MK Putuskan Tarif Royalti Wajib Ikut Aturan Negara

pranusa.id December 18, 2025

FOTO: Gedung Mahkamah Konstitusi

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kepastian hukum baru bagi industri musik dan kreatif tanah air. Dalam putusan terbarunya, MK menegaskan bahwa penentuan besaran royalti hak cipta tidak boleh lagi didasarkan pada tafsir bebas, melainkan harus mengacu secara ketat pada tarif resmi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Keputusan penting ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 28/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang dibacakan di Jakarta, Rabu (17/12/2025). Putusan ini sekaligus menjawab gugatan yang diajukan oleh vokalis Gigi, Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), bersama 28 musisi dan penyanyi lainnya yang selama ini resah dengan ketidakjelasan frasa “imbalan yang wajar” dalam undang-undang tersebut.

Ketua MK, Suhartoyo, dalam amar putusannya menyatakan bahwa frasa “imbalan yang wajar” dalam Pasal 87 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai secara spesifik.

“Sepanjang tidak dimaknai ‘imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan’,” ucap Suhartoyo saat membacakan vonis.

Hapus Tafsir Karet

Mahkamah menilai frasa “imbalan yang wajar” yang selama ini berlaku menimbulkan ruang penafsiran yang terlalu luas. Kondisi ini berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum mengenai besaran royalti, yang pada akhirnya merugikan pencipta lagu maupun pengguna karya.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, saat membacakan pertimbangan hukum, menegaskan bahwa penetapan tarif royalti ke depan harus dilakukan dengan parameter yang jelas dan melibatkan partisipasi aktif para pemangku kepentingan.

“Dalam hal ini, pembentuk undang-undang perlu segera mengatur perihal royalti atau imbalan yang terukur dan proporsional serta tidak memberatkan pengguna ciptaan dan masyarakat pada umumnya,” ujar Enny.

MK juga menekankan bahwa penarikan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tidak boleh mengabaikan kepentingan masyarakat untuk menikmati karya cipta secara terjangkau. Oleh karena itu, LMK diwajibkan berkoordinasi dan menetapkan besaran royalti sesuai kelaziman serta prinsip hak cipta yang diatur negara.

Sebagai informasi, selama ini tarif royalti di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tahun 2016. Putusan MK ini memperkuat posisi regulasi negara sebagai satu-satunya acuan sah dalam skema lisensi kolektif (blanket license), sehingga menutup celah negosiasi tarif yang tidak standar.

Laporan: Severinus | Editor: Arya

Rekomendasi untuk Anda
Berita Lainnya
Pasca Insiden Tambang PT SRM, Imigrasi Ketapang Amankan 29 WNA China
KETAPANG – Kantor Imigrasi Kelas II Non-TPI Ketapang bergerak cepat…
Bantah Terima Rp809 Miliar, Kuasa Hukum: Nadiem Tidak Diuntungkan Sepeser Pun
JAKARTA – Tim penasihat hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset,…
Belanja Produk Lokal Tembus Rp415 Triliun, Pertamina Raih Juara P3DN 2025
JAKARTA – PT Pertamina (Persero) kembali mengukuhkan posisinya sebagai lokomotif…
Bantu Korban Bencana Sumatera, Pemerintah Bebaskan Bunga KUR hingga Hapus Utang
JAKARTA – Pemerintah mengambil langkah strategis untuk meringankan beban ekonomi…
Malaysia Perketat Lisensi Medsos dan Larang Pengguna di Bawah 16 Tahun
KUALA LUMPUR – Pemerintah Malaysia mengambil langkah tegas dalam mengatur…