DPR Soal Nasib Guru Honorer: Apa Perhatian Negara kepada Mereka? | Pranusa.ID

DPR Soal Nasib Guru Honorer: Apa Perhatian Negara kepada Mereka?


Adrianus Asia Sidot, Anggota DPR RI Fraksi Golkar. (Sumber: Kastara)

PRANUSA.ID– Anggota Komisi X DPR RI Adrianus Asia Sidot meminta negara untuk lebih memprioritaskan nasib para guru honorer yang mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Permintaan itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat bersama Dirjen Guru dan Tenaga Pendidikan Kemendikbud, Dirjen Anggaran Kemenkeu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Dep. Bidang SDM Aparatur KemenPANrb dan Kepala Badan Kepegawaian Negara, Senin (18/1/2021).

“Negara seharusnya memang memberikan perhatian yang lebih baik, kalau perlu diprioritaskan terhadap nasib para guru honorer,” kata Sidot sebagaimana dikutip dalam pernyataannya di akun YouTube @Komisi X DPR RI Channel. 

Ia kemudian mempertanyakan apa arti slogan ‘Sumber Daya Manusia (SDM) unggul Indonesia maju’ di saat pemerintah sendiri malah menghambat guru honorer menjadi peserta rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Tapi apa perhatian negara kepada mereka? Diberi kesempatan untuk PPPK, tapi harus lulus tes. Inikah bentuk kepedulian pemerintah terhadap mereka yang sudah berjuang mati-matian untuk membangun negara kita ini dari segi pendidikan?” ujarnya.

Selain itu, Sidot juga menyoroti masalah kebijakan penggajian tunjangan PPPK daerah yang masuk dalam beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Waktu reses kemarin, sudah ada bupati yang mengeluh kepada saya, ‘Kok gaji tunjangan PPPK ini dibebankan ke daerah?’ Kalaupun itu mekanismenya melalui dana transfer, tolong itu ditegaskan ini khusus untuk pembayaran gaji tunjangan, supaya Pemda itu merasa tidak terbebani,” tuturnya.

Lebih lanjut, Sidot mengatakan syarat guru honorer yang harus terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) untuk ikut seleksi PPPK terlalu sulit. 

“Yang menerbitkan NUPTK ini adalah bupati. Di Kabupaten Sekadau, di Kabupaten Kapuas Hulu, dan seterusnya, bupati tidak mau memberikan NUPTK. Karena kalau diberikan NUPTK, artinya itu menambah beban di APBD. Itu asumsinya,” jelas Sidot.

Terakhir, ia menyoroti masalah jaringan internet di daerah tertentu di Kalimantan Barat. Sebagai anggota Komisi X DPR RI dari Daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat II, Sidot meminta adanya kelonggaran terhadap registrasi pendaftaran online PPPK. 

“Bayangkan, dari satu juta itu, baru terdaftar 489.664 orang. Belum (mencapai) 50 persennya,” tukas dia.

Dari semua masalah yang ada, mantan Bupati Landak itu meminta pemerintah pusat untuk lebih berpihak pada nasib para guru honorer dengan tidak mempersulit dan memberatkan syarat-syarat mereka untuk menjadi bagian dari PPPK.

 

Penulis: Jessica Cornelia Ivanny

Editor: Bagas R.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top