Natal: Panggilan Mengenal dan Memperbaharui Diri
Penulis : Agnes Nona Bukan. Alumni Universitas Sanata Dharma
Merangkul Diri dalam Iman di Tengah Krisis Kepercayaan
KOLOM– Salah seorang filsuf Yunani, Aristoteles pernah berkata bahwa awal dari sebuah kebijaksanaan adalah mengenal diri. Konsep tersebut tentu dibangun atas kesadaran utuh seorang manusia sebagai makluk berakal budi dan ber-Tuhan. Namun sayangnya, manusia justru kerapkali tercebur dalam pola pikir yang keliru.
Untuk itu, manusia membutuhkan suatu pembaharuan yang dapat dilakukan dengan mencari kebijaksanaan. Dalam konteks iman, kebijaksanaan itu bisa dicari dalam dunia pengetahuan yang disandingkan dengan kepercayaan atau keyakinan demi menggapai suatu kebahagiaan. Sebab, iman mengandung nilai dan makna kebijaksanaan.
Sederhananya, penulis akan menjabarkan suatu ilustrasi terkait bagaimana mengenal diri secara intensif di ranah ilmu dan iman.
Seorang ibu bertanya pada putrinya yang masih remaja, “Nak, kado apa yang engkau inginkan di hari Natal yang akan datang?”. Dengan sorotan mata penuh harap, sang anak menjawab, “Bunda, kado yang saya inginkan hanya agar Bunda dapat menerima dan memaafkan ayah.”
Mengapa sang anak membuat permohonan seperti itu? Hal ini dikarenakan dua tahun lalu ayahnya ketahuan berselingkuh dengan teman akrab si ibu. Secara diam-diam, ibu pun mengajak sang putri pergi bersama. Meski sang suami memohon maaf berkali-kali, sang ibu bersikeras tak ingin memaafkannya.
Hanya jawaban ini yang mampu keluar dari mulut ibu kepada sang anak, “Beri ibu waktu untuk merefleksikan kembali sejarah keluarga yang hingga kini belum mencapai kebahagiaan kita secara utuh”.
Memang perlu diakui bahwa tidak mudah bagi manusia untuk memaafkan dan menerima kesalahan seseorang yang telah menyakiti hati mereka. Namun, sang ibu tetap merefleksikan dirinya secara matang dalam janji yang dibuat.
Setelah merefleksi dan meneliti diri secara keseluruhan, dengan berjiwa besar, sang ibu akhirnya mampu mengabulkan permohonan anaknya tepat pada malam Natal di depan sebuah gereja tua.
Ibu mulai mengeluarkan kata maaf ditemani air mata yang berderai turun meminta pengampunan pada Sang Emanuel yang sebentar lagi lahir dan turun ke bumi, menemani hangatnya pertemuan mereka.
Dengan semangat yang baru, sang ibu juga menyediakan waktu untuk merenungkan kejadian-kejadian dalam hidupnya. Ia berharap dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dalam berdamai dengan diri sendiri, sang suami, dan orang lain.
Dari ilustrasi singkat tersebut, kita menyadari adanya suatu spirit baru yang hadir dalam diri kita yang mampu membawa berkat bagi diri sendiri dan orang lain.
Ketika kita mampu memaafkan, maka di situlah kira belajar meruntuhkan ego diri dan merangkul orang lain. Ketika kita berhasil menerima kelemahan dan secara bijak memaafkan kesalahan orang lain, maka sedikit demi sedikit kita menyingkirkan segala energi negatif dari diri kita.
Dengan begitu, ketika hanya energi positif yang tersisa, maka energi itu akan menjalar ke seluruh diri yang memberikan kesehatan jiwa dan raga. Sehat dalam berpikir, berdialektika dan berekspresi secara adil dan benar. Terpenting adalah kita dapat bertindak secara bijaksana di setiap kesempatan dalam peristiwa hidup.
Oleh karena itu, konsep mengenal diri menjadi penting dalam menyadari eksistensi manusia secara utuh. Dengan mengenal diri, maka pemahaman akan karakter orang lain yang berbeda dapat menyempurnakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Natal: Momen Menjelajahi Diri dan Membaharui Iman
Ahli psikologi dari Amerika Serikat, Erick Form pernah mengatakan, “Belajar untuk mengenal diri adalah proses cinta yang akan mendamaikan diri dan dunia”. Untuk itu, sudah seharusnya hari kelahiran Yesus atau Natal yang sebentar lagi diperingati oleh umat Kristen dijadikan sebagai ajang untuk mengenal dan mengoreksi diri, sudah sejauh manakah konkretisasi iman dalam hidup?
Peristiwa Natal itu juga yang seharusnya dimaknai sebagai momen untuk berbagi kado terindah dengan bersama-sama memperbaharui iman secara bijak. Pembaruan itu yang akan menyelamatkan kita dari krisis ketidakpercayaan dan berbagai stimulus negatif lainnya.
Kado Natal mesti dipahami sebagai bentuk transformasi iman dan pengukuhan kepercayaan di antara manusia kepada Sang Mesias. Dengan berani menjelajahi dan membaharui diri, maka kita telah memberikan kado terindah bagi Yesus. Selamat hari natal!