PP 21 Tahun 2021 Diharapkan Mempercepat Penyesuaian Tata Ruang Kalteng
Percepatan penyelesaian penyesuaian tata ruang di Kalimantan Tengah (Kalteng) dinilai semakin mendesak untuk memenuhi rasa keadilan publik dan mempercepat agenda pembangunan berkelanjutan. Hal ini menjadi salah satu benang merah diskusi yang digelar oleh Relawan Jaringan Rimbawan dalam diskusi bertema Tata Ruang Kesepakatan Provinsi Kalimantan Tengah untuk kepentingan bersama, Kamis (15/4/2021).
Melalui hadirnya PP 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, diharapkan ada upaya percepatan penyelesaian isu tata ruang di Kalteng. Tidak sesuainya kondisi di lapangan dengan payung hukum terkait tata ruang di Kalteng, sejatinya sudah berlangsung lama. Teras Narang dalam paparannya menjelaskan bagaimana sejarah panjang Tata Hutan Guna Kesepakatan sejak tahun 1982 silam.
Dalam beberapa kali perubahan, situasi paling rumit dihadapi saat terjadi penyusutan luasan Area Penggunaan Lain (APL) dari 37% berdasarkan Perda no 08 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng menjadi sekitar 18% sebagai konsekuensi lahirnya SK 529/Menhut II/2012.
“Sejak saat itu, problem tata ruang di Kalteng menjadi lebih rumit dan sangat mengganggu berbagai agenda pembangunan” ujar Teras Narang, senator DPD RI dapil Kalteng dalam diskusi tersebut.
Teras pun mengakui situasi tersebut membuat pihaknya sebagai Gubernur periode 2005-2015 saat itu mesti menempuh berbagai upaya untuk mencari jalan keluar. Dengan segala keterbatasan, menurut Teras, pihaknya dapat mendorong hadirnya Perda no 05 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng sebagai payung hukum sementara yang mengikuti alur ketentuan berlaku di mana APL sekitar 18% dan kawasan hutan seluas 82%. Dengan harapan upaya revisi kembali akan dilakukan demi penyesuaian di lapangan.
Teras pun mendorong agar kesepakatan semua pihak segera dibangun untuk penyesuaian terhadap kondisi terkini di Kalteng. Hal ini untuk kepentingan tata ruang yang lebih berkeadilan dan memberi manfaat bagi semua pihak.
Mantan Ketua Komisi II DPR RI tersebut meminta agar penyesuaian tata ruang melibatkan pemerintah pusat dan daerah, selain cepat namun juga dilakukan secara tepat. Hal ini mengingat ada banyak kepentingan di Kalteng. Secara nasional menurutnya ada kepentingan pembangunan jalur kereta api Puruk Cahu-Batanjung serta lumbung pangan yang diharapkan berkelanjutan, sebagai proyek strategis nasional. Selain itu secara global, tata ruang juga perlu memperhatikan keseimbangan ekologis mengingat hutan Kalteng juga adalah bagian dari paru-paru dunia.
“Selain itu, isu perlindungan kepentingan masyarakat Adat yang selama ini berada di dalam kawasan hutan, perlu juga mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum. Terlebih agar ada upaya pelibatan serta mereka dalam upaya menjaga hutan Kalteng sebagai paru-paru dunia” jelasnya.
Indra Gunawan, Plh Dirjen Adwil Kementerian Dalam Negeri pada kesempatan tersebut juga menekankan bahwa hadirnya PP 21 tahun 2021 sebagai regulasi turunan UU Cipta Kerja diharapkan bisa menjawab kebutuhan percepatan tersebut. Terlebih melalui regulasi ini, telah hadir perubahan regulasi di mana untuk legalitas Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tak lagi berupa Peraturan Daerah melainkan Peraturan Kepala Daerah. Hal ini disebut akan memudahkan penetapan RDTR yang selanjutnya dipakai untuk pembuatan Perda RTRW Provinsi.
“Percepatan implementasi kebijakan satu peta, himbauan kepada seluruh Gubernur tentang integrasi RZWP3K ke dalam RTRWP serta penyelesaian RDTR Kabupaten Kota” ujar Indra yang menyebut baru ada satu RDTR dari Kabupaten Gunung Mas sejauh ini dari 13 Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah.
Petrus Gunarso, Ketua Divisi Riset Kebijakan dan Advokasi RJR menyebutkan bahwa dalam penyelesaian isu tata ruang di Kalteng memang dibutuhkan semangat sinergi dan kolaborasi dari semua pihak. Persoalan isu tata ruang di Kalteng dinilai perlu dikaji mengingat Kalteng ada di pusar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan terlebih ada agenda pemindahan Ibu Kota Negara ke Pulau Kalimantan yang akan dipengaruhi oleh posisi Kalteng.
“Kalimantan Tengah tidak memiliki tata ruang yang disepakati, ini berbahaya. Karena ke depan ini harus benar-benar dilihat sebagai resources tapi juga harus, istilah pak Teras Narang tadi, harus sustainable” ujarnya.
Sementara itu Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan harapannya agar Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten maupun Kota di Kalteng, juga turut mendorong program Perhutanan Sosial yang sejauh ini baru terealisasi sekitar 265 ribu hektar dari target 1,1 juta hektar di wilayah tersebut. Dalam program perhutanan sosial sementara ini yang terealisasi antara lain Hutan Desa sebanyak 53 unit dengan luasan 125 ribu hektar, Hutan Kemasyarakatan sebanyak 77 Surat Keputusan dengan luasan 79 ribu hektar, Hutan Tanaman Rakyat sebanyak 51 unit dengan luasan 57 ribu hektar, dan juga ada Hutan Adat dengan luasan sekitar 3.512 hektar.
“Saya mohon perhatian pemerintah provinsi dan juga kabupaten kota untuk dapat mendorong capaian tadi, capaian target 1,1 juta hektar areal perhutanan sosial yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah” ujar Alue.
Selain itu Alue juga berharap webinar yang digelar RJR tersebut dapat menghasilkan rekomendasi strategis bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam rangka menghasilkan tata ruang yang baik dan strategis di masa depan.