Jalan Damai Kemerdekaan (Penuh) Palestina | Pranusa.ID

Jalan Damai Kemerdekaan (Penuh) Palestina


Thom Sembiring, Koordinator Gerakan Jangkar Nusantara

KOLOM- Takbir menggema di jalur Gaza. Perjanjian damai atau gencatan senjata akhirnya disepakati antara Hamas dan Israel. Ya, Hamas dan Israel, bukan Palestina dan Israel. Hamas yang sejatinya tidak merepresentasikan seluruh kedaulatan dan negara Palestina, sebagai penguasa di jalur Gaza akhirnya mendorong gencatan senjata.

Sebelumnya Israel menolak permintaan baik dari Amerika maupun Rusia serta tekanan internasional atas aksinya membalas masif serangan Hamas. Benyamin Netanyahu, PM Israel sepertinya memanfaatkan momen ini untuk menggalang soliditas politik negaranya yang sempat riuh oleh skandal korupsinya. Pun begitu, akhirnya gencatan senjata tiba.

Melihat ekspresi masyarakat Palestina di berbagai media, terbukti mereka sejatinya ingin hidup tenang dan damai. Bagaimana bila pemerintahan persatuan Palestina yang kerap diusik oleh Hamas diberikan ruang menuntaskan agenda pengakuan kemerdekaan? Sehingga upaya-upaya perjuangan kemerdekaan penuh dapat dicapai tanpa mengorbankan darah yang tak bersalah.

Palestina sejatinya akan kuat, bila persatuan nasional mereka juga kuat. Palestina dan Israel juga sejatinya sudah meneken perjanjian damai pada 1993 lalu di Oslo, menjadikan perjalanan keduanya sebagai negara merdeka mestinya bisa berjalan mulus. Tapi Palestina sendiri menghadapi tantangan dari kelompok Hamas yang menentang perjanjian damai itu.

Selain memperlambat agenda pembangunan dan penguatan struktur negara Palestina. Imbasnya juga, setiap kali Hamas menyerang Israel pada waktu-waktu yang sepertinya sama setiap tahun, kebanyakan yang terjadi justru adalah wilayah Palestina semakin diokupasi Israel dengan alasan bela diri.

Sementara itu Hamas yang berkomitmen menghapus Israel dari peta dunia, malah tidak pernah berhasil memperluas kekuasaannya. Sejak dua tahun terakhir, pemimpin Hamas sendiri malah menyerukan perlawanan dari Qatar. Membuat banyak pihak menudingnya hanya menjual isu Palestina dan menjadikan rakyat di Gaza sebagai tameng hidup.

Dengan sekian banyak dana yang mengalir pada Hamas, keruwetan di Palestina mestinya bisa diurai secara rasional. Pembicaraan damai dan solusi dua negara bisa diteruskan dan hak-hak Palestina bisa diraih sebagai negara merdeka penuh. Rasanya pasti rumit dengan kondisi geopolitik Timur Tengah yang tak solid dan besarnya pengaruh Amerika Serikat untuk berharap menolak kehadiran negara Israel. Lebih dari itu, sejauh masih mendapatkan hak wilayah sesuai hukum internasional yang disepakati, Palestina bisa mengejar ketertinggalannya dalam kemerdekaan. Puluhan tahun dalam situasi mirip saat ini, hanya membuat Palestina menjadi zona yang terkurung dan dikuasai elit yang berbeda kepentingan.

Hanya dalam kemerdekaan, upaya pembangunan bisa diupayakan. Meski pun kemerdekaan tak jarang juga disabotase elite. Tapi setidaknya, dengan kemerdekaan penuh, Palestina bisa berdaulat dan memperkuat kehidupan rakyatnya. Hingga bila mereka nanti kelak bisa berinovasi dan lebih kuat, mereka bisa merefleksikan kembali tujuan dan arah bangsanya sendiri.

Sudah sepantasnya, Palestina merdeka yang dideklarasikan di Kota Aljir, Aljazair pada 15 November 1988 lalu terus diperjuangkan dengan persatuan nasional yang utuh. Terlebih dengan adanya perjanjian damai yang sejatinya telah dilewati. Palestina bersatu, mestinya bisa fokus pada agenda memperjuangkan kedaulatan penuh mereka secara bersama menurut hukum internasional yang berlaku.

Tanpa persatuan nasional, tanpa kemerdekaan penuh, perlawanan Hamas pada Israel hanya melumpuhkan Palestina. Selain itu tidak ada waktu panjang membangun kesejahteraan rakyat. Israel pun akan selalu saja punya alasan menyerang serta memperluas jangkauan pendudukan karena berdalih diserang. Apakah itu yang diinginkan para penyeru perang dari Indonesia?

Belajarlah dari negara Arab yang memilih “bungkam” soal Palestina dan lebih risau dengan Iran. Pengalaman sekian abad penjajahan bangsa Persia (Iran masa lalu), rupanya masih membayangi negara-negara Arab. Entahlah. Apakah mereka berpikir memberi sekeping tanah pada Israel dan didukung oleh Amerika, akan lebih baik ketimbang diokupasi oleh pengaruh Iran? Hanya mereka yang paham.

Dalam kondisi ini penting Hamas sejalan dengan Fatah dalam membangun upaya perjuangan bersama. Memanfaatkan dukungan global yang ada selama ini, persatuan keduanya akan sangat berguna mempercepat independensi Palestina sebagai bangsa yang merdeka. Melihat opsi yang lebih berkeadilan bagi semua pihak dan mengesampingkan kepentingan titipan banyak negara tetangga yang berbeda kepentingan di wilayah. Sebab perbedaan kepentingan negara-negara sekitar, menentukan pula posisi konflik di Palestina.

Posisi Hamas yang didukung Iran juga menimbulkan sikap tidak percaya dari negara-negara Arab yang secara politik berbeda dari Iran. Pun menimbang sejarah lawas bagaimana Iran di masa Persia dulu pernah menaklukkan kawasan Arab. Terlebih pengaruh Iran yang dekat dengan beberapa kelompok garis keras model Hamas, Hezbolah di Libanon dan Houthi di Yaman.  Ini menimbulkan masalah bagi negara-negara Arab termasuk Arab Saudi yang berperang dengan Houthi di Yaman.

Timur Tengah memang penuh cerita. Tentu bukan soal cerita tentang Arab saja. Karena Timur Tengah memiliki beragam suku bangsa termasuk Yahudi di dalamnya. Kalau tidak, bagaimana mungkin sejarah kitab suci dan nabi-nabi berdarah Yahudi itu punya landasan kuat untuk dipercaya, kalau tidak ada kontes tempatnya berada. Sesekali bacalah juga cerita berbeda untuk menambah kearifan berpikir kita.

Setelah Idul Fitri dibayangi kerisauan, akhirnya saudari-saudara kita di Gaza dan Palestina pada umumnya bisa tenang sejenak. Menata hidup damai sementara. Sampai mereka menemukan cara, keluar dari siklus perang yang jelas tak pernah mengubah apa-apa kecuali membuat hidup lebih menderita.

Semoga lekaslah damai terwujud di Palestina. Agar banyak warga di Indonesia juga bisa sadar arti ngerinya perang saudara dan lebih peduli dengan sesama di dekatnya. Masyarakat kita kadang harus belajar untuk lebih sadar. Termasuk memahami dengan benar sejarah panjang perjuangan Palestina.

Doa kita bagi jalan damai kemerdekaan (penuh) Palestina. Pun bagi rakyat Indonesia yang masih belum menikmati kemerdekaan karena besarnya tantangan kebangsaan kita sekian dekade belakangan ini. Begitulah masing-masing kita upayakan bersama sesuai porsinya dalam semangat mengamalkan nilai luhur Pancasila.

 

(Penulis merupakan Koordinator Gerakan Jangkar Nusantara dan pemerhati isu Palestina Merdeka)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top