Urgensi Memperkuat Minat Membaca Peserta Didik
Penulis adalah Hotmawati Sidabukke, S.Pd. Guru SMPN 4 Tanjungpandan
KOLOM– Kemajuan zaman telah membawa banyak perubahan di segala bidang kehidupan. Perubahan yang terjadi pun bisa sangat cepat tanpa bisa dibatasi oleh rentang waktu tertentu. Dampaknya, setiap negara termasuk Indonesia harus senantiasa bergerak maju agar tidak menjadi “korban” dari kemajuan zaman yang pesat.
Maka dari itu, pada era yang berubah serba cepat ini manusia Indonesia khususnya peserta didik diharapkan terus memperkaya dirinya dengan ragam ilmu pengetahuan. Tujuannya, agar mempunyai modalitas untuk ikut menghasilkan inovasi dan kritis terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh globalisasi.
Ilmu pengetahuan dapat digali oleh peserta didik melalui budaya literasi yang masif. Budaya literasi mencakup kegiatan seperti membaca buku atau pun sumber-sumber bacaan dalam bentuk lainnya. Keberadaan sumber bacaan menjadi jendela dunia yang dapat memberikan banyak wawasan yang membangun bagi peserta didik.
Sayangnya, budaya literasi ini justru belum mengakar kuat di kalangan peserta didik. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
PISA sendiri adalah studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Setiap 3 tahun, peserta didik berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak, menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca, matematika dan sains. Sementara secara umum, UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001persen. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan minat membaca masyarakat Indonesia sangat rendah, salah satunya adalah tingginya angka penggunaan smartphone. Memang, pada dasarnya smartphone dengan fasilitas internetnya bisa menjadi sarana untuk mengakses informasi dengan cepat dan mudah sehingga kegiatan membaca pun sebenarnya bisa dilakukan melalui alat komunikasi tersebut atau dikenal dengan literasi digital.
Namun, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017 membeberkan fakta melalui hasil surveynya bahwa hampir 90% layanan yang diakses oleh pengguna internet di Indonesia berupa fasilitas chatting. Setelah itu, 87,13% untuk media sosial seperti mengunggah foto di Instagram, Facebook, dan platform media sosial lain.
Sementara penggunaan internet untuk search engine berada di urutan ketiga dengan persentase 74,84%. Kemudian sebanyak 72,29% layanan yang diakses adalah melihat gambar atau foto. Sebanyak 32,19% pengguna internet adalah untuk membeli barang.
Melihat data tersebut, kita patut untuk prihatin. Padahal masyarakat Indonesia tergolong mampu untuk menggunakan smartphone selama berjam-jam. Namun, sayangnya pemanfaatan smartphone untuk keperluan penguatan literasi seputar ilmu pengetahuan masih belum tinggi.
Justru, pengguna smartphone dan internet di Indonesia pada tahun 2021 tercatat memiliki kultur kesopanan yang terendah di Asia Tenggara berdasarkan riset yang dirilis oleh Microsoft. Jika dicermati, fenomena media sosial pun dipenuhi dengan bullying dan kata-kata kasar dari warganet.
Hal itu menunjukkan bahwa perlu ada yang namanya pendampingan khususnya terhadap peserta didik agar tidak ikut larut dalam fenomena yang ada dan mampu secara optimal untuk memanfaatkan sumber daya pendukung guna keperluan literasi.
Apalagi, Indonesia disebut – sebut akan mengalami bonus demografi di masa yang akan datang. Peserta didik saat ini akan berpotensi masuk dalam pusaran bonus demografi tersebut disertai dengan persaingan antar bangsa yang diyakini akan jauh semakin ketat, sehingga kompetisi soal dunia lapangan kerja dan kreativitas dalam menghasilkan produk inovatif tidak hanya terjadi dalam tingkat regional – nasional melainkan internasional. Oleh karena itu, penting yang namanya memperkuat minat baca sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas diri agar siap menghadapi kondisi ke depan yang penuh dengan tantangan.
Perlunya Sinergisitas
Apabila kegiatan literasi tidak diperhatikan, maka tentu akan berdampak buruk. Tingkat minat baca yang rendah merupakan sebuah masalah esensial yang berkonstribusi pada rendahnya produktivitas sebuah bangsa.
Menurut Kr. Bagas Romualdi (2022) pada bukunya berjudul Notula Aksata, hal tersebut dikarenakan masyarakat yang minat bacanya rendah cenderung tidak kreatif akibat kekurangan refrensi dan pengetahuan dalam menghasilkan karya atau memecahkan suatu permasalahan.
Oleh karena itu, memperkuat spirit untuk membaca menjadi sebuah keharusan. Tentu saja untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan yang namanya keterlibatan berbagai pihak. Dimulai dari peran keluarga misalnya.
Kebiasaan membaca dapat ditumbuhkan sejak kecil melalui peran orang tua misalnya dengan membacakan cerita menarik sehingga menjadi pemantik agar anak tersebut termotivasi untuk membaca berbagai buku.
Kemudian masyarakat juga bisa ikut ambil bagian dengan cara membangun sebuah taman bacaan untuk dipergunakan bersama. Taman bacaan tersebut perlu dikonsep sedemikian rupa agar tidak terlihat kaku dan membosankan.
Selain itu, sekolah juga harus terus berkomitmen untuk menumbuhkan budaya membaca melalui kegiatan Gerakan Literasi Sekolah yang kreatif dengan menghadirkan program penunjang seperti pojok literasi, optimalisasi perpustakaan, dan even menarik yang bisa mendorong tumbuhnya minat membaca.
Hal tersebut kemudian didukung pula dengan kegiatan proses pembelajaran di kelas yang berbasis literasi. Tak kalah penting, pemerintah mulai dari tingkat daerah hingga nasional juga harus turun tangan dengan memberikan akomodasi berupa buku gratis dan pendanaan yang memadai agar di beberapa wilayah yang akses infrastrukturnya sulit, bisa menikmati layanan membaca di daerahnya sendiri.
Jika semua elemen tersebut saling bersinergi dengan bersungguh – sungguh serta berkesinambungan, maka menghadirkan peserta didik yang mempunyai tingkat kesadaran membaca yang tinggi agar hadir generasi yang cerdas dan solutif adalah sebuah keniscayaan.
*) Artikel ini sebelumnya sudah pernah dimuat di: https://bangka.tribunnews.com/2022/08/14/urgensi-memperkuat-minat-membaca-peserta-didik