Kala Medsos Menjadi Sarang Penyebar Ragam Konten Hoaks Seputar Covid-19
Penulis: Josephine Christina Andromeda
KOLOM- Berdasarkan riset dari We Are Social pada tahun 2020, sekitar 175,4 juta dari 272,1 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan pengguna internet. Dibandingkan tahun sebelumnya, angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 17% atau 25 juta pengguna internet.
Data tersebut berbanding lurus dengan jumlah pengguna media sosial yang semakin meningkat setiap tahunnya. Masih dari riset yang sama, total pengguna aktif media sosial pada tahun 2020 di Indonesia mencapai angka 160 juta jiwa.
Aplikasi seperti Youtube, WhatsApp, Facebook dan Instagram merupakan platform media sosial yang paling banyak diakses oleh masyarakat. Di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak pada pembatasan aktivitas, diperkirakan tingkat penggunaan media sosial pun semakin meningkat.
Keberadaan media sosial sendiri pada dasarnya merupakan sesuatu yang positif. Menurut McGraw Hill Dictionary, media sosial adalah sarana yang digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual.
Dalam konteks hidup bernegara, salah satu manfaat media sosial adalah menjadi jembatan untuk mempersatukan hati dan kekuatan masyarakat tanpa terbatas oleh ruang melalui komunikasi sosial yang membangun, terlebih di tengah pandemi seperti saat ini.
Namun sayangnya, eksistensi media sosial yang sebenarnya diharapkan dapat kian mempersatukan masyarakat kerap disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Hal itu dapat dilihat dari penemuan 900.000 situs penyebar hoaks di Indonesia yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) pada 2019 lalu.
Menurut Oxford English Dictionary, hoaks merupakan kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hoaks didefinisikan sebagai berita bohong atau berita tidak bersumber. Jadi, hoaks merupakan usaha untuk menipu pembaca atau pendengar untuk mempercayai suatu informasi.
Di tengah krisis pandemi seperti ini pun, hoaks juga masih gencar terjadi. Ketika media sosial harusnya menjadi sarana berbagi kekuatan di masa – masa sulit seperti sekarang, masyarakat Indonesia justru harus saling berdebat karena terpaan isu hoaks seperti ada yang menyebut bahwa Covid-19 merupakan konspirasi.
Berdasarkan data hasil pantauan Tim AIS Ditjen Aptika pada 5 Mei 2020 lalu, ada sebanyak 1.401 konten hoaks terkait Covid-19 yang beredar di media sosial.
Dalam proses peredarannya, berita-berita hoaks itu tentu sangat meresahkan masyarakat, sebab mereka menjadi bingung informasi mana yang dapat dipercaya atau mana yang tidak.
Isu konspirasi Covid-19 tersebut perlahan berkembang dan dipercaya segelintir orang bahkan oknum publik figur di Indonesia dan merembes ke ruang publik yang memicu menguatnya ketidakpercayaan terhadap Covid-19. Akhirnya, ada yang mulai gerah dan rasa perhatian terhadap krisis pandemi ini semakin berkurang.
Tak hanya itu, hoaks juga mengeksploitasi sisi psikologis manusia dengan menimbulkan keresahan serta kecemasan. Hal itu sebagaimana dilaporkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bahwa telah terjadi kekhawatiran massal akibat informasi dan data terkait Covid-19 yang belum divalidasi sehingga menyerang gangguan psikologis masyarakat. Parahnya, jika tidak ditangani dengan baik, hoaks berpotensi besar menjadi pemecah persatuan bangsa.
Untuk itu, masyarakat sebagai pengguna media sosial haruslah pandai menempatkan diri secara bijak dan turut berpartisipasi dalam mencegah penyebaran berita hoaks.
Caranya adalah melalui peningkatan kemampuan literasi membaca, yaitu kemampuan dalam mengakses, membaca, menganalisis, dan mengevaluasi informasi-informasi yang ada.
Hati-hati dan bersikap skeptislah terhadap konten atau komentar provokatif, serta teruslah mencari data seputar Covid-19 dari media atau jurnal terpercaya. Dengan demikian, kita bisa merawat kekompakan dan menjadi bagian dari upaya bersama pemerintah pusat maupun daerah untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19 karena terus menjaga kesadaran akan bahaya dari situasi pandemi ini.
Penulis: Josephine Christina Andromeda
Editor: Bagas R.