Komitmen Wali Kota Surabaya Perjuangkan Nasib Pegawai Honorer | Pranusa.ID

Komitmen Wali Kota Surabaya Perjuangkan Nasib Pegawai Honorer


Ilustrasi ASN. (Tribun)

Laporan: Maria I.N. ¦ Editor: Jessica C. Ivanny

PRANUSA.ID– Wacana panas tenaga honorer non-Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan dihapus mulai tanggal 28 November 2023 menuai banyak tanggapan dari kalangan masyarakat hingga pejabat.

Penghapusan status honorer itu sendiri sesuai Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2018. Ditambah lagi dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa ASN hanya terdiri atas PNS dan PPPK.

Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menceritakan perjuangannya dalam mempertahankan dana Rp1,6 triliun untuk honorer non ASN atau outsourcing di lingkungan pemerintah kota setempat.

“Ada kabar bahwa seluruh pegawai non-ASN di seluruh Indonesia akan dihapus dan sudah tidak boleh lagi. Tapi, (jika tidak dihapus), mereka harus ikut pihak ketiga. Di situlah saya sampaikan ke kementerian, saya tidak akan melepas saudara-saudara saya,” kata Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Jumat (28/04/2023).

Wali Kota Eri mengungkapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, tenaga honorer atau Non-ASN harus sudah dihapus per tanggal 28 November 2023. Sebab, dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa ASN hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Untuk itu, Wali Kota Eri menghadap ke Kementerian PAN-RB. Di sanalah dia berkukuh untuk mempertahankan tenaga non-ASN agar jangan sampai dilepas atau ikut pihak ketiga. Menurutnya, jika hal itu dilakukan, Surabaya akan hancur dan terjadi pengangguran yang luar biasa.

“Kalau saudara-saudara saya ini dilepas dari tenaga kontrak di Surabaya, hancur Kota Surabaya, akan terjadi pengangguran luar biasa. Maka, saya mohon maaf tidak akan melepas mereka, kecuali mereka ada kesalahan yang memang melanggar hukum,” kata Cak Eri panggilan lekatnya.

Perjuangan Cak Eri mempertahankan tenaga non-ASN, sempat mendapatkan penolakan dari kementerian, sehingga terjadi perdebatan argumen antara Wali Kota Eri dengan pihak Kementerian PAN-RB, meski akhirnya kemudian diberikan opsi jalan keluar.

“Kemudian, saya diberikan jalan keluar oleh kementerian. Kalau kerja di pemerintah kota, non-ASN harus ikut aturan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak boleh ikut aturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker),” katanya.

Apabila mengikuti aturan Kemnaker, besaran gaji non-ASN diatur berdasarkan Upah Minimum Kota (UMK). Secara otomatis ketika UMK sebuah kota meningkat, gaji pegawai ikut naik. Sementara jika mengikuti aturan Kemenkeu, besaran gaji pegawai non-ASN dihitung berdasarkan beban kerja.

“Itu pilihan yang sulit bagi saya. Karena kalau ikut gaji UMK, gaji naik terus tapi teman-teman (Non-ASN) harus ikut pihak ketiga (perusahaan swasta). Tapi kalau ikut pihak ketiga, apakah sudah pasti teman-teman ini akan mendapatkan besaran gaji UMK,” ujarnya.

Di situlah kemudian Wali Kota Eri melakukan perhitungan besaran honor pegawai Non-ASN jika mengikuti aturan dalam Kemenaker dan Kemenkeu. Ia pun lantas juga berkaca dari pegawai swasta seperti petugas keamanan dan kebersihan yang ikut pihak ketiga justru mendapatkan besaran gaji jauh di bawah UMK.

Cak Eri mengungkapkan, bahwa di seluruh Indonesia, tercatat jika Pemkot Surabaya paling banyak memberdayakan tenaga kontrak atau Non-ASN. Jumlahnya pun mencapai sekitar 28.000 pegawai. Sedangkan jumlah pegawai PNS pemkot sendiri hanya sekitar 15 ribu.

Dengan jumlah pegawai Non-ASN sebanyak 28.000, maka anggaran yang harus dikeluarkan Pemkot Surabaya untuk membayar honor mereka dalam satu tahun mencapai sekitar Rp1,6 triliun. Besarnya anggaran yang dikeluarkan pemkot untuk membayar honor pegawai Non-ASN itupun mendapat sorotan dari sejumlah pihak.

“Karena itu saya diseneni (dimarahi), dipoyoki (diejek) kementerian, tapi saya tidak bergeming, karena saya tidak mau panjenengan (Non-ASN) ikut pihak ketiga (perusahaan) yang gajinya bisa di bawah Rp3,7 juta. Bahkan, jika ada acara di mana-mana, saya (Pemkot Surabaya) dirasani, karena pegawai Non-ASNnya terbanyak dan tidak dikurangi,” tuturnya.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top