Menteri Keuangan Umumkan Realisasi Penerimaan Negara Hingga 31 Mei 2023 | Pranusa.ID

Menteri Keuangan Umumkan Realisasi Penerimaan Negara Hingga 31 Mei 2023


Ilustrasi penerimaan negara. (Okezone)

Editor: Jessica C. Ivanny

PRANUSA.ID — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi penerimaan negara dalam APBN 2023. Hingga akhir Mei, penerimaan negara masih tumbuh positif, yaitu dari sisi penerimaan pajak mencapai Rp 830,29 triliun atau sudah terkumpul sebesar 48,33 persen dari target pajak tahun ini.

“Kalau kita lihat kinerja penerimaannya baik secara per bulan maupun pertumbuhan kumulatif ini memang menunjukkan penerimaan pajak pertumbuhannya makin melandai atau menurun, atau pertumbuhannya tidak sekuat seperti awal tahun. Karena memang tahun lalu pertumbuhannya itu sudah sangat tinggi,” ungkap Menkeu dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi Juni 2023 secara daring, Senin (26/06).

Bila dilihat dari jenis pajaknya, PPH 21 memberikan sumbangan 11,1% persen terhadap total penerimaan negara yang pertumbuhannya secara kumulatif Januari-mei 2023 ini sebesar 16,7 persen.

“Ini menggambarkan bahwa di sektor tenaga kerja yang formal, tingkat upahnya relatif baik, stabil, dan bahkan meningkat. Atau mungkin juga dari sisi rekrutmen dari penciptaan kesempatan kerja, ini hal positif,” ucapnya.

Selain itu, juga terdapat PPH badan 28,7 persen kontribusinya terhadap total penerimaan pajak, atau terjadi kenaikan 24,8 persen secara kumulatif Januari-Mei 2023. Untuk PPN dalam negeri juga tumbuh 32,5 persen, PPN impor tumbuh 4,4 persen, PPH orang pribadi masih tumbuh 6,9 persen dan PPH 22 import tumbuh tipis 0,9 persen dibandingkan tahun lalu yang sudah tumbuh tinggi.

“Dari komposisi ini kita melihat bahwa dampak dari perlemahan ekonomi sudah mulai muncul walaupun kita masih melihat trend yang positif,” ungkap Menkeu.

Dilihat dari sektornya, industri pengolahan berkontribusi sebesar 27,6 persen dan sektor perdagangan tumbuh 9,3 persen, pertambangan tumbuh 62,9 persen, jasa keuangan tumbuh 28,2 persen, transportasi dan pergudangan tumbuh 46,5 persen, konstruksi real estate tumbuh double digit di 10,9 persen.

“Ini adalah pertumbuhan yang cukup sehat dan mempengaruhi keseluruhan perekonomian cukup tinggi.”ucapnya.

Selain penerimaan pajak, terdapat pula penerimaan negara dari sisi bea dan cukai. Hingga akhir Mei 2023 penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 118,36 triliun atau 39,04 persen sudah terkumpul dari target tahun ini. Penerimaan dari sisi bea dan cukai mengalami pertumbuhan negatif sebesar 15,64 persen salah satunya akibat pengaruh lingkungan global yang menyebabkan banyak harga komoditas mengalami koreksi.

Secara keseluruhan, bea masuk masih tumbuh positif 7,87 persen (yoy). Sedangkan bea keluar mengalami koreksi tajam sebesar 67,52 persen akibat produk sawit, tembaga, dan bauksit yang mengalami koreksi cukup tajam. Penerimaan cukai hasil tembakau juga mengalami koreksi hingga 12,45 persen.

“Untuk bidang bea cukai tujuannya bukan hanya penerimaan negara, tapi menjaga Indonesia dari berbagai kegiatan ekspor impor yang berbahaya atau ilegal seperti penindakan-penindakan yang dilakukan oleh bea dan cukai. Dalam hal ini, untuk hasil tembakau mereka yang mencoba melakukan tindakan ilegal atau tidak membayar cukai itu mengalami lonjakan 66 persen,”tukas Menkeu.

Sementara, dari sisi realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) masih mengalami kenaikan cukup sehat secara 16,2 persen (yoy) atau mencapai Rp 260,5 triliun. Dalam hal ini telah mencapai 59,0 persen dari target APBN. Dikatakan menkeu, hal itu terjadi seiring dengan meningkatnya pendapatan sumber daya alam nonmigas dan pendapatan kekayaan negara dipisahkan.

Realisasi Belanja Negara Hingga 31 Mei 2023

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan realisasi belanja negara dalam APBN 2023. Sampai dengan 31 Mei, belanja negara terealisasi sebesar Rp1.005 triliun atau 32,8% dari pagu.

“Sisi belanja negara mencapai Rp1.005,0 triliun atau Rp1.005 triliun. Ini artinya 32,8% dari total belanja negara sudah dibelanjakan dan ini naik 7,1%,” ungkapnya.

Belanja APBN ini diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas dan peran sebagai shock absorber menghadapi ketidakpastian. Sepertiga dari belanja APBN digunakan untuk transfer ke daerah untuk perbaikan layanan publik dan pemerataan ekonomi daerah yang berkeadilan.

Komponen belanja negara ini terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp714,6 triliun atau 31,8% dari pagu. Realisasi ini ditopang oleh belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp326,2 triliun dan belanja non-KL sebesar Rp388,4 triliun. Belanja K/L utamanya dimanfaatkan untuk penyaluran BOS, PIP, penyaluran PKH dan Kartu Sembako, penyaluran bantuan iuran bagi peserta PBI, bantuan bencana, dan pembangunan infrastruktur. Sementara belanja non-KL utamanya didukung pembayaran manfaat pensiun, pembayaran kompensasi energi, dan penyaluran subsidi.

“Belanja pemerintah pusat, walaupun ini namanya pemerintah pusat, namun sebetulnya langsung dinikmati masyarakat. Kita lihat Rp326,2 triliun, belanja yang tadi telah dibelanjakan dari Rp714 triliun ini langsung dinikmati oleh masyarakat. Jadi dalam hal ini 51,2% lebih dari separuh belanja pemerintah pusat itu sebetulnya adalah belanja yang langsung dinikmati masyarakat. Masyarakat ini, terutama masyarakat miskin,” jelas Menkeu.

Sementara itu, realisasi transfer ke daerah sebesar Rp290,3 triliun atau 35,6% dari pagu. Capaian ini lebih tinggi 2,1% dibandingkan realisasi tahun 2022 sebesar Rp284,2 triliun terutama disebabkan kenaikan pagu Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, Dana Bagi Hasil Minerba, dan Dana Bagi Hasil Migas di tahun ini. TKD mendukung pendanaan penyelenggaraan urusan daerah serta pembangunan sarana prasarana dan operasionalisasi layanan publik di daerah. (*)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top