Krisis Iklim dan Pentingnya Peranan Orang Muda | Pranusa.ID

Krisis Iklim dan Pentingnya Peranan Orang Muda


Penulis adalah Efrial Ruliandi Silalahi |  Alumni Universitas Lampung.

KOLOM– 78 tahun negara kita telah merdeka, namun apakah pada umur tersebut sudah mampu menjadikan Indonesia sebagai bangsa berdaulat, mandiri dan bermartabat? Kita sering terlena oleh capaian-capaian yang berwujud pada kuantitas pembangunan dan investasi semata, sementara masih terjadi ketimpangan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan yang justru memperdalam beragam krisis dan mengancam kita semua akibat krisis iklim.

Tingkat kemiskinan di Indonesia memang dibawah 10% pada 2021 lalu, namun angka tersebut relative stagnan antara 9-10%. Angka yang menjelaskan bahwa rakyat Indonesia masih berada pada kemiskinan yang absolut, dimana berdasarkan data BNPB 2021, kelompok masyarakat tersebut merupakan yang paling rentan terhadap berbagai bencana hidrometeorologis, 90% dari 5,400 bencana. Masyarakat yang paling miskin ini memiliki tingkat perlindungan sosial, ekonomi, dan politik paling rendah agar dapat  berhadapan dengan berbagai fenomena cuaca ekstrim masif, sebagai dampak paling nyata dari krisis iklim.

Krisis Multidimensi Akibat Pemanasan Global

World Economic Forum pada The Global Risk Report 2019 menyampaikan bahwa perubahan iklim menempati posisi paling atas sebagai penyebab musibah global, seperti bencana alam, cuaca ekstrem, krisis pangan dan air bersih, bahkan hilangnya keanekaragaman hayati dan runtuhnya ekosistem. Hal ini sesuai dengan laporan New York Times yang menyampaikan bahwa 50% dari seluruh spesies yang ada di bumi akan mengalami kepunahan pada abad ini.

Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2022 menyebutkan bahwa pemanasan global akibat aktivitas manusia telah mencapai sekitar 1°Celcius pada tahun 2017 dibandingkan masa pra-industri dan terus meningkat sekitar 2°Celcius setiap sepuluh tahun. Jika emisi global terus meningkat dengan kecepatan seperti sekarang, pemanasan global akan melewati batas 1,5°Celcius antara tahun 2030-2052. Dunia tidak bisa menghindari kenaikan suhu bumi 1,5°Celcius. Namun dunia masih mempunyai kesempatan untuk menurunkannya pada akhir abad ini. Salah satu dan yang paling utama adalah dengan menghapus emisi gas dari batu bara serta tidak menambah infrastruktur yang menggunakan bahan bakar fosil.

Namun tetapi yang lebih meresahkan yaitu kebijakan-kebijakan dunia saat ini justru masih beresiko memanaskan bumi sekitar 2,2 – 3,5° Celcius dalam waktu 80 tahun. Tidak terkecuali bila Indonesia masih menggunakan batu bara sebagai energi fosil murah dalam kegiatan industri. Ratusan juta ton batu bara per tahun yang diproduksi dan diekspor Indonesia sejak awal tahun 2000an, menyebabkan krisis lingkungan berskala masif di berbagai provinsi penghasil batubara terbesar di Sumatera dan Kalimantan. Emisi karbon yang masif dihasilkan dari PLTU batubara mendominasi 65% energi listrik Indonesia yang justru menjadi penyebab utama krisis iklim.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, terdapat 1.718 peristiwa bencana alam di Indonesia selama periode Januari hingga Juni 2023. Banjir masih mendominasi jumlah bencana alam di Tanah Air dengan total 652 kejadian. Jumlah ini setara 37,95% dari total kejadian bencana alam nasional pada periode tersebut. Berikutnya, ada 585 peristiwa cuaca ekstrem yang dilaporkan terjadi pada periode yang sama. Kemudian ada 315 kejadian tanah longsor, 131 kebakaran hutan dan lahan (karhutla), 18 gelombang pasang/abrasi, 13 gempa bumi, serta erupsi gunung api dan kekeringan masing-masing 2 kejadian.

Bencana-bencana itu tidak datang begitu saja tetapi merupakan akumulasi dari perubahan iklim dan kebijakan-kebijakan yang mengesampingkan aspek lingkungan. Maka, jika masih berpikir bahwa Net Zero terlalu mahal, maka tinggal menunggu waktu dan menjadi penonton dari bencana alam yang terjadi Ketika menenggelamkan tanah kelahiran kita, sejarah dan manusia di dalamnya.

Dalam konteks internasional, bahkan memungkinkan lahirnya egosentris negara dan pudarnya kepedulian antar manusia, karena setiap negara sibuk menyelamatkan negaranya masing-masing dari kemiskinan, kehancuran, dan kepunahan. Krisis multidimensi dari berbagai negara ini tentu juga berdampak pada Indonesia, ancaman demi ancaman yang hadir dari nasional maupun internasional menjauhkan cita-cita Indonesia sesuai dengan konstitusi mengenai terwujudnya perikehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Membangun Peran Aktif Orang Muda

Dari kondisi dan latar belakang tersebut, perlunya inisiatif anak muda yang lahir dari kegelisahan akan rusaknya ruang hidup, krisis iklim yang dengan mudahnya menenggelamkan masa depan umat manusia. Disamping itu, rendahnya keterlibatan partisipasi orang muda yang bermakna dalam perumusan kebijakan untuk menyatukan gagasan perubahan guna melakukan mitigasi krisis multidimensi yang mungkin saja terjadi di Indonesia dalam perjalanannya.

Misalnya saja dalam mengumpulkan ide, gagasan dan mimpi orang muda di tingkat lokal dan nasional tentang pencegahan multi krisis di Indonesia. Membentuk kolaborasi lintas sektor di wilayah lokal, nasional, dan internasional serta membangun ruang dialog antara pemerintah, orang muda, dan komunitas di tingkat lokal dan internasional. Orang muda perlu menyadari adanya ancaman kepunahan di berbagai sektor. Sehingga diperlukan gerakan bersama untuk mengajak orang-orang muda di berbagai wilayah untuk membayangkan bagaimana Indonesia kedepannya. Kolaborasi multipihak menjadi kunci penggerak dari setiap mimpi dan gagasan yang telah disusun secara kolektif. Penting untuk melibatkan orang muda karena merupakan aktor kunci yang akan berperan menjawab prediksi krisis yang akan terjadi. Pemberian peran sejak dini dan pelibatan secara bermakna menjadi jawaban untuk mempersiapkan skenario terbaik dalam menyelesaikan tantangan yang dihadapi kini dan kedepannya.

Orang muda sudah seharusnya memulai sejak dini untuk melakukan pemetaan solusi atas ancaman yang kemungkinan terjadi. Melakukan gerakan besar untuk memperlambat terjadinya krisis, menciptakan suatu inovasi untuk mengubah gaya hidup manusia, hingga merebut kekuasaan yang berperan dalam mempercepat pengrusakan di muka bumi. Arus globalisasi menjadi jalan yang dapat ditempuh anak muda saat ini, untuk menciptakan ruang kolaborasi di skala lokal, nasional, hingga internasional agar menjadi pilihan yang baik untuk diterapkan. Memanfaatkan kecepatan komunikasi juga penting untuk menyentuh banyak pihak di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting dalam pelibatan orang muda dalam proses pengambilan keputusan, menyusun regulasi dan implementasi peta aksi menjadi penting sebagai satu rangkaian besar menuju perubahan. Di akhir tulisan ini, saya meyakini bahwa orang muda memiliki mimpi besar dan tekad kuat untuk membuat sebuah perubahan, terutama mengenai krisis iklim yang melanda saat ini.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top