CSIS: Ada Kelompok Terorganisir Gunakan Pengadilan untuk Menunda Pemilu | Pranusa.ID

CSIS: Ada Kelompok Terorganisir Gunakan Pengadilan untuk Menunda Pemilu


Ilustrasi pilkada pemilu: (Medcom.id/Mohamad Rizal)

Laporan: Bagas R ¦ Editor: Jessica C. Ivanny

PRANUSA.ID– Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Noory Okhtariza menduga ada kelompok terorganisir dan sistematis yang menggunakan kamar pengadilan untuk membawa isu penundaan Pemilu 2024.

“Saya melihat ini digerakkan oleh kelompok yang relatif terorganisir, sistematis, dan semakin ke sini harus dianggap serius. Siapa mereka? Mungkin tidak perlu dibuka di sini, tetapi sebetulnya relatif gampang untuk dilacak jejak sosial medianya,” kata Noory saat memberikan pemaparan dalam media briefing CSIS menanggapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024, Jumat, 3 Maret 2023.

Ia menyebut banyak instrumen yang bisa dilakukan kelompok ini demi menunda pemilu. Baik melalui amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, menghadirkan GBHN, hingga mobilisasi kepala desa. Namun, kali ini, kelompok tersebut bergerak melalui pengadilan.

Noory berujar, kelompok-kelompok ini sebetulnya telah membawa isu serupa sebelumnya dengan satu tujuan yang sama, yakni menginginkan penundaan pemilu. Kelompok-kelompok ini, kata dia, bisa terorganisir rapih atau renggang.

Namun Noory menilai bahwa kelompok tersebut memiliki satu tujuan, yakni Pemilu 2024 ditunda entah untuk satu tahun, dua tahun, dan seterusnya. “Banyak hal yang sudah dilakukan, tetapi hari ini kelompok ini masuk lewat pintu pengadilan,” kata dia.

Menurut Noor kelompok ini telah mencanangkan berbagai aksi, antara lain memobilisasi, mengorkestrasi, memainkan isu-isu lain yang bukan hanya seputar pemilu.

“Saya beri contoh, misalnya, ada yang menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode, ada yang minta amendemen konstitusi, ada yang minta dulu mengembalikan GBHN, ada yang kemarin menyebabkan macet di mana-mana, mobilisasi dengan tujuan menambah masa jabatan kepala desa. Ribuan kepala desa datang ke jakarta, dimobilisasi,” kata dia.

Yang terakhir, tutur Noory, adalah meminta penghapusan jabatan gubernur dengan menginginkan gubernur di seluruh provinsi ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD. Dia melihat semakin mendekat ke tahun politik, kelompok ini sengaja menjadikan isu sebagai komoditas dengan memainkan isu tersebut.

“Untuk apa? Untuk political bargain. Dan itu sepertinya terjadi. Sekali disetop munculin isu baru, sekali disetop munculin isu baru,” tuturnya.

Ia mengatakan komoditas isu itu akan menjadi dinamika dan dinamika itulah yang dijadikan “bargain” oleh orang yang memang memainkan isu ini. Alhasil, isu dijadikan komoditas.

“Makin mendekat ke tahun politik isu ini jadi komoditas untuk political bargaining. Sekali disetop muncul isu baru. Dan dinamika ini jadi bargaining issue jadi komoditas,” tutur dia.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top