Anak Muda dan Permasalahan Ekologis | Pranusa.ID

Anak Muda dan Permasalahan Ekologis


Penulis adalah Efrial Ruliandi Silalahi. Alumni Universitas Lampung.

KOLOM– Semakin hari bumi berada dalam tingkat kepanasan yang tinggi, maka perubahan iklim menjadi tidak terhindarkan. Dengan demikian, keseimbangan ekosistem yang berjalan dengan iklim yang stabil menjadi terganggu dan menimbulkan ancaman bagi kehidupan.

Sebelum akhirnya permasalahan ekologi menjadi permasalahan yang menakutkan seperti yang dihadapi saat ini, sebenarnya permasalahan tersebut telah berlangsung lama dan menjadi pergumulan umat manusia sejak dulu. Ada begitu banyak pihak yang telah mengupayakan pembahasan dan penyelesaian permasalahan ekologi, termasuk di antaranya anak muda yang berada di komunitasnya masing-masing.

Komunitas harus mampu menampung ide gagasan anak muda serta memberikan pengalaman nyata dalam menghadapi realita yang ada, sehingga anak muda menyadari bahwa permasalahan ekologi merupakan masalah yang perlu digumuli secara serius. Permasalahan ekologi disadari betul keberlangsungannya sehingga tidak lepas dari ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemudian berkaitan erat juga dengan masalah pengelolaan sumber daya alam yang menimbulkan ketidakadilan serta kemiskinan. Oleh karena itu pentingnya membangkitkan kesadaran akan urgensi krisis ekologi yang terjadi.

Keadilan, perdamaian hingga keutuhan ciptaan menjadi kata kunci dalam tulisan ini sebagai respon atau pergumulan dari permasalahan ketidakadilan, perang, dan penghancuran lingkungan hidup yang dilakukan oleh manusia. Berbicara mengenai keprihatinan ekologis yang dianggap tidak terlepas dari permasalahan sosial yang ada. Sebagai bagian dari masyarakat, anak muda harus menunjukkan pandangan dan keyakinan teologisnya mengenai alam dan krisis ekologi yang terjadi saat ini.

Menjadi sangat menarik dan penting bila anak muda mampu melakukan pembahasan mengenai perspektif atau pandangan teologis yang berkenaan tentang alam dan teologi penciptaan agar memberikan dasar pemikiran yang tepat dalam melihat dan mengidentifikasi permasalahan yang ada. Sehingga penjelasan itu sendiri melibatkan pemaknaan terhadap Gusti Allah dan ciptaanNya.

Pembahasan mengenai permasalahan ekologi sebenarnya telah menjadi pembahasan lama dalam setiap agama-agama. Secara spesifik sudah mulai untuk membicarakan tentang permasalahan ekologi yang timbul karena pengeksploitasian alam hingga menyebabkan kerugian bagi alam dan tentunya merugikan manusia juga.
Pentingnya anak muda secara khusus agar membahas pandangan mereka mengenai alam dan tanggung jawabnya dalam menghadapi krisis ekologi yang terjadi.

Selain itu juga membahas dan menyajikan data-data dengan ilmiah. Sehingga menciptakan keseimbangan antara kenyataan kerusakan alam serta refleksi terhadapnya. Akibat krisis ekologi yang makin dirasakan oleh banyak orang sehingga semakin penting untuk bergerak bersama untuk menyikapi permasalahan tersebut.

Hal tersebut merupakan upaya berharga yang dilakukan anak muda dalam rangka menyikapi permasalahan ekologi yang ada. Setidaknya anak muda telah memberikan perhatian terhadap isu yang dihadapi oleh seluruh umat manusia. Dengan demikian, maka anak muda juga diakui turut memberikan sumbangsih dengan mengupayakan penyelesaian masalah ekologi tersebut.

‘Ekologi Dalam’ Sebagai Perspektif Progresif
Dalam tulisan ini, saya hendak membagikan pemikiran Arne Naess yang merupakan seorang filsuf dari Norwegia. Beliau menciptakan istilah ‘ekologi dalam’. Dikenal sebagai tokoh intelektual yang menginspirasi dalam gerakan lingkungan pada akhir abad kedua puluh. Dalam perkembangan pemikiran ekologi, terdapat pemetaan yang berupaya diberikan oleh Arne Naess.

Beliau menggolongkan kecenderungan yang ada dalam gerakan ekologis ke dalam dua pembagian yang disebut Ekologi Dangkal (Shallow Ecology) yang dijelaskan sebagai pemahaman atau pendekatan ekologi yang melihat bahwa alam perlu dilestarikan agar mengatasi permasalahan sumber daya alam atau kerusakan alam perlu diatasi karena mengancam kelancaran hidup manusia.

Sedangkan Ekologi Dalam (Deep Ecology) merupakan pemahaman atau pendekatan ekologis yang tidak berangkay dari segi manusiannya dahulu melainkan menekankan tentang biotic community dan pengakuan bahwa adanya kesatuan esensial segala makhluk di bumi. Dalam pengertian sederhana, ekologi dalam berupaya melihat alam dan nilainya secara utuh, bukan berdasarkan fungsinya saja bagi manusia. Sehingga, pemaknaan ekologi yang demikian menjadi alam bernilai dan berharga, serta membuat alam dan manusia ditempatkan pada kesetaraan relasi sebagai yang sama berharganya sebagai ciptaan Gusti Allah.

Sedangkan Ekologi Dangkal (Shallow Ecology) mempunyai kemiripan dengan antroposentrisme. Antroposentrisme sendiri merupakan suatu keyakinan atau paham bahwa manusia merupakan pusat dari alam semesta. Pemahaman ini melihat alam hanya sebatas nilai kegunaannya bagi manusia, sehingga usaha yang dilakukan untuk melestarikan alam hanya sebatas pada keperluan manusia untuk menghindari ancaman krisis ekologi yang memberikan dampak buruk bagi manusia semata.

Dapat disimpulkan bahwa alam dan manusia berada dalam ketidaksetaraan relasi. Pandangan semacam inilah yang kemudian menghasilkan sikap eksploitatif dalam diri manusia terhadap alam hingga kerusakan ekologi menjadi semakin parah tiap harinya.

Sebagai penutup dari tulisan ini, maka penting untuk mengupayakan sebuah perspektif yang memaknai bahwa alam berada dalam relasi yang setara dengan manusia. Antroposentrisme memiliki kecenderungan untuk menyangkal integritas ciptaan dan manusia itu sendiri bukanlah penguasa ciptaan. Sehingga pemahaman seperti ini keliru dan harus ditinggalkan.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top