Blak-blakan Faisal Basri Soal Ekonomi dan Subsidi RI di Era Jokowi | Pranusa.ID

Blak-blakan Faisal Basri Soal Ekonomi dan Subsidi RI di Era Jokowi


Ekonom senior Faisal Basri. (Net)

PRANUSA.ID — Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menjelaskan masalah ekonomi Indonesia hingga kebijakan subsidi yang di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Faisal menuturkan sebetulnya ekonomi RI tidak buruk dan jauh dari resesi. Hanya saja, terjadi perlambatan. Terlebih lagi, ia menilai kualitas ekonomi Indonesia menurun sejak di bawah kepemimpinan Jokowi.

“Istilahnya bukan mengalami kemerosotan, tapi deselerasi (perlambatan) itu yang cocok. Pertumbuhan ekonominya melambat, padahal Jokowi kerja, kerja, kerja. Tapi kok kerjanya hasilnya begini? Karena kerjanya gak mutu,” katanya, Jumat (6/1).

Pada kesempatan itu, ia juga mengritik beberapa wacana kebijakan subsidi yang akan dilakukan pemerintah. Mulai dari subsidi beli kendaraan listrik, tarif KRL hingga pembelian LPG yang harus menyertakan KTP agar tepat sasaran.

Berikut hasil wawancara lengkap dengan Faisal Basri soal ekonomi dan kebijakan subsidi era Jokowi:

Bagaimana pandangan Anda atas kondisi ekonomi Indonesia terkini?

Saya mencoba mengurangi subjektivitas. Jadi ini prediksi dari IMF ya, (sambil menunjukkan data ekonomi dunia, di mana warna merah menunjukkan kondisi sangat buruk, merah muda buruk, biru muda cukup bagus, dan biru tua itu bagus).

Kita lihat Indonesia di biru muda, gak bagus banget tapi biru muda. Biru muda ini adalah sinyal ekspansif, merah sinyal kontraksi. Data ini sudah berlaku, sampai Oktober 2022 Indonesia gak pernah merah, ekspansif walaupun tidak se-spektakuler Arab Saudi, Arab kan dapat rezeki nomplok, harga minyak naik gila-gilaan. Itu satu.

Lalu soal resesi, jadi resesi itu bukan ada atau tidak, melainkan probabilitasnya tinggi atau rendah? Anda bisa lihat Indonesia 3 persen kemungkinannya.

Yang menjadi pertanyaan, dunia ini akan resesi atau tidak? Kata Jokowi kan dunia akan resesi. Tapi kalau melihat kemungkinan resesi itu di 2021, karena covid, indeksnya 55, sekarang memang naik, tapi separuh dari ini.

Jadi kemungkinan resesi dunia itu relatif kecil, jauh lebih kecil dibandingkan kemungkinan akibat covid.

Kalau melihat prediksinya, pada Januari itu (kemungkinan dunia resesi) 4,4 persen, angka itu turun pada April menjadi 3,6 persen. Juli prediksi itu turun lagi jadi 3,2 persen, Oktober masih sama angkanya. Tahun ini, 2023, turun memang hanya 2,7 persen. Kan tidak resesi dunia.

(Pemerintah) Indonesia bilang dunia resesi melulu itu untuk menjustifikasi kedaruratan. Dari berbagai indikator, Indonesia tidak separah itu. Indonesia hijau indikatornya yang artinya cukup bagus.

Saya gak bilang sehat, jadi ekonomi Indonesia itu kemungkinan resesinya kecil kalau misalnya sudah 55, sekarang kan Indonesia 3, kalau 55 baru darurat, loncengnya bunyi.

Ekonomi itu simple, Anda gak usah jadi ekonom untuk memahami ini. Ekonomi ada di kehidupan kita sehari-hari. Anda merasakan ada yang merosot tajam dalam ekonomi Indonesia? Kan terasa jadi misalnya waktu krisis dulu, susu hilang dari pasar. Terus angka pengangguran naik. Terus banyak perusahaan bangkrut, PHK.

Ada PHK di IT-IT itu, tapi anda bisa lihat dari sini, ini kelihatan semua kok PHK ada. Tapi Anda beritakan? wartawan memberitakan? Ada perusahaan baru menyerap tenaga kerja 10 ribu, ada di berita? Gak ada.

Di berita adanya PHK melulu. Memang ada PHK, tapi di saat yang sama ada perusahaan baru yang menyerap lebih banyak sehingga angka pengangguran turun. (Menunjukkan angka pengangguran) 2022 turun lagi jadi 5,8 persen.

Saya gak bilang gak ada masalah. Masalah terjadi karena lapangan kerja yang tercipta makin gak berkualitas.

Tadinya misalnya saya kerja di pabrik kemudian saya dipecat. Saya kerja ngojek. Kan gak sepadan dengan pendidikan kita. Artinya, jadi pekerja informal, kualitas hidup turun. Ya itu yang terjadi. Nih, pekerja informalnya naik terus dari 56, 57, hingga 60 persen, jadi lapangan kerja yang tercipta semakin tidak berkualitas.

Kedua, angka pengangguran usia muda naik, padahal muda kan tenaganya kenceng. Tapi kita gagal memanfaatkan anak muda untuk menjadi orang produktif karena kita gagal menciptakan lapangan kerja yang bermutu. Ini Angkatan kerja dari 17 persen pada 2019, sekarang udah 19 persen, itu sinyal jelek untuk ekonomi, jadi tidak baik-baik saja ekonomi kita.

Jadi selama era Jokowi ekonomi bisa dibilang terkendali?

Kan kalau resesi itu pertumbuhannya minus. Resesi itu ekonomi merosot. Di era Jokowi gak pernah terjadi ekonomi merosot.

Saya tunjukan (menunjukan data), jadi katanya kita ingin keluar dari perangkap negara pendapatan menengah, kalau begini kita akan terperangkap. Kita tidak bisa jadi negara maju karena di era Jokowi pertumbuhan ekonomi melambat terus.

Era Jokowi kedua pertumbuhannya hanya 3,5 persen, nah akibatnya apa kalau pertumbuhannya rendah? Penciptaan lapangan kerjanya terbatas. Kan kegiatan ekonomi harus marak. Nah itu dia tadi, gak mutu lagi lapangan kerjanya. Kok yang disalahkan investasi. Investasinya udah gede, masalahnya investasinya gak mutu.

Jadi kita juga harus adil, gak benar kalau di era Jokowi ekonomi Indonesia merosot. Gak benar. Istilahnya bukan mengalami kemerosotan, tapi deselerasi itu yang cocok.

Pertumbuhan ekonominya melambat, padahal Jokowi kerja, kerja, kerja. Tapi kok kerjanya hasilnya begini? Karena kerjanya gak mutu.

Mudah-mudahan saya adil ya. Bukan dilandasi kebencian, enggak. Saya bukan atas kebencian, enggak. Saya diundang pernikahan anaknya Jokowi, saya datang. Jadi bukan atas dasar kebencian. Karena kita dosa kalau atas dasar kebencian.

Apakah berarti bisa dibilang cukup baik ekonominya di era Jokowi ini?

Enggak juga, kalau ini jalan terus bahaya.

Contohlah seperti ekspor, kan naik luar biasa, surplusnya naik terus. Bayangin nih dari defisit di era Jokowi, ekspornya lebih banyak dari impor. Surplusnya naik dari 21, 35, 50,6 persen ini baru sampai November 2022, ekspor nya naik 28 persen. Gila ga?

Tapi lihat ekspor yang naik apa? Batu bara naiknya 90 persen 2021, CPO 58 persen, nikel 95 persen. Harusnya rupiah menguat. Tapi ekspor ini dolarnya gak masuk ke Indonesia, ini 100 persen ke China.

Diekspornya ke China, kalau Freeport kan ada milik Indonesianya 51 persen. Kalau China kita perbolehkan 100 persen, siapa yang goblok?

Mana yang lebih strategis, tembaga atau nikel? Sekarang nikel kan. Katanya proyek strategis nasional, oleh karena itu negara harus hadir dan diwakili BUMN karena itu kita ambil alih Freeport, tapi tidak ada satupun perusahaan China ada BUMN yang masuk? Ini gak apa-apa saya bilang goblok.

Kenapa Indonesia tidak berani ambil alih perusahaan dari China itu dalam urusan pengolahan nikel?

Siapa yang memutuskan kenapa China boleh suka-suka gitu? “Eh China kamu kalau bangun (smelter) di China, beli nikelnya 80, kalau bangun di sini saya kasih 30”, siapa yang mutusin itu? Saya kasar kalau soal nikel, saya bilang bodoh.

Terkait wacana subsidi beli kendaraan listrik, untuk mobil Rp80 juta dan motor Rp8 juta demi mendorong penggunaan energi bersih, seperti apa tanggapan Anda?

Masyarakat didorong oleh pemerintah untuk punya mobil listrik. Nah mobil listriknya pakai PLN, PLN pakai pembangkit batu bara. Kontribusi sih (untuk energi hijau) dibandingkan yang lain (kendaraan listrik) gak ngeluarin asap.

Cuma caranya gak elok, Rp80 juta itu gila. Keluar buat kendaraan listrik. Jadi gini loh, jangan disubsidi tapi mekanismenya fiskal, perpajakan, jadi buat mobil listrik tidak dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) saja.

Ya kurang apa lagi? Istilahnya Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban. Nikmat mana lagi yang hendak kamu dustakan? karena pemainnya itu Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan), Luhut Panjaitan (Menko Marinves) ada di situ (bisnis kendaraan listrik) konflik kepentingan.

Ah gila, terus dikasih fasilitas lagi mobil listrik ini bebas ganjil genap. Sudah banyak. Sudah dikasih keistimewaan. Kalau taksi listrik tidak perlu antre di Bandara Soekarno Hatta ada tempat khusus. Ini dikasih lagi Rp80 juta. Jadi para pejabat oligarki ini kerjanya impor mobil listrik itu untuk dapat subsidi itu.

Subsidi kan untuk mobil yang diproduksi di Indonesia?

Yang dibangun di Indonesia? yang dibangun Moeldoko itu apa? Semua dari China di sini di-assembling. Mana ada pabrik mobil listrik di sini, assembling adanya.

Mengenai tarif KRL yang kan dibedakan antara masyarakat kaya dan kurang mampu, Bapak melihat ini seperti apa?

Melihatnya gak bisa kotak-kotak gitu, gak bisa kemenhub itu. Jadi sekarang ini tujuan akhirnya adalah menurunkan emisi.

Jadi sumber polusi dari kendaraan itu adalah termasuk yang terbesar dan kita komitmen dengan dunia internasional untuk menurunkan emisi rumah kaca supaya kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat.

Cara untuk menurunkan emisi itu adalah penggunaan kendaraan pribadi harus dikurangi, tidak dirangsang. Keuntungan ekonominya luar biasa karena sudah dihitung ongkos kemacetan itu puluhan triliun ditambah polusinya.

Oleh karena itu cara terbaik, paling efektif dan inklusif adalah dengan menyubsidi transportasi umum. Kalau orang kaya, kalau Menteri, CEO, gak bakal naik KRL. KRL itu apa sih yang ada di Jakarta itu? KRL itu adalah menyambungkan dari pemukiman di Depok, di mana-mana, segala macam itu ke pusat kota, sehingga mereka tidak naik kendaraan pribadi.

Kalau para menteri, para eksekutif kan rumahnya di Gatot Subroto itu, komplek menteri di Kuningan, di Pondok Indah, tidak ada keretanya. Jadi, sekaya-kayanya orang yang naik KRL itu gak ada orang kaya.

Pada umumnya adalah kelas menengah ke bawah, mahasiswa, karyawan, Anda bisa lihat. Kalau orang kaya gak mau umpel-umpelan. Lalu nanti bagaimana caranya Kemenhub bedakan orang kaya dan miskin?

Di sisi lain, semakin banyak orang naik kendaran pribadi, semakin besar subsidi BBM nya. Padahal PSO untuk kereta api itu gak sampai Rp10 triliun. Subsidi BBM berapa ratus triliun? Gak bener ini cara berpikirnya.

Kalau begitu bapak melihatnya seperti apa, mengapa bisa keluar wacana kebijakan itu dari Kemenhub?

Dugaan saya ya, biar APBN cukup dulu. Nah di APBN kita itu belanja makin banyak, untuk ibu kota baru, untuk suntik BUMN yang rugi, segala macam itu. Sementara pendapatannya berkurang, relatif ya, pendapatan sih naik tapi kenaikan belanja itu lebih cepat daripada pendapatan, jadi defisitnya naik.

Nah boleh jadi setiap kementerian diminta untuk menekan PSO sekecil mungkin, untuk alokasi yang lain. Saya yakin Kemenhub itu semangatnya sama seperti saya. Tapi karena tekanan, dicari mana nih buat dikurangi, terus dia mesti menaikkan PNBP, ada target setiap kementerian itu meningkatkan PNBP.

Jadi wacana pembedaan tarif KRL ini gak tepat?

Gak tepat terlalu halus, ini menyesatkan.

Sumber: CNNIndonesia.com

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top