Novel kepada Jokowi: Apa Seperti Itu Penegakan Hukum yang Bapak Bangun?
PRANUSA.ID — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kembali menuntut respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.
Hal tersebut berkaitan dengan keputusan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang hanya menuntut hukuman satu tahun penjara terhadap dua terdakwa penyerangnya, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, Kamis (11/6/2020).
“Pak Presiden Jokowi, proses penegakan hukum hingga tuntutan 1 tahun terhadap penyerang saya, apakah seperti itu penegakan hukum yang bapak bangun atau ini ada rekayasa/masalah dibalik proses itu? Sebaiknya bapak merespon agar ini jelas,” kata Novel melalui akun Twitter-nya @nazaqistsha, Sabtu (13/6/2020).
Cuitan Novel itu merespons sebuah video yang diunggah akun Twitter @paijodirajo. Dalam video tersebut, Jokowi mengutuk keras kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel. Bahkan, Jokowi segera memerintahkan Kapolri untuk mencari pelaku penyerangan itu.
Akun @paijodirajo memberi keterangan, “Ini respon pertama Presiden @jokowi pada tanggal 11 April 2017, beberapa jam setelah Novel Baswedan diserang air keras. ‘TINDAKAN BRUTAL’, katanya. Faktanya, perintah Presiden tersebut tidak diindahkan selama lebih 2,5 tahun. Lalu berujung pada tuntutan 1 tahun penjara”.
Diberitakan sebelumnya, tindakan penyerangan terhadap Novel dilakukan pada Selasa, 11 April 2017. Dua pelaku penyerangan yang selanjutnya dinyatakan sebagai terdakwa adalah anggota Brimob Polri Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.
“Menyatakan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana bersama-sama untuk melakukan perbuatan penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan luka-luka berat sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata jaksa Fedrik Adhar dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020).
Rahmat Kadir dinyatakan turut terbukti bersalah karena secara bersama-sama melakukan tindak pidana penganiayaan berat. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette selama satu tahun,” kata Fedrik.
Tuntutan yang sama juga dijatuhkan JPU kepada Ronny Bugis. Dalam perkara itu, perbuatannya sebagai anggota Brimob Polri telah mencoreng kehormatan institusi Polri. Di luar itu, dia belum pernah dihukum sebelumnya, mengakui perbuatannya, dan dianggap bersikap kooperatif.
Para terdakwa sebelumnya mengungkap hanya ingin memberi pelajaran kepada Novel dengan menyiramkan air keras ke tubuhnya. Namun, di luar dugaan justru mengenai mata yang akhirnya menyebabkan mata kanan buta permanen dan mata kiri berfungsi 50 persen.
Meski begitu, Novel menilai penyiraman air keras terhadap dirinya merupakan serangan yang maksimal, sehingga aneh jika pelaku hanya dituntut hukuman yang ringan.
“Bayangkan, perbuatan level yang paling maksimal itu dituntut 1 tahun (penjara) dan terkesan penuntut justru bertindak seperti penasihat hukum atau pembela dari terdakwanya, ini hal yang harus diproses, dikritisi,” kata Novel di Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Novel menilai keputusan JPU yang hanya menuntut hukuman satu tahun penjara itu justru menggambarkan proses persidangan yang berjalan aneh, lucu, dan memiliki banyak kejanggalan.
“Sebab, penganiayaan ini direncanakan, dilakukan dengan berat menggunakan air keras, penganiayaan yang akibatnya luka berat, dan penganiayaan dengan pemberatan, ini level tertinggi,” tegas dia.
Novel juga mengingatkan bahwa potret penegakan hukum compang-camping dan asal-asalan akan berimbas pada buruknya nama Presiden Jokowi. (Cornelia)