Polri Harus Menumbuhkan Lagi Kepercayaan Masyarakat | Pranusa.ID

Polri Harus Menumbuhkan Lagi Kepercayaan Masyarakat


Penulis adalah Dr Jannus TH Siahaan. Pengamat Pertahanan dan Keamanan.

KOLOM– Terungkapnya kasus pembunuhan terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh mantan Irjen Ferdy Sambo sampai pada perkembangan kasusnya hari ini, membuat posisi Polri secara institusional semakin tidak mudah, bahkan cenderung semakin serba salah.

Pasalnya, kasus ini mendadak ter-framing, boleh jadi juga di-framing, sebagai tolak ukur utama atas kredibilitas dan reputasi Polri sebagai sebuah institusi selama ini, meskipun sejatinya tidaklah demikian.

Dengan kata lain, Polri hari ini terperangkap dalam dilema “nila setitik rusak susu sebelanga”.

Perkembangan semacam ini tentu kurang produktif untuk Polri secara institusional di satu sisi dan kurang positif untuk proses penegakan hukum di Indonesia di sisi lain.

Pengidentifikasian kasus terbunuhnya Brigadir J vis a vis langsung dengan reputasi, integritas, dan kredibilitas Polri sebenarnya sangatlah tidak proporsional dan kurang pada tempatnya, karena akan mendegradasi validitas proses hukum kasus tersebut secara keseluruhan di satu sisi dan integritas Polri secara institusional di sisi lain.

Bagaimana mungkin Polri secara kelembagaan bisa memproses kasus ini dengan baik dan benar, jika kepercayaan publik terhadap Polri di sana sini justru terus menerus dikerdilkan dan dilemahkan.

Bagi Polri secara institusional maupun Kapolri secara personal, di sinilah tantangan awalnya, sebelum masuk kepada proses teknis pengungkapan kasus yang sesuai dengan aturan yang berlaku.

Mengapa? Karena proses pengungkapan kasus akan selalu diragukan oleh publik mengingat wacana-wacana tandingan yang datang dari berbagai pihak dan cenderung konfrontatif terhadap proses pengungkapan kasus justru berseliweran begitu saja di ruang publik.

Di satu sisi, hal tersebut memang cukup bisa dipahami. Di saat kepercayaan publik mulai turun tehadap Polri, maka publik akan mencari alternatif sumber kebenaran lainnya yang bisa dijadikan pegangan atau rujukan. Tapi di sisi lain, justru karena faktor penurunan kepercayaan tersebutlah mengapa Polri sebaiknya bergerak pada dua arah strategis sekaligus.

Pertama, terus berusaha menghadirkan proses pengungkapan kasus secara transparan sesuai kaidah penegakan hukum yang berlaku. Dan kedua, terus menghadirkan Polri secara institusional sebagai institusi penegak hukum yang terpercaya (bukan pihak lain), tidak hanya terkait kasus terbunuhnya Brigadir J, tapi juga atas semua kasus yang berada di dalam jurisdiksi Polri.

Dengan lain perkataan, memastikan bahwa institusi Polri sebagai sumber informasi yang selayaknya dijadikan acuan oleh publik sangatlah penting, sejalan dengan memastikan proses hukum atas kematian Brigadir J.

Contoh paling nyata dan efektif yang dilakukan Polri adalah ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR pada Rabu (24/8), dengan tegas menyatakan bahwa video temuan tumpukan uang dolar yang beredar dan di-framing sebagai uang temuan di salah satu rumah Irjen Ferdy Sambo adalah hoaks.

Kapolri ketika itu tidak saja membantah keterkaitan video temuan uang dolar tersebut dengan kasus Irjen Ferdy Sambo, tapi juga dengan tegas menyampaikan hasil penyelidikan Polri bahwa video tersebut sebenarnya terjadi di Amerika Serikat, bukan di Indonesia.

Hasilnya ternyata sangat luar biasa. Bantahan sederhana tersebut berhasil menghentikan peredaran hoaks soal dugaan temuan uang di salah satu rumah mantan Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo hingga hari ini. Apa artinya? Artinya adalah bahwa pertama, pergumulan Polri dalam merebut kembali kepercayaan publik tidak saja berada di ranah pengungkapan kasus, tapi juga berada pada kemampuan Polri secara institusional dalam mengungkap kebohongan dan menepis rumor yang beredar.

Dan kedua, Polri semestinya tidak hanya bergerak secara konvensional melalui Divisi Humas Polri, tapi akan sangat kuat aksentuasinya jika Kapolri alias pucuk kepemimpinan institusi Polri yang langsung berbicara untuk hal-hal tertentu yang dianggap strategis guna menepis aneka rumor berbahaya.

Keberanian Kapolri untuk melangkah sejauh ini sebenarnya terbukti memunculkan kepercayaan publik yang cukup tinggi kepada Kapolri secara personal, tapi belum sepenuhnya kepada Polri secara institusional. Dan menjadi tugas Kapolri untuk menggiringnya sesegera mungkin kepada ranah institusional, agar berimbang di satu sisi dan agar proses penegakan dan pengungkapan kasus Brigadir J mendapat legitimasi publik di sisi lain.

Bahkan jika diperlukan, Kapolri sebaiknya sering-sering muncul di hadapan publik untuk menepis berbagai rumor yang menyudutkan institusi yang dipimpinnya. Mengapa? Karena seperti kata filsuf empirisme di bidang moral dan politik yang juga seorang advokat alumni Oxford Inggris, yaitu Jeremy Bentham, “All government is a trust. Every branch of government is a trust, and immemorially acknowledged to be so”.

Artinya, memang sudah semestinya kepercayaan publik tidak saja kepada sosok yang memimpin satu institusi pemerintahan, dalam hal ini Polri, tapi juga kepada institusinya.

Nyatanya memang begitulah semestinya. Dan lebih dari itu, kepercayaan publik tidak saja untuk Kapolri secara personal dan Polri secara institusional, tapi jauh lebih luas dari itu, yakni untuk kemaslahatan publik.

Polri dan polisi memang harus dihadirkan untuk tegaknya hukum yang menjadi syarat mutlak keberlangsungan kemaslahatan publik, bukan untuk tujuan yang lain.

“Government is a trust, and the officers of the government are trustees; and both the trust and the trustees are created for the benefit of the people,” kata Henry Clay, negarawan dan seorang jaksa terkenal di Amerika Serikat. Semoga.

Editor: Bagas R

Artikel ini juga telah tayang di Kompas.com dengan judul “Polri Harus Segera Merebut Kembali Kepercayaan Publik”, Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/09/04/06521071/polri-harus-segera-merebut-kembali-kepercayaan-publik.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top