Perspektif Adil dan Khilafatul Muslimin | Pranusa.ID

Perspektif Adil dan Khilafatul Muslimin


Ilustrasi.

Oleh: Thom Sembiring
Direktur Eksekutif Jangkar Nusantara ¦ (Gerakan Virtual Revitalisasi Pancasila).

KOLOM– Penangkapan pimpinan gerakan Khilafatul Muslimin baru-baru ini terlihat makin dibesarkan di media. Berbagai langkah mulai dari pemeriksaan tokoh di Jakarta, penangkapan khalifahnya yang dikaitkan teror masa lalu, penggeledahan kantor pusat di Lampung dengan barang bukti dokumen berkaitan NII, hingga terakhir expose temuan Rp2 miliar pun jadi sorotan besar.

Khusus yang terakhir ini terlihat dibuat efek penasaran pada publik. Meski sebenarnya Rp2 miliar semestinya angka yang wajar pada satu gerakan yang sudah kadung besar.

Kadung besar ini yang jadi catatan kritis pada aparat intelijen dan keamanan kita. Mengapa demikian? Karena gerakan ini sudah lama ada dan bahkan sempat mengadakan pertemuan akbar di Jakarta meski dihalangi oleh negara.

Saya sendiri beberapa tahun lalu, sempat berdialog dengan anggota gerakan ini dan mengenalkan sedikit sisi lain Jakarta pada mereka yang datang dari jauh demi pertemuan mereka yang gagal itu. Kebetulan mereka dan saya ada di seputaran Monas kala itu. Saya bahkan masih sempat mengajak dan mengenalkan bis Trans Jakarta hingga menemani mereka ke stasiun sebagai bagian dari keramahan standar anak bangsa.

Saya masih ingat wajah polos dan ramah mereka. Menggali sedikit perbedaan mereka dan HTI yang memiliki tawaran sistem yang sama. Tidak menghakimi, tidak menuding, dan berusaha menunjukkan sikap adil saya sebagai pendukung setia Pancasila. Begitu saya menunjukkan nilai Pancasila dengan sikap baik menemani bahkan mengenalkan mereka sisi ibukota yang lain saat mereka gagal ikut pertemuan dan harus jalan kaki dengan lelah di kota setelah sebelumnya berhari-hari menempuh jarak panjang dari barat Indonesia.

Tentu saja saat itu saya tidak mendebat alasan mereka tidak memilih Pancasila. Saya lebih memilih menunjukkan bagaimana sikap Pancasilais menghadapi perbedaan. Berbagi perspektif adil dari pemahaman saya berpancasila sekian dekade.

Lagi pula gerakan demikian umumnya punya mekanisme yang membuat anggotanya lebih percaya sungguh dengan apa yang organisasinya ajarkan sehingga bukan kapasitas saya mendebat. Apalagi ini berkaitan dengan ajaran spiritual keagamaan. Pikiran saya saat itu, pemerintah tentu sudah mengukur kapasitas gerakan ini.

Hanya sempat merasa gerakan ini unik. Sebab ini barangkali satu-satunya organisasi lokal pengusung ideologi khilafah yang tumbuh dalam negara Pancasila, made in Indonesia asli. Khalifahnya pun asli Indonesia dan pusatnya di Lampung pula.

Ketika hari ini riuh di pemberitaan dan tokohnya dijerat dengan berbagai dalil yang sebenarnya bisa dilakukan beberapa tahun lalu, saya baru merasa aneh. Aneh karena kalau dalilnya yang sekarang bisa digunakan, mengapa tak mengambil momen sejak beberapa tahun lalu saja? Apalagi pemerintah pernah bikin payung hukum pembubaran FPI dan HTI yang dinilai membahayakan negara.

Bagi saya ada dua indikasi dari peristiwa ini. Pertama, pemerintah sengaja membiarkan organisasi ini hingga dibungkam pada saat atau momen politik yang dianggap perlu menutup layar pemberitaan publik. Apa gerangan isu yang hendak ditutup berbarengan dengan hebohnya berita Nasi Padang Babi yang ga mutu itu?

Tesis kedua, pemerintah memang pada dasarnya lemah menjaga keamanan dan pertahanan negara. Lha wong sudah lama di depan mata kok baru diramaikan sekarang. Bayangkan dalam hitungan tahun berapa perkembangan anggotanya dan bagaimana orang menganggap gerakan ini sebuah gerakan normal saja sehingga layak diikuti.

Bagaimana mekanisme pembinaan organisasinya dari Kementerian terkait hingga aparat intelijen hingga kepolisian? Kok bisa bertahun-tahun dibiarkan tiba-tiba sekarang diramaikan. Tak ada alasan berbeda dari tahun sebelumnya, tak pula terdengar ada teror atau aksi kekerasan dari gerakan ini yang membuatnya layak dibungkam.

Bagi saya sebaiknya Menkopolhukam memperhatikan seriusnya hal ini. Bahwa ada andil negara membiarkan organisasi demikian muncul dan besar. Ada peran negara yang entah karena kelemahannya dari pusat hingga daerah, membuat banyak masyarakat kadung bergabung. Sama indikasi lemahnya dengan begitu banyak masyarakat ikut baiat organisasi lain yang dianggap tak pro NKRI di salah satu provinsi.

Lalu kalau sekarang ada aksi pembersihan gerakan ini oleh pihak keamanan, saya harap keadilan diberikan pada anggotanya yang sebenarnya berpikir bahwa ikut organisasi ini sebagai amalan atas ajaran iman mereka. Saya berharap anggotanya yang sebagian keluarganya dipercayakan pendidikannya pada lembaga milik gerakan ini, diberikan pendampingan dan bukan melulu tindak penangkapan.

Doa saya pada beberapa wajah belia yang turut jadi bagian gerakan ini karena pilihan orang tua mereka. Berharap keluarga mereka tak jadi target penangkapan karena saya tahu mereka tidak punya dosa hukum karena hukum negara ini sendiri yang membuat mereka bisa tumbuh meski dianggap ya melanggar hukum. Perspektif adil dan berpancasila mesti diterapkan dalam penegakan hukum yang sedang dijalankan.

Catatan ini sekaligus ajakan agar bijaksana memilih gerakan keagamaan. Jangan sampai sudah nyaman dan banyak berkorban amalan, tahu-tahu dianggap melanggar hukum oleh aparat keamanan. Syukur bila pemerintah lewat jajarannya hingga ke daerah dan aparat keamanan punya peran pembinaan rutin. Lebih mudah, ikuti gerakan keagamaan yang sejatinya ada dan terlibat membesarkan republik sejak dari sebelum merdeka hingga kini terus berkontribusi di era revolusi industri.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top