Adian Kritik Pemerintah Terkait Larangan Impor Pakaian Bebas | Pranusa.ID

Adian Kritik Pemerintah Terkait Larangan Impor Pakaian Bebas


FOTO: Anggota DPR RI, Adian Napitupulu.

Republika.co.id

PRANUSA.ID– Anggota DPR RI, Adian Napitupulu, menyampaikan kritik pedas terhadap kebijakan larangan impor pakaian bekas atau thrifting yang diberlakukan oleh pemerintah.

Kader PDIP ini pun menuding bahwa ada agenda tersembunyi di balik kebijakan tersebut.

Ia lantas membongkar data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia. Berdasarkan data tersebut, Adian membeberkan bahwa impor pakaian jadi dari negara China justru menguasai 80 persen pasar di Indonesia.

“Tahun 2019 impor pakaian jadi dari China 64.660 ton, sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari China,” ujarnya.

Sementara pada tahun 2020, impor pakaian jadi dari China sebesar 51.790 ton, dan pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13 persen dari impor pakaian dari China, sambung Adian.

Pada 2021 impor pakaian jadi dari China 57.110 ton, sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01 persen dari impor pakaian jadi dari China.

“Jika impor pakaian jadi dari China mencapai 80 persen lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 persen maka sisa ruang pasar bagi Produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5 persen itu pun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan pakaian bekas impor,” kata Adian dalam keterangannya pada Sabtu (18/3/2023).

Adian mengamati dari 417 ton impor pakaian bekas itu pun tidak semuanya bisa dijual ke konsumen. Sebab ada yang tidak layak jual. Menurutnya, rata rata yang bisa terjual hanya sekitar 25 persen hingga 30 persen saja atau di kisaran 100 ton.

“Dari seluruh angka di atas maka sesungguhnya UMKM kita dibunuh siapa? Mungkin urut urutannya seperti ini. UMKM 80 persen dibunuh pakaian jadi impor dari China, sementara pakaian jadi impor China saat ini tidak dibunuh, tapi sedang digerogoti pakaian bekas impor,” ujar Adian.

Adian lantas meragukan siapa sesungguhnya yang dibela Kemendag dan Kemenkop UMKM. Ia menduga kedua Kementerian itu mengkambinghitamkan impor pakaian bekas. Padahal fenomena impor pakaian jadi cenderung lebih berbahaya bagi UMKM.

“Mengapa para menteri itu berlomba-lomba mengejar, membakar dan menuduh pakaian bekas itu menjadi tersangka tunggal pelaku pembunuhan UMKM? Mengapa para menteri itu tidak berupaya mengevaluasi peraturan dan jajarannya untuk memberi ruang hidup lebih besar, melatih cara produksi, cara marketing bahkan kalau perlu membantu para UMKM itu menerobos pasar luar negeri,” ujar Adian.

Oleh karena itu, Adian meminta Kemendag dan Kemenkop UMKM memperbaiki data lebih dulu agar tak salah ketika menjalankan kebijakan.

“Kalau dikatakan bahwa pakaian Thrifting itu membunuh UMKM maka izin saya mau bertanya, data apa yang digunakan para menteri itu,” sindir Adian.

Adian mensinyalir “perang” terhadap thrifting muncul karena resahnya importir pakaian jadi. “Saya tidak menemukan argumentasi rasional upaya pemburuan pelaku thrifting selain dari permintaan para importir pakaian jadi yang menguasai 80 persen pasar Indonesia,” tegas Adian.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top