Tak Terima Jokowi Dipuji Jenius, Rocky: Kenapa Ada Profesor Kayak Buzzer?
PRANUSA.ID– Tokoh oposisi, Rocky Gerung, tidak terima dengan pernyataan seorang profesor asal Singapura yang memuji Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden yang jenius.
Menurut Rocky Gerung, sanjungan sang profesor yang merupakan dosen di National University of Singapore kepada Jokowi itu kurang tepat. Hal itu dikarenakan sang profesor, kata dia, hanya melakukan penelitian dengan metode wawancara secara daring tanpa melakukan riset yang mendalam.
“Dia malah wawancara doang, bahkan email-emailan, ya pastilah Presiden tunjukan kegeniusan,” ujar Rocky Gerung seperti dilansir Pranusa.ID dalam kanal YouTube-nya, pada Jumat, 8 Oktober 2021.
Lebih lanjut, Rocky Gerung mengaku heran dengan adanya dosen seperti itu yang dinilainya bertindak seolah-olah seperti buzzer.
“Kita sebagai rakyat justru malu tuh, kenapa ada profesor yang seolah jadi kayak buzzer doang nih?” ungkapnya.
Ia juga mengkritik indikator dan metode penilaian yang dilakukan dosen Singapura itu tidak valid. Rocky juga mengatakan, sejumlah penelitian di Australia dan AS justru menunjukkan kegagalan Jokowi.
“Seluruh analisis dunia, terutama Australia dan AS memperlihatkan bahwa Presiden Jokowi gagal dalam semua hal,” ujarnya.
Oleh karena itu, Rocky Gerung menilai pujian dari dosen Singapura ini tidak masuk akal.
“Gak masuk akal kalau pujiannya berlebih. Kalau pujiannya standar-standar juga masih masuk akal,” ucapnya.
Seperti diketahui, Kishore Mahbubani sebagai dosen dan peneliti di National University of Singapore memaparkan penelitiannya dan menyebut bahwa Jokowi telah memberikan contoh model pemerintahan yang baik yang dapat dipelajari oleh seluruh dunia.
Adapun salah satu indikator penilaian ini adalah Jokowi telah menjembatani kesenjangan politik di Indonesia. Kesenjangan politik yang dimaksud ini adalah polarisasi Pilpres 2019 lalu antara kubu Jokowi dengan kubu Prabowo.
Kishore Mahbubani mengatakan, kesuksesan Jokowi adalah berhasil membuat Prabowo dan Sandiaga Uno masuk ke dalam kabinetnya.
Profesor Singapura itu kemudian membandingkannya dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang sejak memenangkan Pilpres AS sejak 2020 silam masih belum bisa mengatasi perpecahan.
“Hampir satu tahun setelah Joe Biden memenangkan Pemilihan Presiden AS 2020, 78 persen dari Partai Republik masih tidak percaya dia terpilih secara sah,” jelasnya.
Laporan: Bagas R
Editor: Jessica C. Ivanny