Refleksi Tahun 2020 & Taushiyah Kebangsaan Nahdlatul Ulama | Pranusa.ID

Refleksi Tahun 2020 & Taushiyah Kebangsaan Nahdlatul Ulama


Logo NU

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa menjaga dan melindungi bangsa Indonesia hingga saat ini. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengepresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, yang selalu setia menjaga dan merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai mu’âhadah wathaniyyah (konsensus nasional) berdasarkan Pancasila, yang merupakan pengikat (kalimatun sawa’) seluruh komponen bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Sebagai negeri demokrasi dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, bangsa Indonesia harus terus bersatu padu di tengah konstelasi dunia yang semakin dinamis, dengan terus berupaya mengencangkan ikatan tali persaudaran sesama umat Islam (ukhuwwah Islâmiyyah), sesama warga bangsa (ukhuwwah wathaniyyah), dan sesama warga dunia sebagai sesama manusia (ukhuwwah insâniyyah).

PBNU mengingatkan seluruh elemen bangsa untuk secara terus menerus merefleksikan kesepakatan-kesepakatan dasar bangsa Indonesia yang mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika. Sekaitan itu, segala upaya mengisi pembangunan harus dilandasi dan dijiwai, serta guna memperkuat konsensus nasional.

Menutup lembaran tahun 2020 dan menyongsong fajar tahun 2021, PBNU menyampaikan butir-butir refleksi dan tausiyah kebangsaan sebagai berikut:

Politik Kebangsaan

Pada tahun 2020 ini, kita masih menyaksikan intoleransi yang masih merebak, bahkan cenderung meningkat. PBNU mengingatkan semua pihak agar kembali kepada jati diri bangsa yang menghargai kemajemukan, pluralitas, serta heterogenitas yang dirumuskan dalam sebuah konsensus agung bernama Pancasila yang dibangun di atas bingkai Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan harus menjadi energi untuk memproduksi kekuatan kolektif sebagai sebuah bangsa, bukan dijadikan sebagai benih untuk menumbuhkan perpecahan. Kebinekaan harus menjadi kekuatan bangsa. Kebinekaan tidak boleh menjadi anasir destruktif yang memberi konstribusi bagi rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa.

PBNU mengingatkan bahwa demokrasi sebagai sistem untuk mewujudkan kesejahteraan publik memiliki potensi dibajak oleh gerakan apapaun, baik oleh gerakan fundamentalisme agama dan ideologi maupun fundamentalisme pasar. Kebebasan sebagai bagian watak demokrasi telah memberi panggung kepada kelompok radikal mengekspresikan pikiran dan gerakannya yang berpotensi merongrong NKRI melalui berbagai provokasi permusuhan dan juga terorisme.

Pada momentum revolusi 4.0 ini, iklim demokrasi salah satunya bertumpu pada digitasliasi. Ekspresi demokrasi dan politik diungkapkan melalui kanal-kanal media sosial. Dunia maya berkembang sangat pesat, termasuk dalam konteks penyebaran isu politik, sosial, keagamaan serta isu lainnya.

Melihat kondisi seperti ini, PBNU menilai perlu adanya upaya yang lebih ekstensif dan intensif dalam membangun narasi-narasi positif dalam wujud konten yang kreatif, sehingga penyebaran berita bohong, fitnah, polarisasi, dan radikalisme yang selama ini teresonansi gerakannya melalui media sosial bisa diatasi dengan baik.

Keadilan Sosial

PBNU masih melihat bahwa orientasi dalam pembangunan ekonomi belum dijalankan dalam bingkai untuk memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan kemakmuran bagi sebesar-besar rakyat Indonesia. Watak pembanguan ekonomi masih eksklusif dan cenderung tidak ada moderasi dalam bidang ekonomi. Sektor ekonomi dalam skala nasional masih hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dalam jumlah yang sangat sedikit.

Data Survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan [TNP2K] tahun 2019 lalu menunjukkan bahwa 1% orang di Indonesia menguasai 50 % aset nasional, terdapat konglomerat di Indonesia yang menguasai 5,5 juta hektar tanah. Bahkan, merujuk data yang dirilis oleh OXFAM, kekayaan 4 orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 100 juta orang miskin.

Merujuk pada berita resmi statistik Juli 2020, tingkat Gini Ratio Indonesia berada pada angka 0,381. Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan denganGini RatioSeptember 2019 yang sebesar 0,380 dan menurun 0,001 poin dibandingkan denganGini RatioMaret 2019 yang sebesar 0,382. Salah satu faktor kenaikan ini dipengaruhi oleh wabah Covid-19 yang membuat pendapatan seluruh lapisan masyarakat mengalami penurunan

PBNU melihat bahwa ketimpangan yang terjadi ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, tradisi korupsi yang diwariskan pemerintahan Orde Baru hingga saat ini menjadi budaya. Kedua, pembangunan ekonomi masih berorentasi pertumbuhan, bukan pemerataan. Ketiga, adanya political captureyang kuat, di mana orang-orang kaya mampu mempengaruhi kebijakan yang menguntungkan mereka.

Dalam sektor sumber daya alam, amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaanalamyang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” PBNU melihat belum adanya pengarusutamaan paradigma pemanfataan sumber daya alam Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Padahal, para founding father mengajarkan sigma sumber daya alam yang begitu luhur: “Jika dibagi dengan jumlah penduduk, maka tidak boleh ada satupun rakyat miskin di Indonesia”.

PBNU mendorong agar akses keadilan terus ditingkatkan, terlebih akses keadilan ekonomi bagi mereka yang tidak memiliki kakuatan (powerless). Melalui peran konstitusionalnya negara harus selalu hadir untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan dan Hukum

Tahun 2020 diwarnai dengan sejumlah produk perundang-undangan yang menimbulkan kagaduhan di ruang publik. Sebagai bagian berdemokrasi, produk legislasi harus menjiwai semangat untuk menghadirkan supremasi keadilan. Gelombang penolakan terhadap Undang-undang yang dinilai kontroversial harus menjadi bahan renungan serius untuk memperbaiki tata legislasi serta komunikasi politik dan publik yang baik.

PBNU mendesak pihak-pihak terkait untuk mewujudkan peningkatan mutu regulasi yang dijiwai semangat menghadirkan keadilan. Keadilan adalah tujuan (ghayah) yang harus dicapai melalui penciptaan regulasi dan penegakan hukum yang tegas, jelas, dan transparan prosesnya. Sehingga, kegaduhan dan keriuhan yang menimbulkan gejolak dan friksi di masyarakat akibat adanya tafsir yang liar bisa dihindari. Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 58:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Artinya, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (memerintahkan kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia untuk menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sungguh Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

Penanggulangan Wabah

PBNU melihat masih lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menggulangi dan mengendalikan wabah Covid-19. Sejumlah keputusan terlihat tumpang tindih. Bahkan dalam beberapa kasus, terlihat masih ada unsur politik yang melatarbelakangi kebijakan antar-elemen pemerintah. Padahal, keselamatan jiwa setiap penduduk merupakan prioritas utama di atas kepentingan politik apapun.

Kurva jumlah warga yang terpapar Covid-19 hingga saat ini masih terus meningkat. PBNU mengajak semua komponen masyarakat untuk lebih meningkatkan kedisiplinan sebagai upaya bersama untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.

PBNU memberikan penghargaan yang tinggi sekaligus mendukung Pemerintah dalam upaya melakukan vaksinasi secara gratis kepada masyarakat Indonesia. Ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki komitmen yang tinggi dalam menjaga keamanan dan keselamatan nyawa warganya.

Harapan Tahun 2021

PBNU berharap, tahun 2021 dan tahun-tahun selanjutnya, Pemerintah melaksanakan program-program yang telah dirancang dengan sangat baik secara konsisten, terutama dalam rangka memangkas ketimpangan. Investasi yang digalakkan tidak boleh memperlebar jurang ketimpangan. Moderasi dalam bidang ekonomi harus menjadi perhatian Pemerintah. Bukan hanya moderasi dalam beragama saja, moderasi dalam ekonomi juga sangat penting.

Semoga Indonesia selalu dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT dan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top