AMAN Kalbar Tegaskan Aktivitas Berladang Merupakan Kearifan Lokal | Pranusa.ID

AMAN Kalbar Tegaskan Aktivitas Berladang Merupakan Kearifan Lokal


Kepala Biro Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (AMAN Kalbar), Bobpi Kaliyono. (Dok. Pribadi)

PRANUSA.ID– Kepala Biro Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (AMAN Kalbar), Bobpi Kaliyono, menegaskan bahwa berladang bukan tindakan melawan hukum. Ia mengatakan, bahwa aktivitas berladang justru adalah sebuah kearifan lokal yang dilindungi oleh Undang-Undang. 

“Karena merupakan kearifan lokal yang dilindungi oleh Undang – Undang, sehingga tidak boleh ada kriminalisasi terhadap peladang,” ujarnya. 

Bobpi pun kemudian menjadikan momen di mana 6 orang peladang dari Kabupaten Sintang yang diputus bebas tahun lalu (9/3/2020) sebagai cerminan kebangkitan peladang di Nusantara yang sudah semestinya bebas dari kriminalisasi. 6 peladang tersebut diputus bebas setelah tidak secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana oleh hakim Pengadilan Negeri Sintang. . 

Kala itu, kasus bermula ketika 6 orang peladang membakar lahannya sendiri untuk keperluan menanam padi, kemudian mereka ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian Resort Sintang (Polres Sintang) pada pertengahan Agustus 2019. 

Mereka ditangkap, karena diduga sebagai pelaku yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sekitar areal yang dijadikan sebagai lokasi untuk berladang. 

“Padahal temuan di lapangan bahwa lokasi yang terbakar tidak melebihi 2 hektar,” kenang Bobpi.

Keenam peladang tersebut sempat didakwa melanggar 3 Undang-Undang sebelum dinyatakan bebas, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Kejadian penangkapan tersebut merupakan preseden yang buruk atas penegakkan hukum di Indonesia, yang dimana aktivitas berladang merupakan sebuah kearifan lokal yang telah dilindungi dalam Pasal 69 Ayat (2) Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tegas Bobpi. 

Bobpi menambahkan aktivitas berladang selain untuk menjaga sumber ketahanan pangan, juga untuk menjalankan sebuah tradisi turun temurun serta entitas diri sebagai bagian dari kelompok bangsa.

Dalam Putusan Hakim Pengadilan Negeri Sintang atas perkara 6 orang Peladang tersebut, pada intinya mempertegas bahwa berladang adalah bagian dari kearifan lokal dan dilindungi berdasarkan Pasal 69 Ayat (2) UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

“Maka para peladang yang tetap membuka lahan dengan cara membakar, seharusnya tidak boleh dikriminalisasi, melainkan harus diberikan pendampingan baik dari tetua adat maupun dari pemerintah dalam upaya untuk menyelaraskan pengetahuan kekinian dengan kearifan lokal, sebagai kunci penyelesaian masalah yang dilakukan oleh para peladang,” sambung Bobpi. 

Untuk menghindari kembali kriminalisasi terhadap peladang, maka pasca putusan bebas tersebut Bobpi berharap bisa menjadi pembelajaran bagi kepala daerah di seluruh Indonesia untuk segera membentuk produk hukum daerah, salah satunya melalui Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Peladang Tradisional. 

“Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka untuk menjamin dan memastikan agar para peladang dapat berdaulat atas kearifan lokalnya,” pungkasnya. 

 

Laporan: Bagas R

Editor: Bagas R

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top