Menjawab Tantangan Disrupsi, Ketua KKI: Layanan Kesehatan Harus Berpancasila | Pranusa.ID

Menjawab Tantangan Disrupsi, Ketua KKI: Layanan Kesehatan Harus Berpancasila


Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Putu Moda Arsana. (Pranusa.ID/TV Desa)

PRANUSA.ID — Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Putu Moda Arsana mengatakan bahwa revolusi industri 4.0 dan pandemi Covid-19 sama-sama merupakan suatu kemajuan yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam tatanan kehidupan.

Hal itu disampaikannya dalam tayangan video berjudul “Pancasila Menjadi Ideologi dalam Memecahkan Permasalahan Pandemi Covid-19 di Indonesia” di kanal YouTube ‘TV Desa’ dikutip Pranusa.ID, Kamis (19/8).

“Revolusi industri adalah suatu kemajuan yang sifatnya positif, tapi pandemi Covid-19 adalah kemajuan yang sifatnya negatif,” kata Putu dalam diskusi daring bertemakan ‘Membangun Masyarakat Bangsa yang Sehat dan Merdeka Bernapaskan Pancasila di Masa dan Pasca Pandemi Covid-19’.

“Dua kondisi ini, baik revolusi industri 4.0 maupun pandemi Covid-19 itu menyebabkan suatu kondisi yang namanya disrupsi global (global disruption). Disrupsi adalah suatu perubahan yang sangat radikal terhadap tatanan yang sudah ada,” lanjutnya.

Putu menjelaskan disrupsi global tersebut saat ini telah terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti di bidang ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, termasuk di bidang kesehatan.

“Masalahnya sekarang adalah bahwa demikian cepatnya teknologi berkembang, tetapi regulasinya, pengaturannya itu selalu terlambat,” ungkap Putu.

Ia mengungkapkan masalah tersebut yang kemudian menjadi tugas bagi Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk membuat regulasi tentang pengaturan layanan kesehatan kepada masyarakat Indonesia.

Selain itu, ia juga menyoroti apakah disrupsi dalam bidang kesehatan saat ini sudah bisa diantisipasi dan membuat masyarakat merasakan manfaat dari perubahan itu.

“Seperti tadi saya katakan bahwa disrupsi itu bisa positif, bisa negatif. Bisa bermanfaat, bisa tidak bermanfaat. Bisa merupakan ancaman, bisa merupakan peluang. Nah, sekarang tergantung kita,” tuturnya.

“Kapan disrupsi merupakan ancaman? Kalau kita tidak punya daya saing. Misalnya, kita sumber daya manusia, dokter, bidan atau yang lain-lain itu tidak cukup kompeten untuk menangani masalah-masalah kesehatan yang ada,” jelas Putu.

Kedua, Putu mengatakan disrupsi juga merupakan ancaman jika sarana/prasarana layanan kesehatan yang ada di Indonesia tidak cukup baik untuk menangani masalah kesehatan yang ada dan akan muncul.

Bukan hanya itu, Putu juga menilai disrupsi adalah sebuah ancaman jika Indonesia tidak memiliki sistem layanan kesehatan, dari road map, efisiensi, hingga sistem rujukannya.

“Apalagi tidak ada regulasi dan kolaborasi antar institusi. Masing-masing institusi jalan sendiri. Mohon maaf, misalnya Kementerian Kesehatan mempunyai program tentang kesehatan. Mestinya didukung oleh organisasi profesi,” tuturnya.

Untuk itu, ia menilai disrupsi bisa menjadi sebuah peluang jika Indonesia memiliki daya saing, regulasi, dan kolaborasi antar institusi.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 dinilainya telah mengajarkan bagaimana health promotion dan health prevention harus diprioritaskan dibandingkan sekadar health treatment.

Health management, kalau kita hanya mengobati saja, tanpa promosi kesehatan yang baik, tanpa pencegahan kesehatan yang baik, jebol itu semua rumah sakit, seperti kondisi sekarang ini,” ujarnya.

“Itulah pelajaran yang besar yang harus kita petik dari adanya disrupsi bidang kesehatan akibat adanya Covid-19,” imbuh dia.

Apakah Pancasila Dapat Menjawab Tantangan Disrupsi Bidang Kesehatan?

Putu menegaskan bahwa Pancasila yang terdiri dari lima sila jika digunakan sebagai way of life dalam bidang kesehatan, maka akan bisa menjawab tantangan disrupsi.

“Layanan kesehatan harusnya adalah yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Persatuan bangsa Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah layanan kesehatan yang ber-Pancasila,” tegas Putu.

Putu kemudian mencontohkan bagaimana penerapan sila keempat Pancasila dalam layanan kesehatan seharusnya menjadikan health promotion dan health prevention sebagai bagian utama dari program layanan kesehatan berdasarkan kebutuhan publik.

“Kalau kita mau bikin program kesehatan, harusnya program kesehatan yang berbasis kebutuhan masyarakat, bukan karena saya punya obat A, maka saya bikin layanan program A dan sebagainya,” kata Putu.

 

Penulis: Jessica Cornelia Ivanny
Editor: Jessica Cornelia Ivanny

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top