Tolak Perkada APBD 2026, Fraksi PSI Ende: Ini Manuver Politik yang Cacat Hukum | Pranusa.ID

Tolak Perkada APBD 2026, Fraksi PSI Ende: Ini Manuver Politik yang Cacat Hukum


FOTO: Fraksi PSI Sukri Abdulah dan Agustinus Wadhi

ENDE – Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Kabupaten Ende menyatakan penolakan keras terhadap rencana Pemerintah Kabupaten Ende yang hendak menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

Fraksi PSI menilai langkah tersebut sebagai tindakan inkonstitusional, melecehkan peran DPRD, serta bentuk kesengajaan mengabaikan mekanisme hukum yang berlaku.

Sikap tegas ini disampaikan dalam konferensi pers di Cafe Mite Taki, Ende. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Fraksi PSI Syukri Abdullah I, Sekretaris Fraksi Anselmus Kaise, serta anggota fraksi Agustinus Wadhi dan Moses Pasopande.

Ketua Fraksi PSI, Syukri Abdullah, menegaskan bahwa proses pembahasan APBD tidak boleh dipaksakan dalam waktu yang singkat dan semrawut. Menurutnya, wacana penggunaan Perkada bukan sekadar pelanggaran prosedur, melainkan sebuah manuver politik yang berisiko tinggi.

“Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tetapi manuver politik yang berbahaya. APBD bukan dokumen main-main. Memaksa pembahasan dalam waktu yang singkat adalah tindakan spekulatif yang membuka ruang cacat hukum dan potensi penyalahgunaan kewenangan,” tegas Syukri.

Syukri mengingatkan kembali bahwa mekanisme sah pembahasan APBD wajib melalui tahapan formal yang berjenjang, mulai dari Paripurna Penjelasan Kepala Daerah, pandangan umum fraksi, jawaban pemerintah, pembahasan di Badan Anggaran, hingga finalisasi persetujuan bersama.

Indikasi Rekayasa Administrasi

Sekretaris Fraksi, Anselmus Kaise, menyoroti adanya upaya “akrobat” administrasi dari pemerintah. Ia mengungkapkan adanya permintaan agar DPRD menandatangani persetujuan bersama dengan tanggal mundur, yakni 30 November.

Anselmus menyebut tindakan ini melawan hukum karena melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang mewajibkan dokumen negara mencantumkan tanggal sesuai peristiwa nyata.

“Ini upaya rekayasa administrasi. Tidak bisa ditolerir. DPRD tidak akan menjadi bagian dari tindakan yang secara jelas melanggar hukum,” ujar Anselmus.

Kritik tajam juga dilontarkan anggota fraksi, Agustinus Wadhi. Ia menyoroti fakta bahwa pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) sejatinya belum dimulai karena syarat formil berupa kehadiran Kepala Daerah tidak pernah terpenuhi.

Bupati Ende diketahui tidak pernah mengindahkan undangan lembaga untuk memberikan penjelasan, yang menurut PP 12/2019 dan UU 23/2014 merupakan prasyarat wajib.

“Bagaimana mungkin pemerintah berbicara soal Perkada, sementara pintu pembahasan saja belum dibuka karena Bupati tidak hadir?” kritik Agustinus dengan nada tinggi.

Sementara itu, anggota Fraksi PSI lainnya, Moses Pasopande, menyebut wacana Perkada ini sebagai bentuk pembangkangan konstitusional. Ia mengingatkan bahwa Perkada adalah jalan terakhir (ultimum remedium), bukan alat untuk menghindari pengawasan DPRD.

Siapkan Langkah Hukum

Menyikapi situasi ini, Fraksi PSI mengaku telah berkoordinasi secara hierarkis mulai dari DPD, DPW, hingga DPP PSI.

Sebagai kesimpulan sikap, Fraksi PSI menegaskan delapan poin utama, di antaranya menolak keras rencana Perkada karena dinilai cacat formil dan berpotensi batal demi hukum. Mereka mendesak pemerintah daerah menghentikan upaya memaksakan penetapan APBD tanpa mekanisme resmi.

Fraksi PSI juga menyatakan siap menggunakan instrumen konstitusional, termasuk langkah politik dan hukum, apabila pemerintah tetap bersikeras melanjutkan tindakan yang dinilai melanggar aturan tersebut. Bagi PSI, keterlambatan penetapan APBD ini adalah bukti nyata buruknya manajemen pemerintahan di Kabupaten Ende.

Laporan: Marianus (Peci) | Editor: Rivaldy

Berita Terkait

Top