Menkes Klaim Bank Dunia Mau Kucurkan Rp75 T Bangun RS Ginjal, Paru Cs | Pranusa.ID

Menkes Klaim Bank Dunia Mau Kucurkan Rp75 T Bangun RS Ginjal, Paru Cs


Foto Menkes Budi Gunadi Sadikin (Sehat Negeriku/detik.com)

PRANUSA.ID — Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan pihaknya telah bersepakat dengan Bank Dunia untuk memenuhi pembiayaan rumah sakit kronis di Indonesia.

Menurutnya, biaya yang dibutuhkan minimal US$5 miliar atau setara Rp75 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu) untuk membangun rumah sakit jantung, ginjal, paru-paru, hingga kanker.

“Kira-kira kita butuh US$5 miliar untuk seluruh Indonesia,” kata Budi dalam rapat Komisi IX DPR, Rabu (8/2/2023).

“Sudah deal-deal-an dengan World Bank. Kita sudah cari dana, pinjaman, masuk Blue Book Bappenas bulan ini dan Green Book bulan depan agar 2027 selesai,” sambungnya.

Ia membandingkan nilai proyek ini tak seberapa dengan dana yang terkumpul untuk membeli Freeport. Saat itu, menurutnya, pemerintah berhasil mengumpulkan uang US$4 miliar dalam dua bulan untuk membeli Freeport. Oleh karena itu, Budi menilai mestinya tidak sulit mendapatkan uang Rp60 triliun untuk membangun rumah sakit.

“Teman-teman bilang, gede banget, menurut saya nggak karena kita butuh pendataan (beli) Freeport butuh US$ 4 miliar, 2 bulan kita dapat uangnya. Harusnya ini bisa selesai,” tuturnya.

Terlebih, proyek rumah sakit kronis ini rencananya akan selesai pada 2027. Meski saat itu sudah bukan periode dirinya menjabat Menkes, namun ia berharap anggaran untuk RS kronis bisa terus diperhatikan.

Ia memasang target agar nantinya standar layanan kesehatan bisa semakin merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Terlebih, menurutnya, keberadaan rumah sakit, dokter spesialis, dan alat kesehatan yang mumpuni sangat dibutuhkan di tiap daerah.

Budi mencontohkan seseorang yang terkena penyakit jantung bisa diselamatkan dalam waktu empat jam. Artinya, pasien jantung membutuhkan penanganan yang cepat. Sementara, semakin lama penanganan yang didapatkan persentase selamatnya semakin turun.

Secara rinci, ia menyebutkan peluang selamat pasien jantung dengan penanganan empat jam adalah 80 persen. Kemudian, di atas empat jam turun menjadi 10 persen, dan di atas 12 jam hanya 5 persen kemungkinan selamat.

“Jadi kalau serangan jantung, empat jam itu is a must bahkan kalau bisa 1-2 jam. Artinya kita pengin serangan jantung pasang stent maksimal 4 jam. Itu urusan kabupaten/kota-lah, nggak mungkin Provinsi,” tuturnya.

Budi pun menyarankan agar di masa depan anggaran pemerintah daerah untuk kesehatan dibagi menjadi dua. Pertama, kebutuhan pembangunan RS, alat, dan dokter spesialis. Kedua, untuk pelayanan masyarakat.

“Jadi dengan adanya BPJS, demand site selesai. Orang bisa akses, tetapi kalau supply sitenya nggak ada, ‘saya serangan jantung pak, punya BPJS’. Ya tapi nggak ada RS-nya, nggak ada dokternya, problemnya di situ,” tegasnya. (*)

CNN Indonesia

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top