Selamat Merayakan 32 Tahun Palestina Merdeka | Pranusa.ID

Selamat Merayakan 32 Tahun Palestina Merdeka


Tak banyak mungkin yang sadar. Tepat 15 November kemarin, sudah 32 tahun Palestina merdeka sejak Yasser Arafat sebagai pimpinan Organisasi pembebasan Palestina (PLO: Palestine Liberation Organization), mendeklarasikan kemerdekaan negara ini di Kota Aljir, Aljazair pada 15 November 1988 lalu.

Status politik negara Palestina sendiri memang masih dalam perdebatan. Meski demikian sebagian besar negara di dunia termasuk negara-negara anggota OKILiga ArabGerakan Non-Blok, dan ASEAN sejatinya telah mengakui keberadaan Negara Palestina.

Oleh KTT Liga Arab pada 1974 menunjuk PLO sebagai perwakilan yang sah dan tunggal dari rakyat Palestina dan menegaskan hak mereka untuk mendirikan negara merdeka. PLO sendiri telah memiliki status sebagai pengamat mewakili “entitas non negara” di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 22 November 1974 lalu. Ini memberikan Palestina hak untuk berbicara di Majelis Umum PBB tetapi tidak memiliki hak suara.

Pasca Deklarasi Kemerdekaan, Majelis Umum PBB secara resmi menerima proklamasi dan memilih untuk menggunakan sebutan Palestina, bukan lagi PLO. Selanjutnya pada tahun 1993, dalam Kesepakatan OsloIsrael mengakui tim negosiasi PLO sebagai perwakilan rakyat Palestina, dengan syarat PLO mengakui hak Israel untuk dapat hidup sebagai negara dalam kondisi damai. Selain itu Palestina juga diminta untuk menerima resolusi Dewan Keamanan PBB 242 dan 338 terkait beberapa kesepakatan terkait perang antar Palestina dan Israel, dan menolak kekerasan serta terorisme.

Kesepakatan Oslo sendiri tak lepas dari sejarah perang antara kedua bangsa tersebut. Sebagaimana catatan Kompas.com yang dikutip dari History, Palestina mulanya adalah wilayah daratan kecil sekitar 2.400 mil persegi. Hingga 1948, Palestina mencakup wilayah geografis yang terletak di antara Laut Mediterania dan Sungai Jordan. Palestina sendiri secara teoritis mencakup Tepi Barat (wilayah yang membagi Israel dan Yordania Modern) dan Jalur Gaza (tanah yang berbatasan dengan Israel dan Mesir modern). Meski demikian, ada yang memiliki klaim bahwa daratan ini sebagai Israel masa kini.

Negara ini sendiri sejak lama menjadi arena konflik politik berkepanjangan. Hal ini karena banyak upaya keras dari berbagai pihak untuk menguasai tanah Palestina yang dianggap sakral atau tanah suci. Bagi orang Arab, tanah ini disebut sebagai tanah air bagi bangsa Palestina yang oleh para ahli diyakini namanya berasal dari kata Philistia. Kata yang merujuk pada orang Filistin di abad 12 SM yang menguasai area itu.

Dalam sejarah sendiri, wilayah Palestina telah dikuasai banyak kelompok. Mulai dari Assyria, Babylonia, Persia, Yunani, Romawi, Arab, Fatimiyah, Turki Seljuk, Tentara Salib, Mesir, Mameluk dan kelompok Islamis.

Sepanjang 1517-1917, wilayah ini berada di bawah Kekaisaran Ottoman. Namun ketika Perang Dunia I berakhir pada 1918, Inggris mengambil kendali atas Palestina. Liga Bangsa-bangsa kala itu mengeluarkan mandat, berupa dokumen yang memberi kewenangan pada Inggris untuk bertanggung jawab menyiapkan tanah air bangsa Yahudi di Palestina mulai berlaku tahun 1923.

Selanjutnya, seperempat abad kemudian, PBB mengajukan rencana untuk membagi dua Palestina, yaitu wilayah independen Yahudi dan wilayah independen Arab dengan Yerusalem sebagai wilayah internasional. Pihak Yahudi dapat menerima rencana tersebut. Namun sebaliknya kebanyakan orang Palestina dan Arab menolak.

Atas ketidaksetujuan itu, mereka mulai membentuk pasukan sukarela di seluruh Palestina. Hingga pada Mei 1948 atau kurang dari setahun masa pemisahan Palestina dikemukakan, Inggris menarik diri dari Palestina dan Israel lalu menjadi negara merdeka.

Atas situasi ini, sekitar 700.000-900.000 warga Palestina melarikan diri atau terpaksa meninggalkan tanah dan rumah mereka. Perang antara orang-orang Yahudi dan Arab tak terelakkan. Sejarah mencatat, Perang Arab-Israel pada 1948 melibatkan Israel dan lima negara Arab, yaitu Yordania, Irak, Suriah, Mesir dan Lebanon.

Ini adalah masa dimulainya konflik kekerasan antara negara-negara Arab dan Israel. Dalam situasi itu, pada 1964 PLO dibentuk untuk mendukung rencana membangun negara Palestina di wilayah tersebut. PLO pun muncul sebagai respons terhadap Zionisme yang merupakan gerakan terorganisir untuk membangun kembali tanah air Yahudi di Israel.

pemimpin Palestina Yasser Arafat lalu menjadi Ketua PLO dan memegang gelar itu hingga meninggal pada 2004 silam.

Selanjutnya pada 5-10 Juni 1967 terjadi The Six-Day War atau penyerangan Israel terhadap Mesir, Yordania dan Suriah. Dalam perang ini, Israel memenangkan beberapa wilayah seperti Jalur Gaza, Tepi Barat (West Bank), Semenanjung Sinai dan dataran tinggi Golan. Perang pecah dan berlanjut beberapa tahun kemudian.

Merespon situasi, pada 1987 lalu muncul Intifada Pertama yang dipicu oleh pendudukan Israel atas Gaza dan Tepi Barat. Dari sinilah kesepakatan damai (Oslo Peace Accords) ditandai untuk mengakhiri kekerasan. Kesepakatan Oslo I itu ditandatangani pada 1993 dengan disaksikan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Palestina Yasser Arafat pada masa itu. Atas kesepakatan ini, terbentuklah pemerintahan Palestina yang baru.

Lalu pada tahun 1995, Kesepakatan Oslo II diadakan untuk meminta Israel menarik mundur pasukannya dari Tepi Barat dan area lain yang dikuasainya. Ini sekaligus menjadwalkan Pemilihan Dewan Legislatif Palestina.

Namun kemudian dalam perjalanan waktu, perang perlawanan atau Intifada Kedua pecah pada September 2000. Hal ini dipicu kunjungan Ariel Sharon (yang kelak menjadi Perdana Menteri Israel) di Masjid Al-Aqsa Yerusalem.

Selanjutnya 5 tahun kemudian, pasukan Israel pun mundur dari Gaza. Tak berselang lama, militan Islam Sunni, Hamas, memenangkan pemilihan legislatif di Palestina. Inilah tahun mula perseteruan antara kelompok Hamas dan Fatah yang selama ini mengendalikan PLO.

Terjadi perang antar faksi pejuang di Palestina. Hingga pada 2007, Hamas pun mengalahkan Fatah pada pertempuran Gaza. Hamas lalu terlibat perang dengan Israel dalam beberapa kali. Mulai dari Operation Cast Lead (Desember 2008), Operation Pillar of Defense (November 2012), dan Operation Protective Edge (Juli 2014).

Dalam situasi sulit, pada April 2014, Hamas dan kelompok Fatah akhirnya bersepakat membentuk pemerintah Palestina yang bersatu. Para pemimpin Hamas pada 2017 selaku pemegang kekuasaan Palestina, lalu mengusulkan pembentukan negara Palestina menggunakan perbatasan sesuai ketentuan 1967, dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Namun dengan catatan menolak mengakui Israel sebagai negara.

Atas keputusan ini, Pemerintah Israel langsung menolak rencana tersebut. Kesepakatan ini dinilai tak menguntungkan situasi di sana.

Dampaknya, hingga saat ini, banyak  pemimpin dunia harus bekerja mencari resolusi terbaik yang menghasilkan perdamaian di wilayah itu. Pada satu sisi, bangsa Palestina masih memperjuangkan negara Palestina yang berdaulat dan diakui secara resmi semua negara di dunia.

Merujuk pada status Palestina di PBB, sesuai paragraf 2 resolusi 67/19, status Palestina di PBB adalah sebagai negara pengamat non-anggota. Merujuk pada Misi Permanen untuk PBB, status Palestina ada di bawah kategori II sebagai: negara bukan anggota yang telah menerima undangan tetap untuk berpartisipasi sebagai pengamat dalam sesi dan pekerjaan Majelis Umum dan mempertahankan misi pengamat permanen di Markas Besar PBB.

Selanjutnya pada 12 Desember 2012, Palestina telah meminta resmi pada Sekretaris Jenderal PBB untuk menggunakan istilah Negara Palestina di semua dokumen dan papan nama pada semua pertemuan PBB. Tercatat sesuai publikasi PBB bertanggal 8 Maret 2013, Kepala Negara Palestina adalah Mahmoud Abbas yang juga Presiden Negara Palestina.

Tak ada catatan yang dapat diverifikasi sebagai alasan kenapa Palestina belum diakui sepenuhnya sebagai negara merdeka oleh PBB. Namun patut dicatat, bahwa lebih dari 135 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Artinya, sekitar 82 persen populasi dunia secara resmi mengakui Palestina sebagai negara.

Meski demikian, sekitar 50 negara di dunia masih belum mengakui Palestina sebagai negara. Mereka yang mengakui Palestina sebagai negara antara lain Uni Soviet, China, India, Yugoslavia, Sri Lanka, Malta, dan Zambia. Indonesia termasuk salah satu negara yang mengakui negara Palestina.

Sementara itu, negara yang belum mengakui Palestina sebagai negara merdeka antara lain Israel, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, Perancis, Spanyol, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru banyak lainnya.

Indonesia sendiri sejak era Sukarno telah mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. Bagi Soekarno, tiap bangsa punya hak menentukan nasibnya sendiri tanpa melalui pengaturan dan campur tangan negara lain.

Pemerintah Indonesia sendiri hingga hari ini tak membuka hubungan diplomatik dengan Israel meski dalam catatan sejarah, ada beberapa kerja sama intelijen yang terbangun antar kedua negara.

Ucapan selamat dan pengakuan kemerdekaan Indonesia yang dikirimkan Presiden Israel Chaim Weizmann dan Perdana Menteri Ben Gurion masa masa itu tak pernah ditanggapi serius pemerintah Indonesia. Mohammad Hatta hanya mengucapkan terima kasih, tapi tak menawarkan timbal-balik dalam hal pengakuan diplomatik. Sementara Sukarno juga tak menanggapi telegram ucapan selamat dari Israel.

Sikap Sukarno ini tentu selaras dengan semangat yang diusung dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada yang ia inisiasi. Di mana kala itu, Indonesia dan Pakistan menolak keras diikutsertakannya Israel dalam konferensi tersebut. Hadirnya Israel saat itu dinilai bakal menyinggung perasaan bangsa Arab, masih berjuang memerdekakan diri pada saat itu. Sementara Israel sendiri dinilai sebagai bagian dari kekuatan imperialis yang dilawan Soekarno.

Pada pembukaan KAA pada 1955 ini yang juga dihadiri pejuang Palestina Yasser Arafat, Sukarno menyatakan bahwa kolonialisme belum mati, hanya berubah bentuknya.

Pembelaan Indonesia terhadap Palestina, masih berlangsung hingga kini. Presiden Jokowi dalam Peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 lalu, menguatkan pesan tentang dukungan terhadap Palestina merdeka lewat Deklarasi Palestina. Deklarasi Palestina di antaranya menyoroti persoalan menghormati ketahanan dan keteguhan rakyat Palestina dalam menghadapi pendudukan Israel dan dukungan atas perjuangan mereka untuk mendapatkan kembali hak menentukan nasibnya sendiri. Hal ini termasuk pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, berdasarkan batas-batas wilayah pada 4 Juni 1967 dan resolusi PBB yang relevan, serta solusi pendirian dua negara.

Konsistensi Jokowi terhadap kemerdekaan Palestina juga disampaikan baru-baru ini dalam rekaman pidato yang diputar pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual, Rabu (23/9/2020) pagi. Menurut Jokowi di hadapan perwakilan negara di PBB, Palestina adalah satu-satunya negara yang hadir dalam Konferensi Bandung (Konferensi Asia Afrika) yang sampai sekarang belum menikmati kemerdekaannya. Sehingga menurutnya, Indonesia terus konsisten memberikan dukungan bagi Palestina untuk mendapatkan hak-haknya.

Pun demikian, bercermin dari sejarah panjang Palestina untuk diakui sebagai negara merdeka dan setara dalam percaturan bangsa-bangsa, kita berharap kesatuan nasional Palestina perlu pertama kali mesti didorong kuat. Sebab upaya kemerdekaan yang tidak utuh dan terpecah, hanya menimbulkan persoalan berkepanjangan.

Kita berharap, bahwa dengan tercapainya secara penuh cita-cita Palestina merdeka dan diakui seluruh bangsa, dapat tercapai. Zaman telah berubah, maka sewajarnya cara-cara pendekatan baru yang berpihak pada kepentingan rakyat dan perdamaian bisa diwujudkan. Atau kemerdekaan Palestina akan selalu dipandang setengah jalan, bila hanya mengandalkan perlawanan bersenjata tanpa akhir.

Untuk kita sendiri sebagai bangsa Indonesia, perlu belajar dari perjuangan kemerdekaan Palestina. Membangun persatuan nasional dan menghindari perpecahan karena isu SARA. Sebab persatuan dan kesatuan nasional adalah modal pertama dalam sebuah kemerdekaan. Sebagaimana hal ini diperkuat secara terus menerus oleh Palestina dengan keragaman masyarakatnya yang berlatarbelakang agama berbeda namun punya tujuan sama, merdeka sepenuhnya.

Dirgahayu Palestina Merdeka!

(Penulis merupakan Koordinator Gerakan Jangkar Nusantara)

Berita Terkait

One thought on “Selamat Merayakan 32 Tahun Palestina Merdeka

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top