Pro dan Kontra di Gedung DPR Soal Vaksin Nusantara Gagasan Terawan

PranusaID March 11, 2021

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. (Dok. Gatra).

PRANUSA.ID– Dalam rapat yang berlangsung di Gedung DPR, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito membeberkan beberapa hal dalam penelitian Vaksin Nusantara. 

Menurutnya penelitian vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersebut tidak sesuai kaidah medis.

Di antaranya, terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.

“Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi,” kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu, 10 Maret.

Padahal, kata dia, setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subyek penelitian. 

Penny pun menegaskan, pengembangan vaksin nusantara harus melalui penelitian yang akurat. Khasiat vaksin juga harus dijelaskan dalam penelitian tersebut.

“Di dalam penelitian juga ada profil khasiat vaksin yang harus dijawab karena bukan hanya aspek keamanan saja, tapi di dalam tujuan sekunder adalah penelitian ini harus menunjukkan profil khasiat vaksin,” kata Penny.

“Karena apabila tidak menunjukkan potensi khasiat vaksin, maka untuk melanjutkan ke fase berikutnya tidak etchical karena merugikan subjek penelitian,” tandasnya.

Berbeda dengan Penny, anggota DPT justru mendukung vaksin temuan Terawan ini bisa dikembangkan. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo justru menuding Penny K. Lukito tidak independen. 

Tudingan itu menyusul upaya perizinan uji klinis II vaksin nusantara yang alot.

Rahmad menganggap vaksin nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto seolah dipersulit dalam prosesnya. Padahal hasil uji klinis fase I menunjukkan tidak ada efek samping serius yang terjadi terhadap para 30 relawan.

“BPOM tidak mungkin dipaksa, tidak boleh, dan UU mengatakan BPOM amanat rakyat untuk pengawasan obat. Hanya, kalau dari diskusi begono-begini dan temuan dari teman-teman kita saat rapat kerja di daerah, Semarang, bahwa ibu (Kepala BPOM Penny K. Lukito) tidak independen,” cecar Rahmad dalam agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu 10 Maret.

 

Laporan: Bagas R

Editor : Jessica C. Ivanny

Rekomendasi untuk Anda
Berita Lainnya
Kukuhkan 2.462 PPPK Paruh Waktu, Bupati Ketapang: Jadilah Agen Perubahan Daerah
KETAPANG – Pemerintah Kabupaten Ketapang resmi mengukuhkan 2.462 pegawai baru…
Harga Emas Galeri 24 dan UBS Kompak Melonjak, Tembus Rp2,5 Juta per Gram
JAKARTA – Tren positif harga emas kembali terlihat pada perdagangan…
Dugaan Pidana: KPK Endus 60 LHKPN Pejabat Terindikasi Korupsi
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap temuan mengejutkan…
Dunia Merugi Rp1.800 Triliun, 2025 Jadi Tahun Termahal Akibat Bencana Iklim
JAKARTA – Tahun 2025 tercatat sebagai salah satu periode dengan…
Sempat Dirawat, Nadiem Makarim Dinyatakan Sehat Jelang Sidang Kasus Chromebook
JAKARTA – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek),…
WhatsApp Image 2025-12-19 at 20.57.42 (1)
WhatsApp Image 2025-12-22 at 13.10.14
ChatGPT Image 23 Des 2025, 08.56.24
WhatsApp Image 2025-12-23 at 11.11.08