Rocky Gerung : Tidak Boleh Ada Threshold dalam Sistem Presidensial
PRANUSA.ID — Pengamat politik Rocky Gerung bersama pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar bersepakat akan melayangkan kembali gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Presidential threshold (PT) pada UU 7/2017 tentang Pemilu.
MK sebelumnya sempat menerima gugatan serupa pada 2018 lalu. Hal itu lantaran karena beberapa pihak menilai Presidential threshold akan membatasi ruang demokrasi terkait pasal 222 mengenai ambang batas pencalonan presiden 20 persen sehingga bertentangan dengan prinsip konstitusi.
Namun, MK menolak gugatan tersebut. Sejumlah pihak menilai keputusan tersebut bukanlah keputusan hukum, melainkan hanya keputusan politik karena tidak ada logika hukum dari putusan MK saat itu.
Untuk itu, Rocky Gerung menyebut MK seperti dikerangkeng dan terbelenggu oleh kepentingan kelompok tertentu. Padahal, seharusnya MK menjadi lembaga penegak demokrasi.
“MK itu otaknya di Istana diatur disana, kakinya dirantai di Senayan atau DPR, cuma tangannya aja dia itu yang bebas, bebas transaksi dan lainnya,” kata Rocky Gerung sebagaimana dikutip dari laman rmolbanten.com, Minggu (7/6/2020).
Rocky menilai tidak memerlukan threshold dalam sistem parlementer, sebab hanya akan membatasi partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi.
“Gak boleh ada threshold dalam sistem presidensial. Ikut kami mengujikan UU Pemilu soal threshold. Ini adalah gerakan yang mengharuskan karena ada masalah demokrasi, yang terjadi sekarang ini,” tandas dia. (Cornelia)