Mafindo Sebut Video Anji dan Hadi Sesat, Berpotensi Membahayakan Publik!
PRANUSA.ID — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai video yang ditayangkan penyanyi Anji tentang Hadi Pranoto yang mengklaim sebagai profesor dan penemu herbal Covid-19 mengandung informasi sesat dan bohong (hoaks).
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat setidaknya telah ada 544 hoaks seputar Covid-19 sejak akhir Januari hingga awal Agustus 2020.
Video yang dalam waktu singkat telah ditonton ratusan ribu orang itu menambah deretan informasi bohong yang WHO sebut sebagai infodemi.
Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho menilai infodemi amat merugikan banyak pihak, berdampak buruk bagi masyarakat, dan mengganggu upaya penanganan pandemi.
“Ini bisa membahayakan publik dan memberi rasa aman yang palsu, dan dapat berbalik menjadi kelengahan masyarakat akan bahaya penyebarannya,” kata dia dalam siaran pers yang diterima Pranusa.id, Senin (3/8/2020).
Dia pun memberi contoh ketika dulu sempat muncul teori konspirasi rumah sakit yang menyebut para dokter akan meng-‘Covid-19’-kan pasien sebagai lahan bisnis.
Tak berselang lama, insiden pun langsung terjadi. Dari penarikan jenazah secara paksa hingga intimidasi tenaga medis di beberapa daerah.
“Bahkan hingga teori konspirasi terkait agama. Seperti bahwa Covid-19 adalah sebuah cara untuk menghancurkan umat agama tertentu dengan membuat umatnya tidak kembali ke sekolah dan mendapatkan pendidikan agama,” ujar Eko.
Dalam video wawancara Anji dengan Hadi Pranoto tersebut, Mafindo mencatat setidaknya ada 12 klaim sesat yang membahayakan publik.
Dari klaim soal obat buatannya telah menyembuhkan ribuan orang dengan dua atau tiga hari pemakaian hingga klaim soal vaksin merusak organ tubuh.
“Masyarakat yang termakan informasi tersebut bisa kemudian menolak protokol pencegahan dan pengobatan yang dibuat oleh pemerintah. Mereka memilih obat alternatif yang ditawarkan dalam video itu,” tukas Eko.
Di sisi lain, Mafindo menilai teori konspirasi dan isu hoaks seputar vaksin berpotensi mengakibatkan penolakan program vaksinasi dari masyarakat jika vaksin nantinya telah tersedia.
“Klaim lainnya, masker tidak bisa mencegah penularan Covid-19. Berbagai klaim tersebut sangat berbahaya bagi publik, sehingga kami mendukung PB IDI yang meminta kepolisian turun tangan,” jelas dia.
Infodemi yang kian marak membutuhkan penanganan yang serius dari berbagai pihak.
“Teori seperti ini biasanya menggunakan komponen-komponen informasi yang sulit diverifikasi kebenarannya oleh masyarakat umum, sehingga mudah memperdaya masyarakat,” kata Presidium Mafindo Anita Wahid.
Untuk itu, dia meminta publik untuk berhati-hati dalam menerima informasi, terutama yang terkait dengan berbagai tuduhan konspirasi di balik pandemi Covid-19.
“Oleh karenanya, masyarakat perlu bersikap kritis terhadap informasi. Perlu juga mengeceknya melalui kanal-kanal dan sumber berita yang terpercaya,” imbuh Anita.
Selain itu, dia menilai pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama harus turut serta memberikan teladan bagi masyarakat bagaimana memilah informasi yang benar dan keliru.
“Publik juga membutuhkan kepastian informasi terkait kebijakan yang dikomunikasikan dengan konsisten. Kesimpangsiuran informasi akan membuat tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah menurun. Bisa juga menjadi pintu masuk kabar bohong,” jelas dia.
(Jessica Cornelia Ivanny)