Golkar Endus Skenario Tak Wajar Antara Bupati Ende dan Plt Sekda Soal APBD

ENDE – Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende menduga adanya skenario tidak wajar antara Bupati dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Ende terkait penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026.
Dugaan ini mencuat menyusul wacana pemerintah daerah yang ingin menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) untuk menetapkan APBD.
Hal tersebut disampaikan Fraksi Golkar dalam konferensi pers yang digelar di Sekretariat Golkar, Senin (5/12/2025). Konferensi pers ini merupakan respons atas pernyataan Plt Sekda, Huparkus Hepi, dalam rapat Badan Musyawarah (Banmus) pada 3 Desember 2025, yang menyebut pemerintah akan menggunakan Perkada untuk menetapkan APBD 2026.
Ketua Fraksi Golkar, Megy Siga Sare, menegaskan bahwa rencana penggunaan Perkada tersebut cacat hukum dan menabrak regulasi. Pasalnya, keterlambatan pembahasan APBD bukan disebabkan oleh DPRD, melainkan karena lambatnya pemerintah daerah menyerahkan dokumen.
Dokumen Rancangan APBD (RAPBD) baru diserahkan kepada DPRD pada 26 November 2025, padahal pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sudah berlangsung alot sejak September akibat target PAD yang dinilai tidak realistis.
DPRD merespons penyerahan dokumen tersebut dengan menjadwalkan rapat paripurna penjelasan pada 1 Desember, mengingat tanggal 29 dan 30 November jatuh pada hari Sabtu dan Minggu.
Menurut Golkar, sangat tidak masuk akal jika pembahasan APBD yang kompleks dipaksakan selesai dalam dua hari di luar hari kerja.
Namun, pada 1 Desember, Plt Sekda menyampaikan syarat bahwa Bupati hanya akan hadir dalam paripurna jika dokumen persetujuan bersama ditandatangani dengan tanggal mundur, yakni 30 November.
“Ini cacat hukum dan melanggar UU Nomor 30 Tahun 2014 yang mewajibkan dokumen negara mencantumkan tanggal sesuai peristiwa sebenarnya. Jangan sampai ada konspirasi jahat antara Bupati dan Plt Sekda yang meminta untuk penetapan tanggal mundur,” tegas Megy dalam penyampaiannya.
Fraksi Golkar menilai, rencana penetapan APBD melalui Perkada tanpa adanya penjelasan kepala daerah dan pembahasan bersama DPRD adalah tindakan inkonstitusional.
Berdasarkan PP 12/2019 dan UU 23/2014, Perkada APBD baru dianggap sah apabila pembahasan bersama sudah dilakukan namun gagal mencapai kesepakatan hingga 31 Desember. Dalam kasus ini, pembahasan bahkan belum dimulai karena Bupati tidak memenuhi undangan paripurna.
Oleh karena itu, Fraksi Golkar menolak keras penggunaan Perkada sebagai jalan pintas yang mengabaikan fungsi pengawasan legislatif. Langkah tersebut dinilai dapat merusak mekanisme check and balance serta berpotensi membuat APBD dibatalkan saat evaluasi provinsi.
Menutup pernyataannya, Golkar mengajak seluruh fraksi di DPRD Ende untuk bersatu menjaga marwah lembaga dan siap mendorong penggunaan Hak Interpelasi jika pemerintah terus mengabaikan kewajiban konstitusionalnya.
Laporan: Marsianus (Peci) | Editor: Rivaldy




