Putri Gus Mus Minta Pendukung Jokowi Tak Catut Nama Ayahnya Saat Lawan FPI | Pranusa.ID

Putri Gus Mus Minta Pendukung Jokowi Tak Catut Nama Ayahnya Saat Lawan FPI


Gus Mus. (Dream)

PRANUSA.ID — Putri Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus, Ienas Tsuroiya, mengultimatum para pendukung fanatik Presiden Joko Widodo untuk tidak mencatut nama ayahnya jika ingin berkampanye melawan Front Pembela Islam (FPI).

“Dear para pendukung fanatik Pak Jokowi, buzzer atau bukan. Kalau kalian ingin berkampanye melawan FPI, lakukanlah dengan cara yang baik. Jangan mencatut nama Abah saya, KH. Mustofa Bisri (Gus Mus),” kata Ienas dalam cuitannya di akun Twitter @tsuiroya, dilihat Pranusa.ID, Senin (14/12/2020).

Pasalnya, fenomena tersebut hampir terjadi tiap tahun. Sejak 2018 misalnya, ia sudah melihat sebuah akun yang menggunggah foto Gus Mus disertai narasi yang dikampanyekan untuk melawan FPI.

“Pasang foto beliau pula. Saya langsung komplain saat itu juga. Sempat ngeles, tapi ketika banyak yang mendukung saya, postingan hilang,” ujarnya.

“Kasus lain, ada tulisan salah satu pendukung Pak Jokowi, namanya Iyyas Subiakto, surat terbuka kepada keturunan Arab. Di-posting di Facebook. Tapi kemudian ada OKNUM yang menambahkan nama Abah di atasnya. Langsung viral. Dan kami pun kerepotan membantahnya,” tutur Ienas.

Ia mengaku juga sempat beberapa kali mendapatkan pesan yang menanyakan soal video demo FPI yang digabungkan dengan suara Gus Mus ketika membacakan puisi berjudul ‘Allahu Akbar’.

Padahal, puisi itu diciptakan Gus Mus pada 2015 lalu yang isinya bersifat dakwah secara halus dan bertujuan mengajak introspeksi. Jadi bukan ditujukan untuk menyerang kelompok tertentu.

Meski begitu, Ienas menegaskan bukan berarti ia mendukung FPI. Ia hanya tidak mau ayahnya selalu dikaitkan dan dikambing hitamkan oleh oknum-oknum tertentu dalam perlawanan terhadap FPI.

Secara jujur, Ienas juga mengatakan sering resah dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam tersebut. Pasalnya, beberapa kali FPI sering diwarnai kekerasan dalam sepak terjangnya.

“Saya termasuk warga negara yang ikut resah menyaksikan sepak-terjang mereka selama ini, yang sering diwarnai kekerasan, meski dengan alasan ‘nahi mungkar’. Googling saja, banyak korbannya,” ujarnya.

Ienas pun menceritakan kejadian ketika ia menghadiri agenda bedah buku di Salihara pada 2012. Saat itu, diskusi baru hendak dimulai, namun kelompok FPI pun datang dan bertindak dengan kekerasan.

“Diskusi baru saja dimulai, ketika kemudian datang sekelompok massa berserban putih, meneriakkan takbir, sambil berusaha menjebol pagar depan Salihara. Situasi sungguh mencekam,” ungkap dia.

Beruntung saat itu ia dapat selamat dari amukan simpatisan FPI usai melarikan diri melalui pintu belakang. Akan tetapi, Ienas mengaku masih trauma dan ketakutan jika bertemu orang-orang berseragam FPI.

“Wajah-wajah garang itu sangat membekas di benak saya,” imbuhnya.

(Pss/Pranusa)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top