Perbandingan Kebijakan Kurikulum Indonesia dengan Malaysia | Pranusa.ID

Perbandingan Kebijakan Kurikulum Indonesia dengan Malaysia


Ilustrasi: Proses Pembelajaran di Sekolah

Penulis: Alfatikha Ainia Prihadi ¦ Univeritas Negeri Yogyakarta

KOLOM– Masyarakat Malaysia dulunya banyak yang melakukan kegiatan belajar ke Indonesia. Namun perkembangan selanjutnya, Malaysia lebih maju dibandingkan dengan Indonesia termasuk dalam bidang pendidikan. Saat ini, hal sebaliknya justru terjadi, di mana banyak mahasiswa atau pelajar-pelajar Indonesia yang bertolak untuk menempuh pendidikan di Malaysia. Selain untuk mendapatkan atmosfer sosial dan budaya berbeda, fasilitas pembelajaran, kualitas pengajar, serta perkembangan teknologi ditawarkan untuk menarik minat pelajar-pelajar internasional ke Malaysia.

Kurikulum di Malaysia mengalami pembaruan sebanyak empat kali dan sedikit dilakukan revisi. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi yang berlaku di Indonesia. Dampak positif yang dirasakan oleh siswa dan pengajar adalah meminimalisir kebingungan serta mempermudah referensi karena buku yang digunakan dari tahun ke tahun sama. Di sisi lain dampak negatif muncul karena jika tidak disertai dengan kesadaran pembaruan baik dari sisi siswa maupun pengajar maka akan sulit dilakukan penyesuaian terhadap kebutuhan karakter dan kemampuan yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Sedangkan pemerintah Indonesia mengadakan berbagai pembaruan atau revisi yang semakin hari mengarah pada kemandirian serta pembentukan karakter siswa sehingga tidak lagi berfokus pada guru sebagai sumber belajar. Namun dampak dari seringnya pergantian kurikulum di Indonesia mendorong siswa dan pengajar untuk senantiasa melakukan pembaharuan baik dari keilmuan serta praktik belajar. Di sisi lain waktu yang cukup singkat, kurangnya sosialisasi, serta kondisi guru dan siswa yang kurang mumpuni mengakibatkan sasaran pergantian kurikulum tidak tercapai dengan maksimal (Shafa Anitasyah, 2019).

Kualitas pendidikan di Indonesia dan Malaysia dipengaruhi oleh kebijakan kurikulum di kedua negara tersebut. Terdapat berbagai perbedaan serta kesamaan antara kurikulum yang diterapkan di kedua negara tersebut. Perbandingan dalam beberapa ranah di dalam kurikulum dapat diuraikan sebagai berikut.

Penerapan Pendidikan Karakter dan Pendidikan Moral 

Menurut Agustinus, (2020) pelaksanaan pendidikan karakter dengan mengoptimalkan fungsi mitra pendidikan di Indonesia dilaksanakan dengan pendekatan berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Dalam konteks kelas dilaksanakan oleh guru melalui perangkat pembelajaran administratif pada saat pembelajaran. Sekolah biasanya setiap sekolah memiliki semboyan seperti senyum, sapa, salam, atau pembiasaan berdoa dan hormat terhadap guru serta karyawan. Sedangkan pada masyarakat terlaksana dengan adanya program-program ekstrakurikuler yang melibatkan siswa dalam kegiatan bermasyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sementara itu pemerintah Malaysia Sejak tahun 1983 memutuskan diberlakukan pendidikan moral bagi siswa non muslim yang bersifat wajib dan diujikan pada ujian akhir. Pendidikan moral diberikan kepada siswa non muslim ketika siswa muslim belajar pelajaran agama Islam. Siswa yang beragama Islam maka pendidikan nilai dan moral diajar secara langsung melalui mata pelajaran pendidikan agama Islam, sementara siswa non Islam maka pendidikan nilai dan moral diajarkan langsung melalui mata pelajaran pendidikan moral (Agustinus, 2020).

Kebijakan Jenjang Pendidikan 

Indonesia menerapkan pendidikan dasar selama enam tahun dengan rata-rata usia anak enam sampai tujuh tahun. Selanjutnya pendidikan menengah pertama dilaksanakan selama tiga tahun. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan menengah atas selama tiga tahun. Dalam strata pendidikan menengah atas dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perbedaan dari keduanya adalah konsentrasi keilmuan di mana pada SMA dibagi menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sedangkan pada SMK terbagi menjadi beberapa spesialisasi jurusan yang mengarah pada bidang profesionalisme pekerjaan. Terakhir adalah tingkat universitas yang dilakukan dengan cara seleksi melalui berbagai tes baik secara nasional maupun yang diadakan oleh setiap universitas.

Menurut Nur’aeni (2015), Malaysia menerapkan pendidikan rendah/dasar selama enam tahun dilanjutkan pendidikan menengah selama lima tahun. Pendidikan menengah ini terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan menengah rendah dilaksanakan selama 3 tahun, dimulai dari tingkatan I sampai tingkatan III, setelah itu siswa melanjutkan ke jenjang sekolah menengah tinggi. Pada tingkatan ini siswa menempuh pendidikan selama 2 tahun yang terdiri dari tingkatan 4 dan 5.

Hampir sama dengan di Indonesia bahwa di Malaysia batas anak untuk masuk sekolah dasar adalah 6 tahun. Namun terdapat sesuatu yang unik yaitu pemerintah Malaysia memiliki kebijakan  ketika anak sudah berusia 6 tahun, orang tua harus mendaftarkan anaknya di sekolah rendah. Jika orang tua melakukan keteledoran dengan tidak memasukkan anaknya untuk mengikuti belajar. Maka orang tua akan dikenakan sanksi atau hukuman yaitu didenda maksimal 5000 RM. Atau dihukum maksimal selama 6 bulan (Abdul Wahab S, dkk, 2022). Walaupun terkesan ekstrim namun kebijakan ini berperan besar mencegah penelantaran dan tidak terpenuhinya hak anak untuk memperoleh pendidikan.

Aktivitas Ekstrakurikuler di Luar Jam Sekolah 

Aktivitas tambahan di luar jam pelajaran sekolah yang diterapkan di Indonesia dinamakan kegiatan ekstrakurikuler. Tujuannya sebagai wadah siswa untuk mengembangkan bakat dan minat yang dipandu oleh guru serta tenaga profesional di bidangnya. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan mulai jenjang Sekolah Dasar. Berbagai pilihan yang terdapat dalam ekstrakurikuler diantaranya seperti : seni, olahraga, sains, keagamaan dan lain-lain.

Sekolah Menengah di Malaysia mewajibkan setiap siswa mengikuti aktivitas Kokurikuler di mana ada kewajiban semua siswa untuk mengambil atau menentukan pilihan sedikitnya 2 aktivitas kokurikuler. Aktivitas kokurikuler sering digolongkan menjadi beberapa sebutan, antara lain sebagai berikut: Kelompok Umum (Uniformed Groups), penampil Seni ( Performing Arts ), Klub dan Kemasyarakatan (Clubs & Societies), Olahraga dan Permainan (Sports & games). Siswa boleh juga mengikuti kegiatan lebih dari 2 aktivitas kokurikuler (Nur’aeni, 2015).

Kurikulum Sejarah Indonesia dan Malaysia 

Kurikulum sejarah di Indonesia sempat berganti beberapa kali, di tingkat SMP sejarah dijadikan satu dengan IPS, sedangkan di sekolah menengah sejarah menjadi mata pelajaran terpisah. Namun demikian munculnya kurikulum merdeka belajar menjadikan rancangan pembaruan di mana mata pelajaran sejarah di sekolah menengah akan dijadikan satu dengan IPS. Hal ini masih menjadi pro kontra di kalangan pelajar dan pemangku kebijakan.

Sementara itu, penyusunan mata pelajaran sejarah di Malaysia terpisah dari mata pelajaran IPS. Hal ini karena pemerintah Malaysia menganggap bahwa sejarah sangat penting dan fokus dalam membangun karakter serta jiwa nasionalis siswa. Mata pelajaran sejarah juga dianggap sebagai salah satu cara untuk membangun identitas suatu bangsa. Harapan dari pemfokusan mata pelajaran sejarah ini adalah untuk senantiasa mengingatkan bangsa Malaysia bahwa Melayu pernah mengalami kejayaan sebelum kedatangan bangsa Barat di tanah Timur.

Berdasarkan beberapa perbandingan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap negara memiliki ciri khas dalam menjalankan kebijakan kurikulum dan pendidikan. Kesamaan dan perbedaan kebijakan antara Indonesia dan Malaysia memiliki. Namun satu hal yang patut digaris bawahi bahwasanya kurikulum berfungsi untuk mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang ditargetkan oleh negara dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.  Oleh sebab itu penyusunan kurikulum tidak boleh sembarangan karena disesuaikan dengan tujuan negara, jenjang pendidikan, serta latar belakang dan kondisi sosial politik budaya suatu negara.

Kerjasama yang baik antar Indonesia dan Malaysia dapat menjadi kolaborasi menguntungkan demi kemajuan pendidikan masing-masing negara. Tidak ada salahnya jika ada saling adopsi sistem yang kemudian penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya. Namun demikian penentuan kebijakan nasional tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat terlebih lagi bertujuan sekadar menyaingi negara tetangga. Dengan banyaknya pelajar dan mahasiswa yang memilih melanjutkan jenjang pendidikan ke Malaysia patut menjadi bahan introspeksi bersama. Sejatinya baik pendidikan di Indonesia maupun Malaysia memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan meraih prestasi setinggi-tingginya.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top