Sindir Nepotisme Jokowi, Hasto: Jadi Pejabat Strategis Harus Kenal Jokowi Sejak di Solo
Laporan: Severinus THD | Editor: Jessica C.
PRANUSA.ID — Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengaku partainya telah khilaf mendukung dan mencalonkan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 lalu.
Diketahui, PDIP mengusung Gibran bersama Teguh Prakosa pada Pilkada Solo 2020 lalu.
“Ya kami jujur saja khilaf ketika dulu ikut mencalonkan Gibran, karena kami juga di sisi lain memang mengakui terhadap kemajuan yang dilakukan Pak Jokowi,” kata Hasto dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu (30/3).
Hasto mengatakan, alasan PDIP mengusung Gibran saat itu karena melihat kepemimpinan ayahnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berhasil membawa kemajuan untuk Indonesia.
Namun, pihaknya menyadari bahwa ternyata kemajuan tersebut dipicu oleh beban utang pemerintah yang sangat besar. Ia kemudian membeberkan jumlah utang pemerintah yang hampir menyentuh 196 miliar dollar AS, dengan swasta dan BUMN yang hampir mencapai 220 miliar dollar AS.
“Ketika ini digabung, maka ke depan kita bisa mengalami suatu persoalan yang sangat serius,” ujarnya.
Ia juga menyindir praktik nepotisme yang dilakukan Presiden Jokowi pad saat menjabat sebagai Wali Kota Solo untuk mengisi jabatan strategis di pemerintahan.
“Di dalam penempatan jabatan strategis pun kami melihat untuk menjadi pejabat Indonesia itu harus kenal Pak Jokowi dulu di Solo, ini kan antimeritokrasi, apakah Solo betul-betul menjadi wahana penggemblengan,” tutur Hasto.
Dikutip dari Tribunnews, ada cukup banyak pejabat di posisi strategis yang sudah dekat dengan Jokowi sejak sama-sama bertugas di Solo.
Mereka adalah Menko Polhukam dan mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang menjabat sebagai Komandan Lanud Adi Soemarmo pada 2010-2011, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang pernah menjabat sebagai Komandan Distrik Militer 0735/Surakarta, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang merupakan Kapolres Kota Surakarta pada tahun 2011.
Hasto juga menyinggung nama mantan sekretaris pribadi Jokowi, Devid Agus Yunanto, yang kini digadang-gadang menjadi calon bupati Boyolali.
“Nepotisme itu kita lihat ternyata justru semakin telanjang di depan mata kita. Misalnya sekretaris Pak Jokowi, Devid, dicalonkan sebagai calon bupati di Boyolali, itu kan akan merebut basis dari PDI Perjuangan yang selama ini membesarkan,” ujar Hasto.
Ia lantas mengkritisi sikap Jokowi yang termasuk sebagai tindakan anti meritokrasi dan hukum.
Hasto menilai Jokowi telah melakukan abuse of power di sisa masa jabatannya di saat dirinya bahkan sebenarnya masih berstatus kader PDIP.
“Kenapa Pak Jokowi pada akhirnya memutuskan langkah untuk melakukan kecurangan masif melalui abuse of power dari presiden, dari hulu ke hilir, karena kita melihat beliau kan tahu persis kondisi PDI Perjuangan,” ujar Hasto.
Selain itu, Hasto juga mengkritisi pencalonan putra Presiden Jokowi sebagai cawapres Prabowo Subianto.
“Di tengah-tengah itu muncul suatu tampilan bagaimana seorang anak presiden yang batas usia belum mencukupi, wali kota juga baru dua tahun, kemudian mendapatkan suatu preferensi,” ucap Hasto.
Diketahui, Gibran pecah kongsi dengan PDIP setelah ia maju menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto. PDIP sendiri mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Pilpres 2024. (*)