Kutuk Tindakan Intoleransi di Tangsel, PMKRI Jaktim: Ini Bentuk Pelanggaran HAM | Pranusa.ID

Kutuk Tindakan Intoleransi di Tangsel, PMKRI Jaktim: Ini Bentuk Pelanggaran HAM


FOTO: Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Jaktim, Martinus Soni Candra.

Laporan: Bagas R. | Editor: Jessica C. Ivanny

PRANUSA.ID– Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia cabang Jakarta Timur (PMKRI Jaktim) mengutuk keras insiden dugaan intoleransi yang menimpa sekelompok mahasiswa Katolik di Tangerang Selatan (Tangsel) pada hari Minggu (05/05/2024).

Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Jaktim, Martinus Soni Candra, mengingatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diatur dalam Pasal 29 UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

“Dengan demikian, setiap individu memiliki hak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya tanpa perlu mendapatkan izin dari pihak lain,” tegas Candra, melalui keterangan resmi yang diterima Pranusa.ID pada Senin (06/05/2024).

Untuk diketahui, kasus dugaan intoleransi di Tangsel tersebut terjadi ketika sekelompok mahasiswa dari Universitas Pamulangan sedang berdoa Rosario. Kemudian, sekelompok warga datang dan berniat membubarkan kegiatan tersebut. Akibat kejadian ini, seorang mahasiswi diduga menjadi korban penganiayaan oleh warga sekitar.

Atas hal tersebut, Candra menegaskan bahwa tindakan pengusiran terhadap mahasiswa yang sedang menjalankan ibadah Rosario merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan beragama sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Candra, pelaku tindakan pengusiran tersebut dapat dikenai Pasal 335 KUHP tentang Pemaksaan, Pasal 170 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama.

Ia pun meminta pemerintah setempat dan aparat hukum harus bertindak tegas untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak asasi manusia tanpa pandang bulu.

“Dengan demikian, insiden ini harus dijadikan pelajaran penting bagi masyarakat tentang pentingnya menghormati kebebasan beragama dan memperlakukan sesama dengan rasa hormat dan pengertian,” terangnya.

Candra turut mengingatkan kebebasan beragama sejatinya merupakan bagian dalam masyarakat yang demokratis. Menurutnya, konflik tersebut mencerminkan kurangnya pemahaman, toleransi, dan rasa hormat terhadap perbedaan keyakinan.

“Dari sudut pandang filosofis, kasus ini menyoroti pentingnya toleransi, keadilan, dan kerukunan antarumat beragama. Masyarakat harus belajar untuk menghargai keberagaman keyakinan dan memperlakukan sesama dengan rasa hormat dan pengertian,” imbuhnya.

Catatan untuk Pemerintah

Dalam menyikapi kasus ini, PMKRI Jaktim mengajak seluruh elemen masyarakat dan khususnya para anak muda untuk bersama-sama saling bahu-membahu menjaga kerukunan antara umat beragama sehingga menciptakan Indonesia yang damai dan tentram tanpa ada perpecahan antar umat beragama.

Candra pun kemudian memberikan beberapa catatan yang menurutnya perlu diperhatikan oleh pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam kasus ini.

Pertama, ia meminta agar adanya keadilan dan penegakan hukum yang tegas.

“Kami menuntut agar pemerintah menegakkan hukum dengan tegas terhadap semua pelaku kekerasan yang terlibat dalam insiden tersebut, termasuk Pak RT dan anggota masyarakat yang melakukan pengusiran terhadap mahasiswa katolik yang sedang beribadah,” katanya.

Kedua, ia berharap adanya perlindungan terhadap kebebasan beragama. Pihak PMKRI Jaktim menuntut agar pemerintah dan aparat keamanan melindungi hak setiap masyarakat seperti yang dicantumkan dalam Pasal 29 UU D 1945 untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan kami tanpa harus mengalami intimidasi atau ancaman dari pihak manapun.

Ketiga, PMKRI Jaktim ingin agar lingkungan kos mahasiswa yang menjalankan ibadah menjadi tempat yang aman dan damai bagi semua penghuninya, tanpa adanya ancaman atau intimidasi dari pihak manapun.

Keempat, PMKRI Jaktim berharap agar pemerintah memfasilitasi dialog antara mahasiswa dengan masyarakat setempat untuk mencari solusi yang damai dan mengatasi perbedaan yang ada.

“Kelima, kami menuntut agar pemerintah menyediakan perlindungan dan dukungan psikososial bagi kami yang telah mengalami trauma akibat insiden tersebut,” tegasnya.

Pada catatan yang keenam, pihak Candra menuntut agar pemerintah menjalankan proses hukum terbuka, transparan, dan akuntabel terkait penanganan kasus ini.

“Serta memberikan informasi yang jelas dan terperinci kepada publik mengenai langkah-langkah yang diambil,” pintanya.

Terakhir, PMKRI Jaktim menuntut agar pemerintah mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

“Termasuk dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya toleransi beragama dan penyelesaian konflik secara damai,” pungkas Candra.

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top