Akhiri Perdebatan Istilah Mudik dan Pulang Kampung

pranusa.id May 9, 2020

Ilustrasi. Sumber : Joss.co.id

KOLOM- Ruang publik masih saja dihiasi dengan perdebatan bertemakan istilah mudik dan pulang kampung. Perdebatan tersebut muncul setelah Jokowi membedakan konteks orang mudik dan pulang kampung ketika diwawancara oleh Najwa Sihab beberapa waktu yang lalu.

Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memang sebenarnya mudik dan pulang kampung memiliki pengertian yang sama.

Namun, menurut penulis, kita harusnya tidak perlu memperdebatkan istilah tersebut. Selain sebenarnya dua kata tersebut dapat dilihat dari sudut pandang semantik, ada permasalahan konkrit yang harusnya menjadi fokus utama dibandingkan mempersoalkan istilah kata.

Perdebatan istilah mudik dan pulang kampung ini tak ubahnya sekedar mengangkat sisa perseteruan antar kelompok pendukung yang berbeda pilihan saat masa Pilpres, dimana jika ada tokoh mengeluarkan kata atau kalimat yang dirasa multitafsir, langsung diangkat menjadi topik debat yang menurut penulis sering tidak substansial.

Pada takaran ini, harusnya kita melihat kondisi yang lebih kompleks untuk didiskusikan.

Saat ini, kita memasuki budaya mudik tahunan di negri ini kala menjelang lebaran. Bedanya, kali ini kita berada dalam situasi wabah COVID-19.

Sudah semestinya menjadi kekhawatiran bagi kita bersama bahwa proses arus mudik berpotensi pada penyebaran virus COVID-19 secara masif dan besar – besaran.

Apalagi mengingat jumlah pemudik setiap tahun selalu menunjukkan angka yang fantastis. Tahun lalu saja,
pemudik asal Jabodetabek pun diperkirakan berjumlah 14,9 juta. Luar biasa besar dan yang agak membuat hati tegang adalah status seperti kota Jakarta yang saat ini menjadi episentrum.

Oleh karena itu, memang perlu ada langkah penting untuk mencegah penyebaran virus corona. Jangan sampai, para pemudik utamanya dari kawasan zona merah seperti Jakarta justru membawa oleh – oleh berupa virus corona untuk keluarga dan tetangga di kampung. Maka, kebijakan Jokowi untuk melarang mudik semestinya kita dukung.

Namun, ada catatan penting terkait kebijakan ini. Yakni, meskipun Jokowi membedakan antara konteks mudik dan pulang kampung, tapi tetap saja sebenarnya untuk pelarangan harus diarahkan untuk dua konteks tersebut.

Selain untuk memutus rantai corona secara komprehensif, alasan paling jelas karena di lapangan akan sangat sulit dibedakan antara orang yang memang mudik dan orang yang pulang kampung karena kehilangan pekerjaan.

Maka, pemerintah harus siap sedia melakukan analisis untuk mencermati dampak dari larangan mudik total ini, terutama yang paling terasa adalah mereka yang ingin pulang kampung karena kehilangan pekerjaan.

Mereka harus mendapat bantuan tanpa putus selama wabah pandemi seperti sembako dan uang dalam jumlah tertentu untuk paling tidak membayar uang sewa tempat tinggal.

Apabila pemerintah tidak menyediakan bantuan yang mencukupi, maka jangan heran juga orang – orang itu akan mencari cara agar bisa pulang kampung. Mulai dari nyelinap di bagasi bus dan lain – lain.

Meskipun di kampung tidak menjamin mereka mendapat pekerjaan, setidaknya di sana mereka hidup bersama keluarga. Sehingga, ada yang menopang dan membantu ketika menghadapi kesulitan tempat tinggal dan makan.

Hal tersebut benar – benar harus dipikirkan pemerintah. Artinya, tidak hanya sekedar melarang tapi juga berusaha membantu memenuhi kebutuhan hidup selama masa pandemi di perantauan.

Momen seperti ini pun bisa menjadi implementasi nilai gotong royong yang sebenarnya warisan turun temurun bangsa ini.

Bagi yang memang mampu, ketimbang menghabiskan waktu dan kuota internet untuk memperdebatkan istilah mudik dan pulang kampung, lebih baik sisihkan sesuatu agar bisa membantu menopang masyarakat terkhusus perantau yang terpaksa tidak bisa kembali ke kampung halaman.

Dengan saling berkolaborasi, niscaya kita turut membantu memutus rantai penyebaran virus corona.

 

Tulisan ini sudah dimuat di Opini Pontianak Post Edisi 5 Mei 2020 dengan judul “Akhiri Perdebatan Istilah Mudik dan Pulang Kampung”. Ditulis oleh Kristoforus Bagas Romualdi.

Rekomendasi untuk Anda
Berita Lainnya
Kukuhkan 2.462 PPPK Paruh Waktu, Bupati Ketapang: Jadilah Agen Perubahan Daerah
KETAPANG – Pemerintah Kabupaten Ketapang resmi mengukuhkan 2.462 pegawai baru…
Harga Emas Galeri 24 dan UBS Kompak Melonjak, Tembus Rp2,5 Juta per Gram
JAKARTA – Tren positif harga emas kembali terlihat pada perdagangan…
Dugaan Pidana: KPK Endus 60 LHKPN Pejabat Terindikasi Korupsi
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap temuan mengejutkan…
Dunia Merugi Rp1.800 Triliun, 2025 Jadi Tahun Termahal Akibat Bencana Iklim
JAKARTA – Tahun 2025 tercatat sebagai salah satu periode dengan…
Sempat Dirawat, Nadiem Makarim Dinyatakan Sehat Jelang Sidang Kasus Chromebook
JAKARTA – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek),…
WhatsApp Image 2025-12-19 at 20.57.42 (1)
WhatsApp Image 2025-12-22 at 13.10.14
ChatGPT Image 23 Des 2025, 08.56.24
WhatsApp Image 2025-12-23 at 11.11.08