
PONTIANAK – Tim kuasa hukum dua warga negara asing (WNA) asal China, berinisial WS dan WL, tengah melakukan kajian mendalam untuk menempuh upaya hukum praperadilan terhadap Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Polda Kalbar).
Langkah ini menyusul penetapan kedua WNA tersebut sebagai tersangka atas dugaan kepemilikan senjata tajam tanpa hak di lingkungan kerja mereka di PT Sultan Rafli Mandiri (SRM), Kabupaten Ketapang.
Kuasa hukum tersangka, Wawan Ardianto, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang meneliti seluruh rangkaian prosedur hukum yang dilakukan penyidik, mulai dari kronologi awal peristiwa hingga proses penahanan.
Menurutnya, praperadilan menjadi opsi yang sangat mungkin diambil guna memastikan bahwa penetapan status hukum terhadap kliennya telah sesuai dengan koridor hukum acara yang berlaku.
Pihaknya saat ini masih mengumpulkan keterangan saksi serta mendalami fakta-fakta di lapangan sebelum mengambil keputusan final.
“Kami masih mengkaji secara menyeluruh, dari awal kejadian sampai proses penetapan tersangka. Upaya praperadilan adalah mekanisme hukum yang sah untuk memastikan hak-hak klien kami tidak diabaikan, meskipun kami tetap menghormati proses yang berjalan,” ujar Wawan Ardianto dalam keterangan resminya, Senin (29/12/2025).
WS dan WL yang menjabat sebagai staf teknis tersebut dijerat menggunakan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait dugaan kepemilikan senjata tajam jenis parang.
Kasus ini bermula dari laporan dugaan pengeroyokan pada 15 Desember 2025 yang kemudian berkembang cepat pada pemeriksaan senjata tajam.
Wawan menyoroti akselerasi proses hukum yang dinilai sangat singkat, di mana penetapan tersangka dan penahanan dilakukan hanya berselang beberapa hari setelah pemeriksaan awal dilakukan di Ketapang.
Dinamika kasus ini juga memicu operasi gabungan skala besar yang melibatkan TNI, Polri, dan pihak Imigrasi di wilayah Ketapang.
Pasca-insiden tersebut, puluhan WNA lainnya ikut diamankan untuk menjalani pemeriksaan dokumen dan keberadaan mereka di Indonesia.
Sementara itu, WS dan WL telah dipindahkan ke Mapolda Kalbar di Pontianak sejak 24 Desember untuk menjalani penyidikan lebih lanjut dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Laporan: Judirho | Editor: Kristoforus