Cerita Ahok Saat Hadapi Aksi 411: Sudah Siap Mati | Pranusa.ID

Cerita Ahok Saat Hadapi Aksi 411: Sudah Siap Mati


Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

PRANUSA.ID — Komisaris Utama (Komut) Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan Ahok mengungkapkan saat dimana dia dan keluarganya harus menghadapi Aksi 411 atau Aksi 4 November 2016.

Aksi yang disebut para demonstran sebagai aksi penyelamatan Al-Qur’an itu merupakan bentuk protes terhadap pernyataan Ahok yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yang dianggap telah menistakan agama Islam.

Penistaan itu berkaitan dengan pernyataan Ahok yang menggunakan frasa ‘dibohongi pakai Surat Al Maidah’ menjelang Pilgub DKI 2017.

Kisah itu diceritakannya dalam perbincangan bersama Host Makna Talks, Iyas Lawrence, melalui unggahannya di kanal Youtube @Panggil Saya BTP sebagaimana dilihat Pranusa.id pada Minggu (9/8/2020).

“Ngomongnya nanti salah lagi saya. Jujur aja gitu ya, waktu terjadi demo segala macam, saya di rumah betul-betul saya bisa tidur. Memang ada aparat (yang menyatakan) saya harus diungsikan waktu itu. Ada ibu saya, semua,” kata Ahok.

Ahok dan keluarga akhirnya memutuskan untuk mendengarkan ibunya, Buniarti Ningsih, yang meminta mereka tetap tinggal di rumahnya di Pantai Mutiara Pluit, Jakarta Utara.

“Lalu kami putuskan, kalau diungsikan ke pulau, ke mana-mana, justru, ini minta maaf saja ya kalau sampai ada orang rencana mau bunuh saya pun, justru dibawa ke pulau ke tempat itu, nggak ada orang yang tahu, lebih gampang bunuh saya. Udah gitu, berita bisa nggak ada kan,” ujar dia.

Dia pun meminta aparat kepolisian untuk menjaga mereka tanpa harus membawa mereka pergi dari rumah. Menurutnya, setidaknya ada bukti jelas sekalipun nantinya harus mati dibunuh.

“Saya bilang sama mereka, saya nggak mau pergi. Dia bilang nanti bisa serbu masuk ke dalam rumah. Ya itu kan tugas kalian menjaga di depan. Kalau kalian takut ya tinggalin aja. Saya lebih baik mati di rumah satu keluarga, itu beritanya masih ada orang tau. Terbunuh di rumah. Rumah saya dibakar, dikeroyok, masih ada orang tahu,” jelas dia.

Ahok pun menambahkan jika saat itu sudah merupakan perang ideologi dan keyakinan. Jika diungsikan ke pulau lain, dan ternyata ada oknum yang ingin membunuh mereka, maka tak akan tercatat dan bisa saja media justru memberitakan hal-hal aneh dan berbau fitnah.

“Ibu saya bilang ‘apapun terjadi, kita dalam rumah, jangan keluar. Mau mati terbunuh pun, dalam rumah aja matinya’. Supaya dunia akan mencatat kan. Kalau kamu hilang nggak ada yang tahu lho. Bisa fitnah macam-macam. Bisa bilang kamu kabur, bisa bilang kamu tenggelam, macam-macam versinya,” tukas dia.

Kasus yang berawal ketika Ahok berpidato di Pulau Pramuka pada 26 September 2016 membuat dia harus dihukum 2 tahun penjara dan menjalani masa tahanannya di Mako Brimob. Setelah menjalani hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan 15 hari, dia dinyatakan bebas secara murni karena menerima remisi.

Selama di penjara, Ahok mengatakan bahwa dia telah belajar bagaimana berdamai dengan diri sendiri. Dia juga tak menyesal atas peristiwa naas yang menimpa dirinya sehingga harus dipenjara dan kalah di Pilkada.

“Aku nggak pernah nyesel. Karena aku tahu aku berdiri untuk kebenaran dan keadilan dan perikemanusiaan. Saya berdiri untuk itu. Kecuali saya salah. Kita salah saja nggak boleh menyesali yang sudah lewat. Apalagi kita yakin kita nggak salah. Apalagi keputusan yang saya ambil berdasarkan keyakinan saya,” kata dia.

Dia merasa Tuhan memberinya hadiah dan anugerah dengan cara tersebut. Dengan masuk penjara, dia lebih bersyukur, berdamai, dan memperbaiki pola hidupnya.

“Kalau kita kesel sama orang, marah, nggak mau memaafkan, sesek ini rasanya. Sama ini panas, panas banget. Makanya saya bilang, kamu kalau nggak memaafkan orang, kamu masih tetap marah, itu kamu yang sakit sendiri,” imbuhnya.

(Cornelia)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top