Mulai Januari 2021, Pembukaan Sekolah Tatap Muka Diserahkan ke Daerah | Pranusa.ID

Mulai Januari 2021, Pembukaan Sekolah Tatap Muka Diserahkan ke Daerah


Ilustrasi Sekolah Tatap Muka

PRANUSA.ID- Dilansir dari Antara, aturan perkuliahan tatap muka pada perguruan tinggi, saat ini sedang disusun oleh Ditjen Dikti. 

Melalui aturan tersebut, maka pembelajaran tatap muka tidak hanya untuk jenjang PAUD hingga SMA/SMK tetapi juga perguruan tinggi.

Pemerintah memberikan keleluasaan pada Pemda untuk melakukan pembelajaran tatap muka mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021. 

Pembelajaran tatap muka dapat dilakukan secara serentak atau bertahap per wilayah kecamatan dan atau desa atau kelurahan. 

Nadiem menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka dapat dilakukan dengan syarat mendapat izin dari tiga pihak yakni Pemda, kepala sekolah dan komite sekolah dan juga orang tua.

Sekolah juga harus memenuhi daftar periksa. Enam daftar periksa yang harus dipenuhi yakni ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih dan layak serta sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau penyanitasi tangan), mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan masker, memiliki thermogun, memiliki pemetaan warga satuan pendidikan (yang memiliki komorbid tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang aman, dan riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko yang tinggi), dan mendapatkan persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali.

Kondisi kelas dengan jarak antarsiswa minimal 1,5 meter, jumlah maksimal peserta didik per ruang kelas PAUD sebanyak lima siswa, pendidikan dasar dan menengah sebanyak 18 siswa, dan SLB sebanyak lima siswa.

Jadwal pembelajaran juga dilakukan dengan sistem bergiliran yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan. Selain itu peserta didik dan tenaga pendidik wajib menggunakan masker kain tiga lapis atau masker bedah, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, menjaga jarak minimal 1,5 meter dan tidak melakukan kontak fisik, dan menerapkan etika batuk atau bersin.

“Kita pastikan bahwa kondisi medis warga satuan pendidikan yang punya komorbiditas tidak boleh melakukan tatap muka, tidak boleh datang ke sekolah kalau mereka punya komorbiditas karena risiko mereka jauh lebih tinggi,” tegas Nadiem.

Kemudian, tidak diperkenankan kegiatan-kegiatan yang berkerumun artinya kantin diperbolehkan beroperasi, kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan untuk dilakukan.

Selain pembelajaran tidak ada lagi kegiatan selain kegiatan belajar-mengajar seperti orang tua tidak boleh menunggu siswa di sekolah, istirahat di luar kelas, pertemuan orang tua dan murid itu tidak diperbolehkan.

Oleh karena itu pemantauan dari Pemda, dinas, gugus tugas daerah penting untuk memastikan protokol terjaga. Pemangku kepentingan harus mendukung hal itu dapat terlaksana. 

Tuai Kritik dari KPAI

Sementara itu, Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai penyerahan keputusan pembukaan proses belajar secara tatap muka pada Januari 2021 ke pemda menandakan pemerintah pusat seolah lepas tanggung jawab. 

“Menyerahkan kepada Pemerintah Daerah tanpa berbekal pemetaan daerah dan sekolah yang dapat dikategorikan siap dan belum siap, menurut saya bentuk lepas tanggung jawab,” ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam keterangannya, Sabtu, 21 November.

Rento mengatakan dalam penanganan permasalahan ini pemerintah pusat lebih baik mengambil keputusan untuk bekerja sama dengan Pemda. 

Sehingga, jika nantinya ada permasalahan baru di balik penerapan keputusan itu dapat diselesaikan dengan baik.

“Seharusnya bukan diserah Pemda, akan tetapi dibangun sistem informasi, komunikasi, koordinasi dan pengaduan yang terancana baik. Sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat bersinergi melakukan persiapan buka sekolah dengan infrastruktur dan protocol kesehatan/SOP Adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolah,” sambungnya.

 

(Kris/Pranusa)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top