Pelarangan Organisasi Politik di Kalimantan Barat pada Masa Jepang | Pranusa.ID

Pelarangan Organisasi Politik di Kalimantan Barat pada Masa Jepang


Penulis adalah Reyhan Ainun Yafi, lahir di Rasau Jaya, 2 Agustus 1998. Saat ini sedang menempuh studi Magister Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta.

KOLOM– Pada masa lalu, khususnya dimulai tahun 1908, organisasi menjadi bagian penting sebagai alat perjuangan untuk merealisasikan tujuan dan cita-cita bersama, yakni mencapai kemerdekaan Indonesia. Tercatat ada beberapa organisasi pergerakan yang mewarnai dalam sejarah Indonesia seperti Serikat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia, dan masih banyak lainnya.

Namun, pada masa pendudukan Jepang, organisasi menjadi barang yang sangat langka ditemukan, salah satunya di wilayah Pontianak, Kalimantan Barat. Menurut Ja’ Acmad dalam Pendudukan Jepang di Kalimantan Barat Studi Kasus Pembunuhan Massal, terdapat 13 organisasi kepemudaan yang ada di Pontianak dibubarkan oleh pemerintah militer Jepang saat itu.

Pembubaran yang ada didasarkan dengan persepsi subyektif, mereka dinilai anti Jepang. Bahkan para pemimpin-pemimpinnya ikut dimasukkan dalam penjara. Namun pada akhirnya pemenjaraan tersebut sifatnya sementara. Terbukti mereka secara sukarela dibebaskan dengan syarat bersumpah untuk mendukung pemerintah militer Jepang.

Untuk memperkuat legitimasi kekuasaan pemerintah militer Jepang, mereka mengeluarkan Undang-Undang No 23 tentang “Larangan Bersidang dan Berkumpul”. Hal ini sampaikan di beberapa surat kabar seperti Asia Raya edisi 27 Juli 1942 dan Borneo Barat Shinbun edisi 23 September 1942.

Ruang gerak organisasi-organisasi yang ada di Pontianak pun untuk muncul saja enggan akibat aturan tersebut. Tetapi terdapat salah satu organisasi yang saat itu tetap dapat berjalan. Menurut Ja’ Achmad, organisasi itu disebut Nissinkwai.

Pertanyaan yang timbul tentunya kenapa organisasi Nissinkwai bisa berjalan sedangkan ada peraturan UU No 23? Jawaban itu terdapat di dalam Surat Kabar Borneo Barat Shinbun edisi 18 Juli 1942 tentang Anggaran Dasar (AD) Nisinkwai yang menyebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa mereka mendukung cita-cita Jepang terkait persatuan Asia Timur Raya.

Tetapi dalam proses perjalanannya, tercatat dalam rentang waktu 3 bulan berjalan organisasi Nissinkwai dicap sebagai anti Jepang sehingga akhirnya turut dibubarkan.

Hukuman pembubaran merupakan konsekuensi yang didapatkan oleh setiap organisasi yang berjalan ketika masa pendudukan Jepang di Pontianak apalagi jika basis organisasinya beraliran politik. Ketakutan itu juga dirasakan oleh para pembesar partai politik saat itu.

Terbukti dalam Surat Kabar Borneo Barat Shinbun edisi 9 September 1942 disebutkan bahwa pembesar partai Parindra Kalimantan Barat mengajukan pembubaran partai akibat aturan yang diterapakan pemerintah militer Jepang. Harapannya tidak ada yang melakukan kegiatan-kegiatan di luar koridor cita-cita pemerintah militer Jepang.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top