MK Nasihati Waka KPK Nurul Ghufron Pertajam Gugatan soal Umur
PRANUSA.ID — Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mempertajam gugatan UU KPK soal umur pimpinan KPK. Nurul Ghufron meminta agar dia bisa maju lagi sebagai pimpinan KPK, meski UU saat ini melarang karena Nurul Ghufron belum berusia 50 tahun.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej) itu menggugat Pasal 29 huruf e yang berbunyi:
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.
Saat masa jabatannya habis pada 2023, usia Nurul Ghufron berumur 49 tahun. Nurul Ghufron menyerahkan kuasa dalam perkara di MK itu kepada Law Office Wally.id and Partners.
“Di posita di halaman 13 mencantumkan bahwa batasan umur 50 tahun itu bertentangan dengan UUD 1945, ya. Tetapi di petitumnya Bapak menyatakan bahwa sebetulnya itu tidak bertentangan, cuma ingin menambah bahwa batas usia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK. Nah, ini tentu harus dicermati lagi,” kata hakim konstitusi Guntur Hamzah dalam risalah MK yang dilansir website-nya, Minggu (4/12/2022).
Di UU KPK disebutkan tegas di Pasal 34 bahwa pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
“Nah, ini perlu dipertajam ini. Karena di mana letak kerugian konstitusional dengan norma ini?” tanya Guntur Hamzah.
Dalam permohonannya, Nurul Ghufron menyebut permasalahan umur dalam jabatan sebagaimana dalam Putusan MK Nomor 7 Tahun 2013, yaitu menimbulkan problematika kelembagaan, stagnasi kelembagaan dan menghambat pelaksanaan kinerja kelembagaan. Semuanya berujung pada kerugian hak konstitusional warga negara.
“Nah, saya lihat di situ Bapak hanya sampai titik saja, tidak dielaborasi lagi, padahal ini bisa menjadi pintu masuk bagi Bapak kalau ingin menyatakan bahwa related dengan putusan Mahkamah Konstitusi, khususnya menimbulkan kerugian hak konstitusional warga negara. Nah, ini juga perlu dihubungkan benang merahnya ini, kerugian yang di mana putusan MK itu mencantumkan seperti itu,” kata Guntur Hamzah.
Guntur Hamzah juga meminta agar diberi gambaran soal batas usia yang ideal untuk jabatan tertentu. Khususnya di lembaga penegak hukum atau lembaga antirasuah atau lembaga antikorupsi di negara-negara lain.
“Berapa dia punya batas usianya, gitu? Supaya ini bisa nanti menjadi referensi, oh, begitu di mana semua negara ini ada batas usianya semua kan untuk menjadi pimpinan lembaga anti korupsi, kan begitu. Tentu ini juga bisa menjadi referensi untuk dipertimbangkan oleh Majelis,” ujar guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu.
Hakim MK lainnya, Arief Hidayat, juga menyampaikan hal serupa. Arief meminta agar Nurul Ghufon mempertajam dan mengulas lebih dalam kerugian konstitusionalnya.
“Positanya bukan menegasikan usia 50 tahun itu. Anda kan enggak minta usia 50 tahun direndahkan, diubah lebih rendah lagi, kan enggak gitu? Anda tetap 50 tahun itu konstitusional, tetapi Pemohon karena tidak memenuhi 50 tahun, padahal sudah pernah menjadi Ketua Pimpinan KPK selama 4 tahun, tapi tidak bisa mendaftar kembali. Itu sebenarnya konstruksi hukum yang harus dijelaskan di dalam Posita, sehingga Mahkamah kemudian menjadi, ‘Oh ini betul-betul dirugikan’,” kata Arief Hidayat.
Arief Hidayat meminta Nurul Ghufron fokus dalam pembuktian kerugian konstitusional berdasarkan Pasal 28 UUD 1945. MK memberikan waktu 14 hari bagi Nurul Ghufron memperbaiki gugatannya itu.
“Itu saja sebetulnya yang harus diperkuat, ya. Ini sebenarnya kan ingin supaya incumbent itu bisa langsung mendaftar kembali, kan itu kan? Nah itu yang harus dibangun,” tegas Arief Hidayat, yang juga guru besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. (*)
Sumber: detik.com