang izinnya akan habis. Jangan sampai perizinannya mati, tapi tetap beroperasi. Itu tidak boleh,” ujarnya.
Selain akreditasi, Dr. Erna juga memberikan perhatian serius terhadap pengelolaan limbah medis. Ia meminta pemerintah daerah untuk memperketat pengawasan, mengingat potensi bahaya yang ditimbulkan jika limbah medis tidak dikelola dengan benar.
“Limbah medis ini sangat berbahaya. Kalau sampai dibuang sembarangan, bisa mencemari lingkungan dan menimbulkan penyakit baru, bahkan berisiko bagi anak-anak yang tidak tahu bahaya benda tersebut,” jelasnya.
Erna menegaskan bahwa setiap klinik wajib memiliki sistem pengelolaan limbah yang aman dan sesuai standar sebagai salah satu syarat utama pendirian.
“Limbah medis tidak boleh masuk ke struktur tanah dan mencemari lingkungan. Ini harus benar-benar diperhatikan,” tegasnya.
Laporan: Marianus | Editor: Michael