Anggota DPD RI Sorotoi Fenomena ASN Non-lokal Pindah ke Luar Papua | Pranusa.ID

Anggota DPD RI Sorotoi Fenomena ASN Non-lokal Pindah ke Luar Papua


Ilustrasi ASN. (Tribun)

JAKARTA – Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menyoroti fenomena maraknya perpindahan pegawai negeri sipil (ASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) nonlokal dari Papua ke daerah lain. Menurutnya, praktik yang seringkali dilakukan tanpa prosedur resmi ini telah menyebabkan kekosongan serius pada formasi tenaga pendidik dan tenaga kesehatan di Tanah Papua.

Filep meminta pemerintah pusat bertindak tegas terhadap para ASN yang meninggalkan tempat tugasnya.

“Seorang pejabat daerah di Papua menyampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir banyak guru dan dokter yang direkrut melalui jalur kontrak, PPPK. Hingga diangkat sebagai PNS,” kata Filep saat berbincang dengan Pro3 RRI, Jumat (17/10/2025).

Ia memaparkan modus yang sering digunakan. Para ASN nonlokal ini awalnya mendaftar di Papua untuk memanfaatkan kuota formasi nasional. Bahkan, tidak sedikit yang diduga menggunakan kartu keluarga (KK) daerah Papua hanya untuk meloloskan diri dalam seleksi.

Setelah lulus dan diangkat, mereka segera mencari cara untuk kembali ke daerah asal dengan berbagai alasan, mulai dari faktor keluarga, keamanan, hingga menggunakan pendekatan politik.

“Jadi, awalnya mereka mengajukan penempatan di Papua dengan memanfaatkan sistem rekrutmen nasional yang terbuka. Setelah lulus dan diterima, mereka kembali ke daerah asal dengan alasan yang beragam, akibatnya, posisi penting di Papua menjadi kosong,” ujarnya.

Filep menilai, kondisi ini bisa terus terjadi karena lemahnya pengawasan dari pemerintah pusat, terutama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), serta tidak adanya sanksi yang tegas.

Ia pun mendesak agar pemerintah tidak lagi menoleransi praktik “curang” tersebut.

“Harus ada tindakan tegas. Kalau mereka pindah tanpa prosedur, pilihannya hanya dua: tetap bekerja di Papua sesuai penempatan, atau diberhentikan. Masih banyak orang lain yang siap menggantikan posisi itu,” ujarnya.

Menurut Filep, fenomena ini sangat merugikan pembangunan sumber daya manusia di Papua. Banyak sekolah dan fasilitas kesehatan yang kekurangan pegawai karena ASN nonlokal tidak bertahan lama.

Ia juga mengungkapkan bahwa persoalan ini sudah berulang kali dilaporkan oleh para pimpinan daerah di Papua ke kementerian terkait, namun belum ada langkah konkret dari pusat.

“Pimpinan-pimpinan di daerah sudah sering menyampaikan hal ini ke kementerian terkait. Namun, tindakan dari pusat belum terlihat, mungkin karena ada faktor rekomendasi politik atau kekuasaan tertentu,” ucapnya.

Filep berharap pemerintah pusat dapat memastikan setiap ASN yang diterima melalui formasi di Papua benar-benar memiliki komitmen moral dan profesional untuk mengabdi sesuai penempatannya.

“Kalau mau membangun Papua, ya bangun di Papua. Jangan hanya memanfaatkan formasi, lalu pergi. Ini soal tanggung jawab moral dan profesional,” ujarnya.

Laporan: Marianus 

Berita Terkait

Top