Bupati Jarot Kirim SP3 ke Ahmadiyah Agar Membongkar Masjid dalam 14 Hari | Pranusa.ID

Bupati Jarot Kirim SP3 ke Ahmadiyah Agar Membongkar Masjid dalam 14 Hari


FOTO: Bupati Sintang, Jarot Winarno (kuburaya.com)

PRANUSA.ID– Bupati Sintang Jarot Winarno disebut telah mengeluarkan surat peringatan ketiga (SP3) yang ditujukan kepada jemaat Ahmadiyah Sintang. Isinya, pemerintah kabupaten (Pemkab) Sintang menghendaki agar Ahmadiyah segera membongkar Masjid milik mereka, yakni Miftahul Huda.

Hal itu disampaikan oleh perwakilan tim hukum jemaat Ahmadiyah Fitria Eumarni yang mengatakan kalau SP3 yang dikirim pada 7 Januari itu memberi waktu bagi jemaat selama 14 hari untuk membongkar masjid tersebut. Surat tersebut juga disertai peringatan jika dalam kurun waktu tersebut masjid tidak dibongkar, maka pihak bupati sendiri yang akan membongkar paksa.

“Pada tanggal 7 Januari pengurus Jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan menerima surat dari bupati Sintang berupa SP3 pembongkaran,” kata Fitria dalam konferensi pers, Jumat (14/1/2022).

“Jadi komunitas di sana diminta untuk membongkar sendiri dalam waktu 14 hari dan jika itu tidak dilakukan maka Pemkab yang akan melakukan pembongkaran,” lanjutnya.

Fitri menjelaskan, pada SP 1 dan 2, pemkab Sintang menekankan poin bahwa masjid milik jemaat Ahmadiyah itu tidak mempunyai izin. Padahal, kata dia, masjid itu sudah berdiri sejak 2007.

Padahal, menurut Fitri, saat itu bangunan masjid masih berfondasi kayu dan masih sederhana. Baru pada tahun 2020, jemaat Ahmadiyah melakukan renovasi dengan membuat bangunan yang sifatnya permanen.

“Jadi ini bukan bangunan yang difungsikan seperti yang di-framing Bupati dalam SP1, SP2 dan SP3-nya,” ucap dia.

Sebelum masjid itu dibuat menjadi bangunan permanen, Fitri menyebut tidak ada gesekan di masyarakat. Jemaat Ahmadiyah pun dapat melakukan aktivitas ibadah dengan aman.

“Tidak ada juga peringatan dari pemerintah setempat bahwa masjid ini harus berizin, kemudian mengapa Bupati mem-framing masjid ini sebagai bangunan tanpa izin yang difungsikan untuk ibadah,” ucapnya.

Fitri mengungkapkan Jarot menggunakan Peraturan Daerah (Perda) Sintang nomor 8 tahun 2010 perihal pembongkaran bangunan tanpa izin yang difungsikan sebagai tempat ibadah.

“Di sini bupati merasa punya kewenangan berdasarkan Perda ini untuk menjatuhkan sanksi kepada bangunan yang tidak berizin berupa sanksi pembongkaran, jadi itu latar belakangnya,” ucap dia.

Padahal, kata dia, ada surat keputusan bersama (SKB) dua menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Jika mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 (PBM 2006) tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Jarot dinilai seharusnya menjamin kelangsungan tempat ibadah jemaat Ahmadiyah.

“Pasal 6 ayat 1 menjadi tugas dan kewajiban bupati untuk kemudian memfasiltasi penerbitan IMB (izin mendirikan bangunan) atas rumah ibadah yang belum ada IMB-nya,” ucapnya.

“Nah perlu juga kiranya diketahui, bahwa di desa Balai harapan itu tidak ada satupun rumah ibadah yang mempunyai IMB, jadi ini merupakan sikap diskriminatif dari pupati kemudian meminta agar Ahmadiyah untuk mengurus IMB sedangkan rumah ibadah lain tidak,” pungkasnya.

 

Laporan: Bagas R

Editor: Jessica C. Ivanny

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top