Pilar Keberlanjutan, Kunci Disparitas Daya Saing Antarwilayah | Pranusa.ID

Pilar Keberlanjutan, Kunci Disparitas Daya Saing Antarwilayah


Ilustrasi pasar tradisional. (Lasti Kurnia / Kompas)

Pembangunan di berbagai daerah di Indonesia belum berbasiskan pada pilar-pilar keberlanjutan sehingga masih terjadi disparitas daya saing daerah antara wilayah Barat dan Timur Indonesia. Sudah waktunya pilar lingkungan lestari, ekonomi, unggul, sosial inklusif, dan tata Kelola, diletakkan sebagai kerangka pembangunan daerah.

Hal ini dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng dalam forum diskusi bertajuk “Strategi Membangun Daya Saing Daerah Berkelanjutan” yang menjadi bagian dari Katadata Regional Summit 2020: Kolaborasi Menuju Pembangunan Daerah Berkelanjutan di Jakarta, Rabu (4/11/2020). Turut hadir sebagai pembicara kunci dalam forum diskusi ini adalah Staf Ahli Bidang Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal BKPM Heldy Satrya Putera, Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fachrul Razi, Bupati Bojonegoro Anna Muawanah, Government and Public Outreach Associate Generasi Melek Politik Reiga Andra, dan Komite Pengembangan Kewirausahaan APINDO Lishia Erza.

Pada forum diskusi ini Robert memaparkan hasil studi Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan yang dijalankan oleh KPPOD dan mitra-mitranya. Studi ini menemukan beberapa tipologi permasalahan daya saing daerah.

Pertama, derajat daya saing daerah di Indonesia sebagian besar, 96,91%, berada di skala sedang. Kedua, terjadi disparitas daya saing antarwilayah. Wilayah Indonesia bagian barat memiliki daya saing tinggi, sedangkan Indonesia bagian timur berdaya saing rendah. Ketiga, pembangunan perekonomian di daerah belum berbasiskan pada pilar-pilar keberlanjutan. Kerangka pikir Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan terdiri dari empat pilar keberlanjutan, yaitu lingkungan lestari, ekonomi unggul, sosial inklusif, dan tata kelola baik.

Robert memaparkan kunci utama untuk mengurangi disparitas daya saing daerah antara Indonesia bagian barat dan timur adalah membangun tata kelola dan leadership kepala daerah. Menurut Robert keseimbangan antar pilar keberlanjutan menjadi kunci bagi peningkatan daya saing daerah berkelanjutan.

“Internal pemerintah daerah harus berkomitmen mengatasi disparitas itu. Dukungan kebijakan dari pusat juga harus ada. Misalnya bagaimana berbagai insentif yang diberikan pemerintah pusat, Dana Insentif Daerah, menjadikan pertimbangan keberlanjutan, khususnya aspek lingkungan, menjadi pertimbangan yang sangat kuat,” ujar Robert.

Salah satu bentuk dukungan kebijakan dari pemerintah pusat adalah mengadopsi prinsip keberlanjutan dan ruang inovasi pemerintah daerah ke dalam penyusunan Rancangan Undang -Undang (RUU) tentang Pengembangan Daya Saing Daerah. “Lingkungan lestari jadi bagian yang tak terpisahkan dalam meningkatkan daya saing daerah berkelanjutan dan kerangka kebijakan dalam merancang RUU Daya Saing Daerah. Selama studi dijalankan, banyak narasumber kami mengeluhkan kewenangan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berada di level kabupaten ataupun kota, tapi di level provinsi bahkan pusat,” ujar Robert.

Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengemukakan RUU tentang Daya Saing Daerah mampu menjawab permasalahan-permasalahan sentralisasi di Indonesia, contohnya adalah kesenjangan ekonomi antardaerah menurut Fahrul Razi. Melalui RUU tersebut DPD berharap daerah dapat berinovasi dan meningkatkan daya saing daerahnya sehingga bisa mempercepat perekonomian daerah.

“Lingkungan termasuk permasalahan di daerah yang sangat rumit. Terdapat sembilan indikator yang harus menjadi tolak ukur pembangunan daya saing daerah, satu di antaranya adalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Daerah harus terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam untuk menjadikan hal tersebut sebagai produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan potensi daerahnya,” kata Fahrul.

Dalam konteks melangkah ke arah pembangunan berkelanjutan, sejumlah pemerintah daerah sudah mencermati hal tersebut. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, misalnya, menyiapkan langkah strategis untuk menghadapi kemungkinan pasca cadangan minyak dan gas di daerahnya habis. Bojonegoro saat ini mengarahkan pembangunan pertanian dan menyiapkan berbagai infrastruktur penunjang pertanian seperti waduk dan saluran irigasi.

“Pertanian tidak bisa kita tinggalkan begitu saja. Bojonegoro termasuk dua besar wilayah yang bisa menopang pasokan pangan Jawa Timur dan nasional. Kami juga memberikan program petani mandiri dan itu efektif,” papar Bupati Bojonegoro Anna Muawanah.

Dalam paparannya, Staf Ahli BKPM Heldy Satrya Putera mengatakan meskipun realisasi investasi Indonesia hingga triwulan III 2020 telah mencapai Rp611 triliun, 74,8% dari target investasi 2020, target investasi sampai 2024 meningkat hampir 50%. Artinya, Indonesia harus mengarahkan daya saingnya untuk mencapai hal tersebut. Salah satu yang harus ditingkatkan adalah kemudahan berusaha yang penting untuk menjadi acuan bagi daerah dalam meningkatkan daya saingnya.

“Kami berusaha mengeksekusi rencana-rencana investasi yang sudah ada, bekerja sama dengan daerah untuk dapat memfasilitasi ini end-to-end. Kami juga membentuk satuan tugas untuk mengawal daerah dalam mempermudah kemudahan berusaha,” ujar Heldy.

Terkait investasi di daerah, saat ini pihak swasta semakin peduli terhadap isu keberlanjutan. Untuk meningkatkan investasi di wilayahnya, daerah harus memahami matriks-matriks yang dilakukan oleh pihak swasta. Sering kali terjadi ketidaksesuaian antara kebijakan daerah dengan strategi usaha pihak swasta. Regulator daerah sering tidak memahami prinsip bisnis hijau yang diusung pihak swasta.

“Ketika bicara soal responsible investment, ketika daerah memiliki ekonomi yang lestari, maka daerah tersebut bisa menjadi target investasi luar negeri dan dalam negeri. Aspek keberlanjutan bisa menjadi daya tarik investasi di daerah,” ujar Komite Pengembangan Kewirausahaan APINDO Lishia Erza.

Daerah juga perlu memperluas partisipasi pemangku kepentingan, termasuk generasi muda, untuk mendukung upaya percepatan daya saing berkelanjutan. Semakin banyak anak muda yang mengetahui dan memahami isu-isu lingkungan dengan akses informasi yang semakin transparan, semakin terbuka peluang partisipasi publik dalam menyusun kebijakan.

“Kepala daerah jangan hanya melihat anak muda sebagai penyumbang suara saat pemilihan umum, tapi juga untuk mengambil kebijakan. Saat ini banyak anak muda yang lebih peduli terhadap isu lingkungan. Kebijakan ini juga akan menimbulkan efek snowball, dicontoh oleh daerah lain,” kata Government and Public Outreach Associate Generasi Melek Politik Reiga Andra.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top