Resesi Global Dapat Mengancam Pertumbuhan Ekonomi RI
PRANUSA.ID– Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkapkan ancaman resesi global yang cukup nyata akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan. Dia menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di bawah 5 persen.
“Tahun depan pertumbuhan ekonomi Indonesia ini terancam bisa di bawah 5 persen karena ancaman resesi global ini cukup nyata dan berdampak,” ujar Bhima dilansir dari Merdeka.com, Minggu (2/10).
Bhima menilai, daripada pemerintah hanya memberi sinyal kepada masyarakat terkait adanya ancaman resesi, lebih baik menurutnya perlu dilakukan kebijakan-kebijakan untuk menghentikan ancaman resesi global tersebut.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi berpotensi akan mempengaruhi kinerja ekonomi global pada tahun 2023, yaitu potensi mengalami koreksi ke bawah.
Dia menjelaskan inflasi yang meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang melambat akan mengakibatkan stagflasi. Negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang merupakan penggerak perekonomian dunia berpotensi mengalami resesi pada tahun 2023.
“Kami menyampaikan gambaran gejolak ekonomi global saat ini tidak untuk membuat kita khawatir dan gentar, namun untuk memberikan sense bahwa gejolak perekonomian tahun ini maupun tahun depan yang akan kita hadapi bersama harus dapat diantisipasi dan dikelola dengan prudent dan hati-hati,” kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Dampak dari resesi pun akan memberikan kondisi ekonomi yang buruk kepada masing-masing negara, salah satunya yakni pada dampak bagi pekerja, kemudian bagi perusahaan dan juga berdampak kepada pemerintahan.
Dampak bagi pekerja ini sangat rentan terhadap resesi karena kondisi ekonomi yang buruk tentu akan mengancam para pekerja dari pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga angka pengangguran bisa meningkat.
Untuk Indonesia sendiri, saat ini jutaan masyarakat kelas menengah ke bawah Indonesia masuk ke dalam jurang kemiskinan. Hal ini merujuk pada laporan world bank East Asia and The Pacific Economic Update October 2022, Jumat (30/9).
Penambahan masyarakat miskin di Indonesia karena adanya perubahan basis perhitungan yang dilakukan world bank yakni berdasarkan purchasing power parities (PPP) 2017, sementara basis perhitungan yang lama PPP 2011. Pada PPP 2017, bank dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrim yaitu USD 2,15 per orang per hari. Sebelumnya di PPP 2011 hanya USD 1,90 per hari.
Sementara untuk kelas penghasilan menengah ke bawah dinaikan oleh bank dunia menjadi USD 3,65 per orang per hari yang sebelumnya USD 3,20 per hari pada PPP 2011. Sedangkan garis kelas berpenghasilan menengah ke atas direvisi dari USD 5,50 (2011 PPP) hingga USD 6,85 (2017 PPP).
Ada sebanyak 13 juta orang kelas menengah bawah di indonesia yang turun level menjadi miskin. Sedangkan untuk kelas menengah atas yang turun kelas mencapai 27 juta orang.
Laporan: Merdeka.com