Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM Menyelenggarakan Kelas Komunitas Berdaya dan Sarasehan Demokrasi Ekonomi Indonesia (SARDEIN)
Laporan: Marsianus N.N | Editor: Jessica C. Ivanny
PRANUSA.ID– Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM menyelenggarakan Kelas Komunitas Berdaya
sekaligus Sarasehan Demokrasi Ekonomi Indonesia (SARDEIN) volume VI mengangkat tema ‘Inspirasi dari Laut: Cerita Kehidupan Komunitas dan Peluang Ekonomi Biru untuk Masyarakat Lokal’ pada Jumat (28/7).
Berkolaborasi dengan Suryakanta Institute dan ECCO Foundation, menghadirkan panelis dari kalangan komunitas pesisir Lombok dan Cilacap, forum dibuka dengan sesi berbagi pengalaman yang memuat gagasan dan tantangan masyarakat pesisir berkontribusi dalam menciptakan ekonomi biru.
Ekonomi biru akan diangkat sebagai fokus tema Circular Economy Forum (CEF) 2023 yang merupakan agenda tahunan PSPD UGM yang ketiga. Melalui CEF, saat ini telah terbentuk beberapa kajian seputar ekonomi sirkular yang akan digunakan untuk rekomendasi kebijakan. Agenda tersebut akan dilakukan secara keberlanjutkan hingga tercipta kebijakan publik sekaligus implementasinya mampu menjamin keseimbangan antara ekonomi dan ekologi.
Melalui CEF 2023, komunitas diharapkan mampu saling tukar ilmu pengetahuan dalam merawat gerakannya. Rangkaian CEF 2023 yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai dengan Desember 2023 juga dimaksudkan sebagai bentuk fasilitasi kepentingan komunitas kepada pemangku kebijakan. Aktivitas yang dilakukan meliputi Kelas Komunitas Berdaya, Forum Dialog Komunitas, kampanye pelestarian alam, riset, konferensi pembangunan nasional, dan koferensi internasional untuk mengkaji kebijakan publik.
“Tahun 2023, isu ekonomi biru belum terpublikasi secara maksimal. Sehingga, pengarusutamaan komunitas menjadi hal yang penting dalam membentuk jaringan mewujudkan tata kelola maritim berkelanjutan,” kata Mario Aden Bayu Valendo, S.I.P. – Ketua Penyelenggara CEF 2023.
Ia menerangkan bahwa Forum Kelas Komunitas Berdaya digunakan sebagai langkah untuk menghimpun keresahan yang adad di komunitas untuk dibawa ke ranah pemangku kebijakan, di level nasional dan global.
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Turtle Conservation Community (TCC) Lombok, Iwan Suyadi, membagikan kisah seputar pengalaman TCC sebagai gerakan pelestarian alam terhadap penyu.
“Misi penyelamatan penyu diawali dengan sebuat patrol untuk menyisir tempat peneluran penyu di sepanjang pesisir Lombok. Hingga saat ini telah melepas sebanyak 27.175 ekor penyu kembali ke habitatnya,” terangnya.
TCC juga menjalankan rehabilitasi karang untuk mendukung keamanan lokasi peneluran penyu. Selain itu, pembaharuan karang dimaksudkan dalam tujuan pemulihan karang atas pengerukan karang yang pernah terjadi di Lombok. Aktivitas yang masif dilakukan adalah dengan penanaman dan perawatan karang. Hal tersebut juga berdampak pada sektor pariwisata.
Namun begitu, ada beberapa tantangan yang masih memerlukan perhatian, salah satu yang terberat adalah masyarakat pesisir dengan keterampilan nelayan jumlahnya terlampau banyak jika dibandingkan dengan ketersediaan sumber pendapatan dari laut. Sehingga masih perlu banyak dukungan untuk memulihkan sumber daya kelautan di Lombok.
“Tantangan selanjutnya berasal dari oknum-oknum yang melakukan transaksi jual-beli telur penyu. Selama TCC berproses, baru berhasil menurunkan angka jual-beli penyu sebanyak 25%. TCC masih harus bekerja keras untuk melakukan edukasi terhadap masyarakat dan umum guna menghindari aksi jual-beli telur penyu,” sambungnya.
Sementara itu, Bayu Nur Aji – Perintis Indonesia Ecotourism Community asal Cilacap membagikan cerita tentang fokus kegiatannya yakni pendampingan terhadap orang yang mengalami switching profesi.
“Pertama, pemanfaatan lahan timbun untuk pertanian. Kedua, mengakses bantuan dari pemerintah, terakhir dengan cara pengembangan pariwisata dengan produksi olahan laut,” urainya.