Konsisten, Komite I DPD RI Tetap Tolak Pilkada Serentak 2020 Demi Keselamatan Rakyat | Pranusa.ID

Konsisten, Komite I DPD RI Tetap Tolak Pilkada Serentak 2020 Demi Keselamatan Rakyat


Teras Narang, Ketua Komite I DPD RI

Pimpinan dan seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melalui Sidang Paripurna yang digelar Selasa (16/6/2020) akhirnya menerima dan memahami laporan Komite 1 DPD RI tentang usulan menolak pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Laporan yang memuat usulan penundaaan ini mendapatkan apresiasi dari anggota DPD RI yang turut dalam sidang tersebut.

Laporan Komite I DPD RI yang disampaikan Abdul Kholik, selaku Wakil Ketua III Komite 1 DPD RI, ini menjabarkan berbagai alasan rasional terkait penolakan Pilkada Serentak, terlebih soal keselamatan rakyat. Penundaan dinilai sebagai sebuah sikap yang lebih bijaksana di tengah bangsa ini tengah menghadapi bencana nasional non alam Covid-19 yang sudah ditetapkan World Health Organization (WHO) sebagai pandemi global.

Teras Narang, Ketua Komite I DPD RI menegaskan pentingnya menempatkan keselamatan rakyat diatas kepentingan politik yang masih bisa dikelola secara lebih rasional. Atas dasar itu, Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 tersebut berharap sikap kelembagaan DPD RI pun akan sesuai dengan aspirasi publik yang menurut Jajak Pendapat Litbang Kompas pada 8 Juni 2020 lalu, yang menunjukkan sebesar 66% responden meminta Pilkada Serentak untuk ditunda hingga tahun depan.

“Sidang Paripurna kemarin, telah menerima laporan kami dan memahami adanya usulan untuk meminta Pilkada tidak digelar tahun ini. Selanjutnya secara kelembagaan, DPD RI akan melakukan kajian terkait usulan Komite I tersebut” ujar Teras Narang, Ketua Komite I DPD RI pada Rabu (17/06/2020).

Teras menilai, sikap mewakili suara publik ini penting. Apalagi Komite I DPD RI, dalam proses pengambilan keputusan tidak pernah dilibatkan atau diminta pertimbangannya atau dilibatkan dalam rapat proses penundaan dan penetapan pelaksanaan pilkada serentak tersebut. Sementara sesuai amanat Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib dalam pasal 83 menyebutkan, bahwa salah satu lingkup tugas Komite I adalah bidang Pemerintahan Daerah, termasuk didalamnya Pemilihan Kepala Daerah.

Politisi senior ini pun menyebut Komite I telah mengirimkan surat kepada Pimpinan DPD RI pada tanggal 2 Juni 2020 lalu melalui surat nomor: PU.04/1097/DPDRI/VI/2020 perihal Pernyataan Sikap Penolakan terhadap Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020.

Sikap konsisten disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang digelar pada pekan lalu. Dalam rapat kerja tersebut Komite I DPD RI bersikukuh bahwa putusan penyelenggaraan yang hanya bergeser 3 bulan dari jadwal awal, September 2020, belum menjawab situasi pandemi yang faktanya belakangan makin meningkat.

Beberapa pokok pikiran yang disimpulkan dalam rapat dengan Mendagri tersebut diantaranya WHO telah menyatakan
Covid-19 sebagai pandemi global yang belum dapat diprediksi kapan pandemi tersebut akan berakhir. Selain itu pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, dan sampai saat ini status tersebut masih berlaku.

Berikutnya pandemi Covid-19 telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Pilkada Serentak yang akan melibatkan 270 daerah serta kurang lebih jumlah pemilih sebanyak 105 juta orang pemilih sangat rentan mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara Pemilu. Serta mempertimbangkan pula sampai dengan saat ini, jumlah korban yang terinfeksi Covid-19 masih terus bertambah, serta belum menunjukkan kecenderungan akan melandai apalagi berakhir.

Dari sisi anggaran, penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 yang telah disepakati oleh KPU bersama 270 kepala daerah melalui naskah perjanjian hibah daerah sebesar Rp. 9,9 triliun, tentu akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi. Termasuk pemulihan dampak covid-19 bagi masyarakat daerah.

Penambahan anggaran KPU RI untuk penyelenggaraan Pilkada 2020 dengan protokol Covid-19 sebesar Rp. 4,768 triliun di tengah kondisi pandemi akan sangat memberatkan. Itu belum terhitung kebutuhan penambahan anggaran pilkada dengan protokol covid di 270 daerah yang akan membebani APBD masing-masing daerah.

Lebih jauh Komite I berpandangan bahwa penyelenggaraan Pilkada termasuk tahapannya ditengah pandemi corona dikhawatirkan akan merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, karena tidak memperhatikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat.

Komite I DPD RI dan Menteri Dalam Negeri juga dapat memahami adanya usulan untuk dilaksanakan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 dengan memperhatikan tingkat kerawanan daerah dari Pandemi Covid-19.

“Oleh karenanya, berdasarkan pertimbangan di atas Komite I DPD RI menyatakan sikap menolak pelaksanaan Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 dan Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi kembali terkait dengan penetapan pelaksanaan Pilkada Serentak dimaksud” ujar Teras.

Teras yang pernah menjabat Ketua Komisi II DPR RI periode 1999-2004 itu pun menyebut, seluruh pihak dalam situasi pandemi mestinya memperhatikan doktrin yang diterima secara universal, yaitu “salus populi supreme lex esto”. Atau prinsip yang menempatkan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi bagi suatu negara.

Untuk itu Komite I DPD RI pun telah meminta kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri RI agar dalam setiap pembahasan dan pengambilan keputusan yang terkait urusan daerah termasuk Pilkada, yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI, agar melibatkan DPD RI. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kita berharap bahwa terkait keputusan penting negara terkait daerah, DPD RI tidak diabaikan. Termasuk soal Pilkada, agar ruang penundaan Pilkada dapat dibuka, mengingat kasus Covid-19 belum menunjukkan trend penurunan. Apalagi kesiapan anggaran dan protokol kesehatan termasuk pengadaan Alat Perlindungan Diri untuk Pilkada juga butuh waktu yang lebih memadai” jelasnya.

Terkait langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kabarnya akan menyiapkan peraturan KPU terkait beberapa wilayah yang dimungkinkan untuk ditunda karena kasus Covid-19, menurutnya kurang tepat. Sebab status bencana nasional sendiri masih belum dicabut oleh Presiden Jokowi sehingga tidak relevan melihat zonasi pandemi dalam Pilkada.

“Terlebih esensi Pilkada Serentak menjadi hilang dengan pemilahan tersebut. Dalam hemat kami, penundaan ke tahun depan sesuai aspirasi publik dan demi keselamatan rakyat, akan lebih tepat” tandasnya.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top