Pakar Asing Wanti-wanti Situasi Demokrasi dan HAM Indonesia jika Prabowo Presiden | Pranusa.ID

Pakar Asing Wanti-wanti Situasi Demokrasi dan HAM Indonesia jika Prabowo Presiden


FOTO: Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Laporan: Severinus THD | Editor: Bagas R.

PRANUSA.ID — Sejumlah pakar asing menyampaikan kekhawatiran mereka atas situasi demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia apabila calon presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto memenangkan pemilihan presiden (pilpres) 2024 dan terpilih menjadi presiden RI.

Kekhawatiran itu datang dari Analis Senior Asia Tenggara di perusahaan intelijen risiko Verisk Maplecroft, Laura Schwartz.

“Kekhawatiran (tentang kepresidenan Prabowo) akan fokus pada potensi peningkatan tindakan tidak bebas karena ia sebelumnya pernah mendorong untuk menghapus batas masa jabatan presiden, mengakhiri pemilihan presiden langsung, dan membatasi perlindungan hak asasi manusia,” kata Schwartz, dikutip Pranusa.ID dari CNN Indonesia, Selasa (20/2/2024).

Menurut Schwartz, jika hal itu terjadi, reputasi Indonesia tentu akan rusak dan RI bakal kehilangan kendalinya untuk “menarik investasi asing.”

Sementara itu, sebelumnya, pakar dari Council on Foreign Relations (CFR) Joshua Kurlantzick juga menyampaikan prediksinya tentang demokrasi Indonesia yang akan hancur di bawah kepemimpinan Prabowo.

“Dia (Prabowo) bisa menghancurkan demokrasi Indonesia dan memerintah seperti populis otoriter Jawa sebagai presiden,” tulis Kurlantzick dalam artikel CFR yang dirilis pada Senin (12/2/2024).

Menurutnya, Prabowo memiliki hubungan dekat dengan angkatan bersenjata dan pernah menampilkan dirinya sebagai “pemimpin dari masa lalu yang otokratis dan dinasti Indonesia.”

Semua klaim itu disampaikan Prabowo sebelum ia mengampanyekan dan mencitrakan diri sebagai “kakek gemoy”, seorang pemimpin yang lembut dan lucu.

Namun, Kurlantzick mengatakan, citra itu tidakĀ  bakal menghilangkan kritik dan tuduhan yang dialamatkan kepada Prabowo terkait tudingan atas keterlibatannya dalam penculikan aktivis pada 1998 silam.

Ia mengatakan, Prabowo juga dipercaya menjadi dalang dalam sejumlah pembantaian di Timor Leste pada 1983.

Kurlantzick kemudian mengungkap wawancara Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert Gelbard, di sebuah radio Australia yang menggambarkan Prabowo sebagai seseorang yang mungkin melanggar HAM terbesar di zaman kontemporer di kalangan militer Indonesia.

Selain itu, Joshua Kurlantzick mengingat Prabowo pada kampanye pemilu sebelumnya yang mencitrakan diri sebagai seorang populis dan memfitnah kelompok minoritas.

Ia juga mengingat Prabowo yang pernah berusaha menghilangkan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di Indonesia. Kurlantzick mengatakan, pada 2014, Prabowo pernah mendorong rancangan undang-undang (RUU) Pilkada yang menyerahkan pemilihan kepala daerah kembali ke tangan DPRD. (*)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top