Tegas, Ombudsman Beri 30 Hari KPK dan BKN Koreksi Maladministrasi Alih Status Pegawai KPK | Pranusa.ID

Tegas, Ombudsman Beri 30 Hari KPK dan BKN Koreksi Maladministrasi Alih Status Pegawai KPK


Robert Na Endi Jaweng, Anggota Ombudsman RI (Dok. Istimewa)

Jakarta, 21 Juli 2021- Pemeriksaan Ombudsman RI terhadap alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menemukan adanya maladministrasi. Maladministasi disebut terjadi pada proses pembentukan kebijakan, pelaksanaan asesmen TWK, hingga penetapan hasil asesmen TWK.

Atas temuan ini, Ombudsman selanjutnya memberi waktu 30 hari bagi KPK bersama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari kepada KPK dan BKN untuk merespon dan tentu saja melaksanakan tindakan-tindakan korektif. Sangat penting bagi KPK dan BKN untuk taat hukum dan taat asas,” ujar Robert Na Endi Jaweng.

Pria yang akrab disapa Endi ini pun mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemantauan terhadap langkah koreksi ini melalui unit kerja resolusi dan pemantuan Ombudsman RI. Bila mana kemudian langkah koreksi tidak dilakukan, maka menurutnya Ombudsman akan mememberikan rekomendasi yang wajib dilaksanakan dalam 60 hari.

“Kami tentu berharap, tidakan korektif ini dapat diindahkan, tanpa perlu sampai kepada rekomendasi, namun jika tidak maka ujungnya akan kembali kepada Presiden sebagai pemangku tertinggi kekuasaan administrasi pemerintahan dan pimpinan eksekutif tertinggi,” jelas Endi.

Sebelumnya Endi menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksanaan terhadap laporan yang disampaikan, berdasarkan kewenangan Ombudsman RI. Dalam kerangka pemeriksanaan tersebut, Ombudsman RI menelaah berbagai dokumen dan meminta keterangan Pihak Terlapor dalam hal ini KPK dan BKN, Pihak Terkait termasuk Kementerian Hukum-HAM, serta Kementerian PAN-RB).

“Adapun fokus pemeriksaan adalah perihal penyusunan regulasi, proses pelaksanaan, dan penetapan hasil dari asesmen TWK,” ujar Endi.

Endi memaparkan, dalam tahap penyusunan regulasi telah terjadi maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang terkait harmonisasi terakhir Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021. Temuan penyimpangan prosedur terjadi pada pelaksanaan rapat harmonisasi yang dihadiri Pimpinan Kementerian atau Lembaga, yang seharusnya turut dihadiri para perancang, JPT, Administrator, yang dikoordinasi dan dipimpin Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum-HAM.

Sementara itu, penyalahgunaan wewenang terjadi dalam hal penandatanganan berita acara harmonisasi yang dilakukan oleh pihak yang justru tidak hadir pada rapat harmonisasi tersebut dalam hal ini Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Pengundangan, Penerjemahan dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen PP Kementerian Hukum-HAM.

Endi pun menyatakan bahwa dalam hal tugas dan fungsinya, KPK harus sejalan asas transparansi dan partisipasi dalam pembuatan regulasi.

“Ombudsman berpendapat, KPK melakukan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, yakni tidak menyebarluaskan informasi ihwal rancangan Peraturan KPK pada sistem informasi internal setelah dilakukan proses perubahan hingga 6 (enam) kali rapat harmonisasi terhadap rancangan Peraturan KPK tersebut,” tandas Endi.

Selanjutnya dalam tahapan pelaksanaan asesmen TWK, Ombudsman RI menemukan maladministrasi di mana BKN dinilai tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen TWK. Dalam pelaksanaannya, BKN ternyata tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut. Pada akhirnya menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi AD dan pada saat pelaksanaan asesmen TWK, pihak BKN hanya bertindak selaku pengamat (observer) dan asesmen sepenuhnya dilakukan oleh DISPSIAD, BAIS-TNI, PUSINTEL AD, BNPT dan BIN.

Ombudsman RI pun menemukan adanya maladministrasi pada tahapan pemetaan hasil asesmen TWK, di mana Ketua KPK telah melakukan perbuatan tidak patut dalam menerbitkan SK No. 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen TWK Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN karena merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun sesuai Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019.

Kedua, terjadi Pengabaian KPK sebagai Lembaga Negara yang masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif terhadap pernyataan Presiden tanggal 17 Mei 2021, yang menegaskan bahwa “hasil TWK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan terhadap individu maupun institusi KPK; tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

Ketiga, telah terjadi maladministrasi Pengabaian terhadap pernyataan Presiden tanggal 17 Mei 2021 dan penyalahgunaan wewenang oleh Menteri PAN-RB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN, 5 (lima) Pimpinan KPK, Ketua KASN dan Kepala LAN, terkait kepastian status Pegawai KPK dan hak memperoleh perlakukan adil dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945) bagi 75 pegawai KPK, dengan menanda-tangani Berita Acara Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Hasil Asesmen TWK Dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN tertanggal 25 Mei 2021.

Atas dasar ini, sesuai amanat Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU No.37 Tahun 2008 Ombudsman RI menyampaikan tindakan korektif kepada KPK dan BKN serta saran kepada Presiden guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik.

“Terhadap 75 pegawai KPK tersebut, dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021. Kemudian kepada BKN, dalam rangka perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian di masa yang akan datang, BKN agar menelaah aturan dan menyusun Peta Jalan (roadmap) berupa mekanisme, instrumen, dan penyiapan asesor terhadap pengalihan status pegawai menjadi pegawai ASN,” tegas Endi.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top